perang Kurukshetra, Arjuna berdiri dalam keraguan yang mendalam. Dia melihat ke arah barisan musuh, di mana Eyang Bisma dan Drona, dua sosok yang sangat dihormatinya, berdiri di depan.Â
Di tengah medanDalam hatinya, Arjuna bergelut dengan konflik moral yang tak terbayangkan. Perasaannya terombang-ambing antara kewajiban sebagai ksatria dan cinta yang mendalam kepada keluarganya.
Saat kereta Arjuna ditarik oleh Kresna, sosok yang bijaksana dan berpengalaman, ia mulai meragukan niatnya untuk berperang. "Bagaimana aku bisa melawan orang-orang yang telah mendidikku?" pikirnya.Â
Kegalauan ini semakin dalam ketika Arjuna mengingat hubungan emosional yang ia miliki dengan para lawan yang kini berdiri di hadapannya.
Dengan penuh ketegangan, Arjuna mengungkapkan keraguannya kepada Kresna. Ia meminta agar perang dihentikan, menganggap tidak ada nilai dalam meraih kemenangan yang akan mengakibatkan kematian orang-orang tercintanya.Â
Di titik ini, Arjuna melemparkan busur dan panahnya, menandakan penolakannya untuk bertarung.
Kresna, yang memahami kedalaman perasaan Arjuna, mulai memberikan nasihat yang penting. Ia mengingatkan Arjuna bahwa pandangannya adalah pandangan seorang brahmana, yang lebih mementingkan kebijaksanaan dan kedamaian.Â
Namun, seorang ksatria memiliki tanggung jawab yang berbeda, yang tak boleh diabaikan. "Tugasmu adalah untuk bertindak demi kebenaran," kata Kresna tegas.
Arjuna perlu memahami bahwa keengganan untuk bertindak bukanlah bentuk kebajikan, tetapi pengkhianatan terhadap dharma-nya sebagai ksatria.Â
Kresna menjelaskan bahwa dunia ini tidak selalu hitam dan putih; terkadang, keputusan sulit harus diambil demi mencapai keadilan. Dalam hal ini, Arjuna harus bangkit dan memenuhi tugasnya.
Kresna melanjutkan dengan menekankan pentingnya keberanian. "Mati di medan perang adalah hal yang lebih terhormat daripada meninggalkan pertempuran," tegasnya.Â