PDI-P mengenai kekalahan mereka di Jawa Tengah membawa berbagai spekulasi dan refleksi politik yang menarik.Â
Pada Pilkada 2024, pernyataan yang mencuat dariKetua DPP PDI-P, Deddy Sitorus, dalam sebuah jumpa pers mengungkapkan bahwa wilayah yang selama ini dijuluki "Kandang Banteng" kini tidak lagi layak disebut demikian.Â
Menurutnya, dengan kekalahan Andika Perkasa-Hendrar Prihadi yang diusung PDI-P di tangan pasangan Ahmad Luthfi-Taj Yasin, Jawa Tengah kini lebih tepat disebut sebagai "Kandang Bansos dan Parcok" – merujuk pada dugaan bahwa kemenangan Luthfi-Yasin didorong oleh bantuan sosial dan pengaruh partai koalisi yang luas.
Bergesernya Dominasi PDI-P
Kehilangan dominasi di Jawa Tengah ini tentu menjadi sebuah pukulan bagi PDI-P, yang selama ini menganggap provinsi ini sebagai basis kekuatan mereka. Namun, apakah benar kondisi ini menunjukkan kemunduran politik PDI-P di Jawa Tengah?
Dalam analisis yang lebih mendalam, kita perlu mempertimbangkan beberapa faktor yang mendasari perubahan peta politik ini.Â
Salah satunya adalah keberhasilan pasangan Luthfi-Yasin yang menggalang dukungan dari 14 partai politik. Koalisi besar ini memberikan mereka kekuatan lebih besar dalam merebut hati pemilih di Jawa Tengah.Â
Ditambah lagi, isu bantuan sosial (bansos) yang menjadi sorotan dalam kampanye, yang dipandang sebagai salah satu faktor penentu dalam meraih suara pemilih. Â
Fenomena ini, meskipun sering dianggap sebagai politik identitas atau politik uang, ternyata mampu menarik dukungan yang signifikan.
PDI-P sendiri, meskipun kalah, masih merasa bangga dengan pencapaian mereka. Andika-Hendi, meskipun hanya diusung oleh satu partai, diprediksi akan memperoleh lebih dari 40 persen suara di Jawa Tengah.Â
Bagi PDI-P, ini adalah sebuah pencapaian politik yang tidak bisa dianggap remeh, mengingat mereka harus bersaing dengan koalisi besar yang mengusung pasangan Luthfi-Yasin.