Mohon tunggu...
Ahmad 'Ubaydi Hasbillah
Ahmad 'Ubaydi Hasbillah Mohon Tunggu... -

Post graduate Student on Islamic studies, UIN Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Izinkan Aku Menhadirkan Wajahmu, Kekasihku!

11 Februari 2011   03:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:42 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebentar lagi, umat Islam di seantero jagad akan memeringati Hari Ulang Tahun (HUT) Nabinya yang ke-1485 (1432 H + 53 tahun usia nabi sebelum hijrah). Banyak hal yang bisa dipersembahkan untuknya sebagai kado ulang tahun itu. Tapi, kado-kado itu tak ada manfaatnya jika hanya sebatas dalam bentuk materi saja karena memang dia tidak memerlukan itu. Kecintaan yang dibuktikan dengan kesetiaan terhadap ajarannya tampaknya menjadi kado yang paling berharga baginya.

Lantunan salawat tampaknya masih tetap menjadi Kado Muhammad yang paling "murah meriah" dan mudah. Tentu kado-kado itu tak hanya sebatas diberikan begitu saja, tanpa ada rasa kasih sayang yang merindukan pertemuan dengannya. Entah kenapa dan apa istimewanya, yang jelas pertemuan itu menjadi dambaan setiap muslim. Bagi mereka yang pernah membaca nasihat dan petuah-petuahnya, sangat wajar jika dambaan itu menghampiri dirinya. Tapi, kenyataannya tak sedikit orang yang sama sekali tak pernah mendengar petuah tentang keutamaan melihatnya, pun juga tetap setia merindu dan menanti pertemuan dengannya.

Buat anda yang masih merindukan wajahnya, masih penasaran dengan kepribadiannya, sangat direkomendasikan membaca sirah dan hadis-hadis shamail. Hadis yang berisi tentang deskripsi sosok nabi Muhammad dari segi fisiki, psikis, dan akhlaqnya. Sifat-sifatnya terekam dalam catatan yang biasa dikenal dengan sebutan al-shama>'il al-muh}ammadi>yah. Hadis-hadis yang ada dalam rumpun tersebut bisa digunakan sebagai acuan untuk mengenal lebih dekat sosok nabi hingga kepada tingkat membayangkan postur tubuh atau keadaan fisik nabi saw sekalipun.

Bagi umat Islam, mengikuti segala yang bersumber dari nabi merupakan sebuah kemuliaan tersendiri yang diganjar dengan sepaket pahala karena telah melakukan perbuatan sunnah. Bahkan beberapa kelompok terlalu berlebihan dalam dalam mengamalkan sunnah nabi ini sehingga terkesan sebagai sebuah kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap individu muslim. Jika tidak, maka akan terperosok ke dalam jurang bid'ah, mengada-adakan hal baru dalam agama yang sama sekali tidak pernah diajarkan oleh nabi saw dan para sahabat atau al-salaf al-s}a>lih}. Lebih ekstrim lagi, klaim bid'ah tersebut kemudian berujuang pada sebuah stigma sesat yang pelakunya diancam neraka sebagaimana yang dipahami dari sebuah hadis nabi saw.

Upaya serius untuk mengikuti sunnah-sunnah nabi saw ini kemudian menuntut pelakunya untuk mengenal segala yang gaya, sifat, penampilan, sikap dan perbuatan nabi saw sehari-hari. Segala keterangan diperoleh tentang sosok nabi harus diikuti dan tidak boleh ditinggalkan. Maka, segala bentuk gaya dan penampilan fisik sekalipun, yang tidak sama dengan nabi harus segera diubah total dan kemudian disesuaikan dengan nabi saw. Cara berpakaian yang sebelumnya mengikuti tradisi lokal harus diubah menjadi seperti cara dan model berpakaian nabi saw. Ukuran rambut dan jenggot pun sedapat mungkin disamakan dengan nabi, tanpa melihat esensi sikap, sifat dan perbuatan nabi saw tersebut. Di satu sisi, semangat mengikuti nabi secara tekstual seperti ini sangat positif, namun di sisi lain juga ada beberapa hal yang perlu dibenahi, khususnya jika kemudian terjadi penyesatan yang berujung pada justifikasi neraka bagi yang tidak mengikuti nabi secara tekstual.

