Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Politik, Iptek, Pendidikan, dan Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bangkit dari Keterpurukan Akibat Wabah Antraks di Gunungkidul

20 Agustus 2024   13:27 Diperbarui: 20 Agustus 2024   13:56 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tim Reaksi Cepat BPBD sedang menyemprotkan disinfektan saat terjadinya wabah Antraks/ kompas.id 


Peternakan di Gunungkidul, khususnya di Padukuhan Jati, memiliki peran penting dalam kehidupan ekonomi warga. Bagi mereka, ternak seperti sapi dan kambing bukan sekadar aset ekonomi, tetapi juga 'tabungan hidup' yang dapat diandalkan saat kebutuhan mendesak.

Biaya pendidikan anak, pengobatan keluarga, dan kebutuhan mendesak lainnya sering kali bergantung pada hasil penjualan ternak, dan hasil pertanian yang ada.

Bangkit Kembali

Namun, masa lalu yang kelam itu kini telah menjadi bagian dari sejarah. Tahun 2024 ini, warga Padukuhan Jati bertekad untuk bangkit dari keterpurukan. Dengan semangat yang tinggi, mereka berkomitmen untuk memulai babak baru yang lebih baik.

Melalui acara tradisi Rasulan atau bersih desa, yang tahun ini mengusung tema "Bangkit", warga meneguhkan niat untuk kembali merajut harapan dan semangat baru.

Acara Rasulan sendiri merupakan tradisi tahunan yang memiliki makna spiritual dan sosial bagi warga Padukuhan Jati. Selain sebagai bentuk syukur kepada Tuhan atas hasil panen dan kelancaran hidup, Rasulan juga wadah menjalin kerukunan warga.

Cahyo, salah seorang warga Padukuhan Jati, mengungkapkan perasaannya tentang situasi saat ini. "Wabah antraks tahun lalu sangat menyedihkan. Namun, tahun ini kami berharap kehidupan lebih baik dan aman. Kami belajar dari pengalaman itu dan akan lebih berhati-hati."ujarnya dengan penuh harapan.

Kebangkitan yang diusung dalam Rasulan tahun ini diharapkan mampu memberikan dorongan moral dan spiritual bagi warga agar tidak terjebak dalam trauma masa lalu.

Kini, warga Padukuhan Jati menjalani hari-hari dengan lebih waspada, tetapi juga dengan harapan yang baru. Mereka percaya bahwa setiap badai pasti berlalu dan selalu ada pelangi setelah hujan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun