Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Politik, Iptek, Pendidikan, dan Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menakar Efektivitas Job Fair Mingguan dalam Mengurangi Pengangguran di Era Digitalisasi Kerja

28 November 2024   09:57 Diperbarui: 28 November 2024   12:32 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kementerian Ketenagakerjaan menggelar Naker Fest 2024 di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat. (FOTO/dok.SINDOnews)

Pengangguran menjadi persoalan besar yang dihadapi Indonesia, khususnya bagi generasi milenial. Dengan angka pengangguran yang mencapai 7,9 juta orang pada Februari 2023 menurut BPS, berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasinya, termasuk penyelenggaraan job fair oleh kampus, lembaga, hingga kementerian. 

Job fair ini diadakan secara virtual maupun langsung, namun efektivitasnya dalam menurunkan pengangguran masih menjadi pertanyaan besar.

Job fair online menawarkan berbagai kemudahan. Dengan hanya bermodalkan akses internet, pelamar dapat mengikuti acara ini dari mana saja tanpa harus mengeluarkan biaya transportasi. 

Selain itu, pelamar bisa melamar ke berbagai perusahaan dalam satu platform, menghemat waktu dan usaha. Keuntungan ini diperkuat dengan tambahan sesi webinar dan pelatihan yang meningkatkan kesiapan pelamar menghadapi dunia kerja.

Salah satu platform job fair online yang dikenal adalah Karirhub dari Kemnaker. Platform ini melibatkan lebih dari 2.605 perusahaan untuk membuka peluang kerja. 

Selain itu, Menteri Ketenagakerjaan juga merencanakan job fair mingguan sebagai solusi menekan angka pengangguran. Namun, harapan besar ini dibayangi tantangan mendasar: apakah pendekatan ini benar-benar efektif?

Kesenjangan Kompetensi dan Job Mismatch

Fenomena job mismatch menjadi akar persoalan pengangguran di Indonesia. Ketidaksesuaian antara kualifikasi pelamar dan kebutuhan perusahaan membuat banyak lulusan sulit terserap di pasar kerja. Hal ini diperparah oleh orientasi lembaga pendidikan yang lebih fokus menghasilkan lulusan berijazah daripada tenaga siap kerja.

Masalah ini menunjukkan bahwa hanya menyediakan platform seperti job fair tidak cukup. Diperlukan usaha yang lebih besar untuk mengatasi kesenjangan ini, seperti memperkuat link and match antara pendidikan dan kebutuhan industri.

Tantangan dalam Pelaksanaan Job Fair Mingguan

Bursa kerja mingguan adalah langkah ambisius, tetapi pelaksanaannya tidak lepas dari kendala. Perusahaan perlu menyesuaikan kapasitas logistik untuk berpartisipasi secara konsisten. Jika tidak, hanya perusahaan kecil atau menengah yang terlibat, sementara perusahaan besar tetap menggunakan metode rekrutmen mereka sendiri.

Selain itu, pelamar sering menghadapi kenyataan bahwa mereka tidak memenuhi kualifikasi. Di sisi lain, perusahaan kesulitan menemukan talenta yang memiliki keterampilan sesuai kebutuhan.

Studi Kasus dari Luar Negeri

Negara seperti Jerman dan Jepang memiliki pendekatan berbeda dalam menekan pengangguran. Sistem pendidikan dual track di Jerman mengintegrasikan pelatihan vokasi dengan pendidikan formal, menghasilkan tenaga kerja muda yang kompeten. Sementara itu, Jepang memiliki budaya perusahaan yang melatih karyawan baru secara intensif.

Indonesia bisa belajar dari mereka bahwa mengatasi pengangguran membutuhkan investasi pada pelatihan dan kebijakan jangka panjang.

Pendekatan Holistik untuk Mengatasi Pengangguran

Job fair mingguan perlu dilengkapi dengan langkah-langkah strategis. Pemerintah harus bekerja sama dengan perusahaan untuk menciptakan program pelatihan berbasis kebutuhan industri. Lembaga pendidikan juga harus lebih fleksibel dalam menyesuaikan kurikulumnya dengan kebutuhan pasar.

Selain itu, digitalisasi harus menjadi fokus. Platform daring yang terintegrasi dan interaktif dapat melengkapi job fair konvensional, menjangkau lebih banyak pencari kerja secara efisien.

Solusi untuk Masa Depan

Bursa kerja mingguan dapat menjadi solusi sementara, tetapi dampaknya akan lebih besar jika didukung oleh kolaborasi lintas sektor. Pemerintah, perusahaan, dan lembaga pendidikan harus bekerja bersama untuk menciptakan ekosistem tenaga kerja yang lebih terintegrasi.

Di masa depan, Indonesia memerlukan langkah nyata untuk menjadikan tenaga kerja siap bersaing di pasar global. Pendekatan holistik yang mencakup pelatihan, pendidikan, dan kebijakan yang adaptif adalah kunci untuk menciptakan solusi yang efektif dan berkelanjutan. 

Dengan demikian, pengangguran dapat ditekan, dan generasi milenial dapat berkontribusi maksimal bagi pembangunan bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun