Beberapa waktu yang lalu, saya sempat membaca sebuah berita yang ditayang oleh salah satu media online, yakni posflores.com. Media ini mempublikasikan sebuah berita tentang seorang tokoh masyarakat bernama Albert Tion yang berinisiatif membuka dan membangun jalan rabat beton untuk kemudian menjadi penghubung antara kampung Purang Mese desa Compang Ndejing dan kampung Pate Kaca desa Bea Ngencung (Posflores.com. 13/7/2020).Â
Beberapa kesan positif yang saya terima dari berita itu, yakni: pertama, Albert Tion atas inisiatifnya sendiri membangun sebuah jalan rabat yang menghubungkan dua kampung dari dua desa yang berbeda.Â
Kedua, Albert Tion menggunakan dana pribadi sebesar lima belas juta (Rp.15.000.000,00) untuk jarak yang ditargetkan kira-kira 500 meter. Ketiga, Albert Tion memediasi sekelompok warga desa Bea Ngencung untuk bersama-sama membangun jalan rabat. Keempat, untuk sebagian masyarakat yang pro pembangunan infrastruktur menilai bahwa aksi seorang Alber Tion ini merupakan sebuah kritikan bagi para pemimpin di wilayahnya.
Beberapa kesan di atas mencuat cukup kuat dalam diri saya. Bukan hanya itu. Kesan- kesan yang kuperoleh pasca membaca berita itu mengharuskan saya untuk mempublikasikan beberapa buah pikiran yang barangkali berguna untuk dibaca dan tentunya juga sangat mungkin untuk dikritisi, sebab bagaimanapun, ini hanyalah sebuah opini yang selalu memiliki peluang untuk ditanggapi dan dikritisi. Begini, salah satu virus klasik yang selalu tampak milenial adalah pura-pura tuli.Â
Tidak sedikit dari sekian banyak pemimpin yang berkuasa saat ini bertelinga tuli. Mereka pura-pura tidak mendengar untuk beberapa aspirasi yang sifatnya substantif dari rakyatnya. Lalu, ada dari antara pemimpin yang bersikap tebang pilih dalam menjalankan roda kepemerintahannya. Sungguh, ini sebuah kebrutalan yang cukup keji.
Dosen Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jakarta, Soe'an Hadi Purnomo pernah menulis suatu artikel. Salah satu Alinea dari artikelnya itu bertulis, demikian: "Perilaku kepemimpinan yang baik adalah yang berorientasi kepada dua arah sekaligus, yakni goal oriented, dan member oriented (https://forumkeadilan.com/2017/09/filsafat-kepemimpinan, diakses pada 27 Juli 2020).
Saya ingin membagikan beberapa butir pikiran berdasarkan dua perilaku ideal yang mesti dimiliki oleh seorang pemimpin seperti yang telah ditulis oleh Pengurus Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia (ISPIKANI) di atas.Â
Pertama, "goal oriented". Seorang pemimpin harus paham tentang tujuan dari sebuah organisasi (baca: masyarakat). Salah satu tujuan yang seringkali dibicarakan dan yang merupakan semboyan yang kerapkali disuarakan oleh para calon pemimpin dan para pemimpin adalah menyejahterakan anggota masyarakat.Â
Pernyataan menyejahterakan masyarakat ini memang cukup problematis ketika berhadapan dengan fakta yang menunjukkan bahwa ada ketimpangan dari pihak pimpinan daerah dalam mengatur dan menerapkan proyek pembangunan di wilayahnya.Â
Misi menyejahterakan masyarakat layak dipertanyakan saat seorang pemimpin tidak mempertimbangkan pembangunan infrastruktur dan suprastruktur yang seimbang dan merata untuk semua daerah.
Kedua, "member oriented". Seorang pemimpin yang baik selalu mendengarkan keluhan para anggotanya sekaligus memperhatikan dan memenuhi kebutuhan mereka. Nah, ketika seorang pemimpin melakukan tindakan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), lalu apa yang mereka berikan untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya? Yang terjadi adalah rakyat yang miskin tetap miskin. Konsekuensi logis atas ulah itu adalah semakin renggangnya jurang pemisah antara si kaya dan si miskin.