Mohon tunggu...
zeinul ubbadi
zeinul ubbadi Mohon Tunggu... -

wartawan madura channel televisi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Sisi Gila Demam Irwan

16 Mei 2015   04:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:59 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Pada beberapa kesempatan bertemu teman yang lumayan “berpendidikan”, saya membahas Demam Irwan yang sekarang sedang melanda Madura dan “daerah-daerah jajahannya" seperti Probolinggo, Jember, dan Bondowoso. Mereka semua sepakat bahwa tayangan D’Academia di salah satu stasiun televisi swasta itu kering substansi; yang disuguhkan pada pemirsa bukanlah hiburan berupa pentas musik atau kompetisi adu suara, namun hanya dagelan yang dangkal layaknya komedi.
“Coba kita liat,” kata salah satu teman saya, “Empat penyanyi tampil dalam acara yang durasinya mencapai 7 jam, dari pukul 5 sore hingga pukul 12 malam. Apa ini tidak gila. Padahal masing-masing hanya tampil 10 menit. Selebihnya, dagelan berupa komentar yang sebenarnya tidak benar-benar untuk menilai kualitas suara si penyanyi, tapi lebih cenderung untuk mempermainkan emosi penonton saja, agar tetap stay di depan televisinya. Gila” begitu komentar yang pernah terlontar.
Tapi betapa pun acara ini dicerca, mereka diam-diam tetap menonton juga, atau paling tidak ikut bercerita tetang penampilan terakhir Irwan. Mereka mengatakan “ini gila” tapi di saat yang sama mereka terlihat tidak mampu keluar dari kegilaan yang disadarinya itu.
Ini membuat saya berkesimpulan bahwa sebenarnya setiap orang memiliki “sisi gila”, sekali pun kadarnya tidak sama. Atau bagi orang yang lumayan berpendidikan, mereka bisa lebih mengendalikan “sisi gila”-nya itu.
Pada akhirnya saya juga harus berkesimpulan bahwa saya musti angkat topi bagi Produser dan Tim Kreatif D’Academia. Mengapa? Mereka berhasil menemukan sisi gila setiap orang itu dan mengeksploitasinya habis-habisan. Di mana-mana nama Irwan menggema tak terbendung. Bahkan mungkin lebih populer dari calon-calon bupati di Madura.
Saya menjumpai orang-orang di pasar sejak pagi hingga mereka pulang, tak ada lain yang mereka ceritakan selain Irwan. Begitu juga di warung, terminal, sawah, bahkan anak-anak sekolah di kelasnya masing-masing membicarakan Irwan saat guru mereka tak memperhatikan.
Sisi gila itu menemukan muaranya dengan begitu tepat. Sehingga siapa pun akan tersedot untuk memperhatikan layaknya perantau merindukan kampung halamannya. Bahkan mereka yang menyadarinya bahwa itu gila sangat sulit untuk menolaknya.
Saya melihat anak-anak sekolah pun kini rela begadang, terkantuk-kantuk hanya untuk menunggu komentar Saiful Jamil tentang lagu yang dibawakan Irwan. Mereka yang biasanya tidur jam 9 malam, kini memaksakan diri melek hingga jam 12 malam. Tidak jarang di antara mereka akhir-akhir ini harus terlambat datang ke sekolah karena bangun kesiangan. Ibu bapaknya tak sempat membangunkannya, karena mereka pun ikut begadang manggut-manggut di depan televisi.
Satu hal yang mungkin perlu menjadi catatan bagi televisi, bahwa tidak semua hal yang disukai pemirsa bisa begitu saja disuguhkan dan dieksploitasi untuk mendapatkan rating dan iklan. Tanggung jawab moral untuk mencerdaskan bangsa tetap harus menjadi pertimbangan utama.
Pengamatan terbatas saya menemukan hanya ada satu hal baik dari tayangan ini, yaitu beralihnya tema pembicaraan ibu-ibu di pasar dan di warung-warung, dari semula ngerasani tetangga, kini jadi membicarakan Irwan, Saiful Jamil, Inul, Ramzi, Soimah dan Ivan Gunawan. Mereka bercerita tentang sesuatu yang mereka sudah sama-sama tahu. Ya lumayan lah...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun