Mohon tunggu...
Obed Mangunsong
Obed Mangunsong Mohon Tunggu... Arsitek - Pelajar

Menggambar / karya fiksi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Permainan Terakhir

20 Agustus 2024   23:18 Diperbarui: 21 Agustus 2024   01:07 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Saat itu perang sedang dalam puncaknya, teriakan histeris kesengsaraan sudah menjadi makanan sehari-hari. 6 Agustus 1945, saya sedang bermain catur dengan ayah saya. Sebelum itu saya telah mendapat kabar aka nada kabar dari salah satu teman saya yang merupakan seorang tentara. Dirinya berkata bahwa aka nada bom yang dijatuhkan di tempat saya menginjakkan kaki sekarang. Dia mengajak kami untuk evakuasi namun, kami memutuskan untuk tinggal di rumah kami. Kami memutuskan untuk meninggal di tempat kami lahir.

              08:00, saat itu ayah saya mengajak saya mengajak untuk bermain catur sembari melihat pemandangan di luar. Saya menyetujuinya dan segera memulainya. Gerakan pertama dilancarkan oleh ayah dan saya lebih memilih untuk bertahan. Saat itu pikiranku sedang tidak lurus, bom bisa jatuh kapan saja. Melihat ini, ayah saya menyuruh saya untuk menjernihkan pikiran saya sebentar.

              "Ini sudah menjadi pilihan kita." Ujar ayah.

Tetap saja hatiku yang lemah ini merasa takut akan kematian. Saya benar-benar benci atas perang, ibu saya meninggal di hadapan saya saat melindungiku dari tentara sekutu.

              Saya mencoba untuk menenangkan pikiran saya dan melanjutkan bermain. Tempo permainan menjadi cepat dan segera menuju klimaks permainan. Perhatian saya sempat teralihkan oleh sebuah pesawat yang berada di atas kami. Tanpa sadar, ayah saya melakukan blunder dan membuat clah untuk saya memenangkan permainan. Suara bel tanda aka nada bom yang dijatuhkan di kota kami berbunyi nyaring. Namun, kami tidak menghiraukan bel tersebut.Saya segera menggerakkan ratu saya di papan catur. 

Tepat di saat itu sebuah bom sedang meluncur ke arah kami. Ayah saya yang menyadari bahwa ia telah melakukan blunder segera menggerakkan Rajanya namun, saya dapat mengakhiri permainan dengan sebuah pion yang menunggu. "Skakmat" ujarku ke ayah sembari tersenyum. 08:15, ledakan bom atom begitu dasyat, hanya meninggalkan bayangan kami yang bermain catur.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun