Selain itu, UN juga diyakini dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan lebih giat, karena hasil UN sering kali menjadi patokan kelulusan dan syarat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Kritik terhadap pelaksanaan UN cukup banyak. Banyak pihak yang berpendapat bahwa UN tidak mencerminkan kemampuan siswa secara holistik.Â
Ujian berbasis pilihan ganda dianggap hanya mengukur kemampuan kognitif siswa secara terbatas, tanpa memperhatikan aspek-aspek lain seperti kreativitas, keterampilan berpikir kritis, dan kemampuan bekerja dalam tim.Â
Selain itu, tekanan psikologis yang besar menjadikan UN dianggap tidak adil, terutama bagi siswa yang merasa tertekan dengan format ujian yang seragam.
Sejak penghapusan UN pada tahun 2020, asesmen nasional menggantikan peran UN dengan fokus pada literasi, numerasi, dan karakter.Â
Asesmen Nasional
Dengan adanya asesmen nasional, sekolah memiliki lebih banyak kebebasan untuk menentukan metode evaluasi yang sesuai dengan kebutuhan lokal.Â
Tantangan yang muncul adalah bagaimana menjaga kualitas dan konsistensi evaluasi di setiap sekolah. Kekhawatiran tentang kesenjangan standar penilaian antar daerah, terutama di wilayah dengan sumber daya terbatas, juga menjadi masalah yang perlu diperhatikan.
Asesmen nasional bertujuan untuk memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang kemampuan siswa, tidak hanya mengukur kemampuan akademis tetapi juga keterampilan berpikir kritis.Â
Asesmen ini diharapkan lebih relevan dengan kebutuhan dunia kerja yang mengutamakan keterampilan analitis dan problem-solving.
Perubahan sistem evaluasi ini juga menuntut peningkatan kompetensi guru dalam menyusun penilaian yang mencerminkan kemampuan siswa secara lebih holistik.Â