Meski demikian, bagi umat Islam, menggambar atau melukis apalagi membuat karikatur nabi saw adalah sebuah tindakan yang sangat tabu. Bagi sebagian besar umat Islam, -untuk tidak menyatakan semuanya- hal ini dapat dikategorikan sebagai bentuk penghinaan terhadap nabi. Nabi yang begitu mulia terlalu sempurna untuk digambar dalam bentuk lukisan. Kesempurnaan nabi dari segi fisik maupun non fisik ini membuat setan yang ahli menjelma menjadi sosok tertentu sekalipun, tak mampu menyerupai apalagi menjelma sebagai sosok nabi saw. Apalagi sebuah lukisan yang sangat sarat dengan distorsi bentuk asli objek yang digambarkannya.

Oleh karena itu, tak satu pun buku-buku sejarah (si>rah) dilengkapi dengan ilustrasi gambar nabi saw. Hal ini berbeda dengan para sahabat yang dapat diilustrasikan dalam bentuk gambar. Sementara nabi ketika diilustrasikan dalam bentuk visual, baik itu film atau gambar dua dimensi, selalu diperankan oleh cahaya yang terang benderang atau sekadar aksara arab yang membentuk nama Muhammad saw.

Memang, tidak ada dalilal-Quran (dan hadis langsung dari nabi) yang secara tegas dan pasti melarang visualisasi sosok rasulullah. Bahkan hadis-hadis banyak memberikan deskripsi yang cukup komprehensif tentang sosok beliau, baik dari segi fisik, maupun non fisik. Dalam hadis-hadis shamail, sosok Rasulullah digambarkan memiliki wajah tampan; matanya belo dengan hitam mata yang pekat dan putih mata yang bersih, bulu mata yang lentik, dan tampak seperti selalu memakai celak, padahal tidak; berjenggot lebat; memiliki dada yang bidang dan bahu yang tegap; berkulit bersih; lengan dan kakinya tampak kokoh; postur tubuhnya proporsional, tidak terlalu tinggi, juga tidak terlalu pendek; tegap jika berjalan; jika ada yang memanggil, ia akan menengok dengan menghadapkan seluruh tubuhnya.

Singkatnya, Rasulullah adalah sosok gagah dan perawakannya sangat berwibawa. Secara fisik, ia memiliki postur tubuh yang cukup ideal, tidak memiliki cacat yang memungkinkan itu menjadi bahan olok-olok orang-orang yang memusuhi dan menentang risa>lah yang ia bawa. Sebab, sebagai risiko orang yang melawan arus, cacat fisik atau cacat moral sekecil apa pun pada dirinya bisa dibesar-besarkan sebagai alat propaganda untuk pembunuhan karakter agar orang-orang menolak risalahnya.

Dalam hadis yang diriwayatkan al-Tirmidhi>, salah seorang sahabat bernama Ja>bir ibn Samurah menggambarkan pesona Rasulullah, "Malam itu begitu cerah. Kulihat Rasulullah menyelimuti diri dengan jubah merah. Lalu, kutatap bulan. "Menurutku Rasulullah lebih menawan (daripada bulan itu)." Kata Jabir.

Siapapun orangnya, ketika membaca hadis-hadis itu, pasti akan membayangkan sosok Rasulullah dengan deskripsi di atas, meski dengan perspektif yang berbeda-beda, dengan cara menghadirkannya di dalam pikiran dan menghayatinya di dalam rasa. Sementara mata hanya dapat merasa rindu rupa, dan penasaran ingin melihatnya langsung dengan terbuka. Demikianlah yag pernah dialami oleh Musa a.s yang penasaran dengan sosok Tuhan, ingin melihat-Nya dengan mata telanjang, setelah ia mendengar suara-Nya secara langsung. Namun, menolak permintaan Musa dengan cara yang sangat bijaksana. Dia tidak memilih hadir dalam rupa, tetapi dalam rasa, dalam jiwa, tak terpaku pada deskripsi dan simbol sehingga memungkinkan siapa pun untuk menghayati-Nya secara personal sesuai dengan kedalaman jiwa masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun