Kontestasi Pilkada 2024 telah dimulai, dan salah satu ciri khas yang sudah mulai terlihat adalah maraknya pemasangan banner atau baliho calon kepala daerah di berbagai penjuru kota.Â
Di banyak daerah, termasuk Salatiga, pemasangan media kampanye semacam ini semakin masif dengan pihak penyelenggara yang telah menyiapkan tempat khusus seperti MMT (Media Melayang Terpadu) di lokasi-lokasi strategis.Â
Pemasangan Banner yang Masif
Namun, yang menjadi persoalan adalah bagaimana pemasangan banner yang sangat masif ini sering kali tidak diikuti dengan keseriusan dalam menyampaikan substansi dari calon yang mereka tawarkan.Â
Hal ini menciptakan sebuah dilema, di mana visual yang besar dan mencolok tidak selalu mencerminkan kualitas atau kapasitas pemimpin yang hendak dipilih.
Pemasangan banner dalam Pilkada memang memiliki tujuan yang jelas, yaitu untuk mengenalkan calon kepada publik secara luas. Pihak penyelenggara pemilu tentu menginginkan calon yang tampil dapat dikenal oleh masyarakat, apalagi dalam konteks kota-kota besar yang sangat padat.Â
Bukan Produk Komersial
Meski pemasangan banner ataupun MMT tujuannya untuk meningkatkan visibilitas, dampak dari pemasangan banner yang berlebihan seringkali justru membuat calon tampak lebih seperti produk komersial ketimbang figur publik yang hendak mengemban tanggung jawab besar.Â
Pemilih, terutama yang awam, lebih mudah terpengaruh oleh tampilan visual daripada informasi yang substansial tentang calon tersebut.
Salah satu fenomena yang menguatkan pandangan ini terjadi di Salatiga, sebuah kota dengan jumlah pemilih yang cukup signifikan. Meskipun pihak penyelenggara pemilu sudah berusaha mengatur pemasangan MMT atau banner di titik-titik tertentu, kenyataannya banyak partai pendukung yang memasang banner secara sembarangan di berbagai area pinggir jalan.Â