Saat berhadapan, Raka tidak bisa lagi menahan ingatan-ingaanya. Dia teringat momen-momen mengerikan ketika ia menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Trauma yang menimpanya membuatnya kehilangan kendali atas diri sendiri. Raka menyadari bahwa sosok yang dia cari, pembunuh itu, bukanlah orang lain---melainkan dirinya sendiri.
Dalam kebingungan, ia berusaha menjelaskan kepada Alya, tetapi ia sudah terjebak dalam bayang-bayang ketakutan. Saat Raka berusaha meraih Alya, insting yang terpendam muncul. Dalam kekacauan, ia menyerang, tidak menyadari apa yang dia lakukan.
Alya berusaha melawan, tetapi semuanya terjadi begitu cepat. Keduanya terjatuh ke dalam jurang yang sama seperti yang dialami Nina dan Dimas. Dalam kesakitan dan penyesalan, Raka menyadari bahwa ia adalah pembunuh dalam permainan ini.
Di tengah kegelapan, Raka terbangun di rumah sakit, dikelilingi oleh para dokter. Ia mendengar bisikan tentang kematian teman-temannya, dan merasakan kehampaan yang mendalam. Mengapa semua ini terjadi?
Ketika ia menatap ke arah jendela, sebuah bunga diletakkan di samping tempat tidurnya---bunga yang ia lukis dalam mimpinya, simbol harapan meskipun gelap. Raka menyadari bahwa meski bayang-bayang masa lalunya terus menghantui, masih ada peluang untuk bangkit dan menemukan jalan kembali.
Raka terbangun di rumah sakit, kepalanya berdenyut. Suara bip mesin-mesin medis terdengar monoton di latar belakang, tetapi pikirannya kosong. Di sekelilingnya, para dokter membahas kondisinya, tetapi dia tidak bisa menangkap satu pun kata. Rasa bingung dan penyesalan memenuhi batinnya.
Ketika Raka berusaha mengingat, wajah Alya dan teman-temannya muncul dalam bayang-bayang. Kematian mereka, rasa bersalah yang mendalam, dan kenangan akan hutan belantara menghantui pikirannya. Dia merasakan bayangan gelap mengintai, seolah menunggu saat yang tepat untuk merangkulnya.
Setelah beberapa hari di rumah sakit, Raka mulai merasakan keanehan dalam dirinya. Setiap kali dia memejamkan mata, suara lembut namun berbahaya memanggilnya. "Kamu bisa melupakan semuanya, Raka. Kembali ke tempat di mana kamu benar-benar bisa bebas."
Sisi gelapnya perlahan-lahan mulai menyusup ke dalam pikirannya. Suara itu membisikkan janji-janji: kebebasan dari rasa sakit, pembalasan untuk semua yang telah menyakitinya. Dalam kesepian yang melingkupi dirinya, Raka merasakan bahwa dia tidak ingin melupakan, tetapi ingin menguasai---menguasai ketakutan dan kekacauan yang pernah mengendap di dalam jiwanya.
Suatu malam, saat kesunyian menyelimuti, Raka mendapati dirinya di tepi hutan yang sama. Dalam gelap, ia merasakan panggilan dari dalam, dan langkahnya terasa dipandu oleh sesuatu yang tak terlihat. Hutan itu seolah berbicara padanya, mengingatkan akan semua rasa sakit dan ketidakadilan yang pernah dia alami.
"Bebaskan dirimu," suara itu berkata. "Dunia ini tidak pantas untukmu."