Rasululloh bersabda,
كُلُّ بَنِى آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
“Setiap bani adam berbuat dosa dan sebaik-baik orang yang berbuat dosa adalah yang bertaubat.” (HR. Ibnu Majah).
Entah sudah berapa kali ada yang mengirimkan pesan via inbox setelah membaca catatan, “Indahnya Malam Pertama.” (Lihat : http://www.oaseimani.com/2010/05/indahnya-malam-pertama/ ) Semenjak menuliskannya, aku tidak pernah membayangkan bahwa catatan itu menjadi catatan yang akan selalu dibaca. Acara yang sedemikian sederhana dan hanya diikuti oleh 15 peserta ternyata tidak hanya bermakna dan mengena bagi para peserta tetapi juga para pembaca, seolah mereka mengikuti acara tersebut langsung dan menjadi terdakwa. Kalau boleh aku sampaikan, kepada bapak Kiseno yang melatih kami dalam trainingnya, Life Management Training, dan juga anak-anak didikku yang mensukseskan acara malam itu lah seharusnya mereka berterima kasih.
Salah satu pesan yang masuk via inbox FB=ku adalah –asli tanpa edit kata- :
“Salamu'alaikum wr.wb. ya ustadz....,
Untuk kesekian kali nya, kini ku menangis di malam yang buta ini.
Aq yang telah berdosa bahkan aq menganggap diri q memiliki dosa sudah setara dengan banyaknya buih di lautan dan tingginya sebuah Gunung merasa tak berarti lagi sebagai manusia atau makhluk Tuhan apapun dan merasa tak pantas hidup di bumi Allah ini. Namun aq percaya bahwa Allahu robbul izzati maha Ghofur hingga aq sampai saat ini masih bertahan hidup. Walau pun demikian adanya, diri q tetap saja di landa keputus asaan utk mencari sebuah pengampunan sebab sampai kini aq masih tak dapat menemukan tempat utk q kembali ke jalan Tuhan q, Allahu Rabbi.
Terkadang pun, di saat aq mendengar azan berkumandang. Aq menangis seolah diri q lebih hina dari seekor binatang yang selalu bertasbih menyambut dtg nya seruan sang Mu'azzin.
Ustadz, apa yang saya tulis ini bukanlah semata-mata kata kiasan dan perumpamaan dalam berkata-kata tapi ini adalah sebuah kata dari jeritan hati yang telah ternoda.
Tolong saya ustadz....
untuk melepas belenggu dosa yang ada pada diri q ini......”.
Mungkin kalimat pembuka untuk mengawali catatan ini adalah perkataan al-Qahthani dalam nuniyahnya. Katanya,
وَاللهِ لَوْ عَلِمُوْا قَبِيْحَ سَرِيْرَتِيْ
لأَبَى السَّلاَمَ عَلَيَّ مَنْ يَلْقَانِيْ
وَلَأَعْرَضُوْا عَنِّيْ وَمَلُّوْا صُحْبَتِيْ
وَلَبُؤْتُ بَعْدَ كَرَامَةٍ بِهَوَانِ
لَكِنْ سَتَرْتَ مَعَايِبِيْ وَمَثَالِبِيْ
وَحَلِمْتَ عَنْ سَقَطِيْ وَعَنْ طُغْيَانِيْ
فَلَكَ الْمَحَامِدُ وَالْمَدَائِحُ كُلُّهَا