Hubungan interpersonal  dan sosial merupakan bagian penting dalam kehidupan, terutama bagi generasi muda seperti Generasi Z (Gen Z). Di era digital yang serba terkoneksi, hubungan antarindividu menjadi lebih mudah dijalin, tetapi juga lebih rumit untuk dijaga. Gen Z sebagai generasi yang tumbuh besar dengan teknologi, menghadapi tantangan baru dalam menjalin hubungan, salah satunya adalah fenomena toxic relationship. Hubungan yang tidak sehat ini dapat muncul dalam berbagai bentuk, baik dalam hubungan romantis, pertemanan, maupun interaksi keluarga, terutama dengan kehadiran media sosial dan budaya digital yang memengaruhi pola komunikasi. Fenomena ini kian marak di kalangan Gen Z karena beberapa faktor seperti perkembangan teknologi, perubahan nilai-nilai sosial, dan tekanan hidup yang tinggi. Toxic Relationship tidak hanya terjadi pada pasangan saja tetapi juga bisa terjadi dalam lingkaran pertemanan.
MENGENAL APA ITU TOXIC RELATIONSHIP?
Toxic Relationship adalah hubungan yang tidak sehat, di mana salah satu atau kedua pihak secara konsisten memberikan dampak negatif pada kesehatan mental, emosional, atau bahkan fisik satu sama lain. Dalam hubungan ini, sering terjadi pola interaksi yang merugikan, seperti manipulasi, dominasi, atau kurangnya rasa hormat.
CIRI-CIRI TOXIC RELATIONSHIP
1. Kurangnya Kepercayaan: Salah satu pihak sering merasa curiga tanpa alasan yang jelas.
2. Manipulasi Emosional: Salah satu pihak menggunakan rasa bersalah atau ancaman untuk mengontrol yang lain.
3. Komunikasi Buruk: Banyak konflik yang tidak terselesaikan dan komunikasi penuh kritik atau hinaan.
4. Ketergantungan yang Berlebihan: Ketergantungan emosional yang membuat seseorang kehilangan identitas atau kebebasannya.
BAGAIMANA ERA DIGITAL MENJADI PENGARUH TOXIC RELATIONSHIP
Teknologi telah mengubah cara manusia berinteraksi. Sayangnya, tidak semua perubahan membawa dampak positif. Berikut beberapa cara era digital memperburuk fenomena toxic relationship:
1. Over-Exposure di Media Sosial
Media sosial sering kali menjadi ajang pembuktian diri, termasuk dalam hubungan. Pasangan atau teman mungkin merasa "berhak" memantau aktivitas satu sama lain secara berlebihan, yang sering kali menimbulkan rasa tidak percaya. Sikap ini dapat berujung pada posesif atau kecemburuan yang tidak sehat.
2. Komunikasi yang Tidak Seimbang
Pesan instan, seperti melalui WhatsApp atau DM, mempermudah komunikasi tetapi juga menimbulkan ekspektasi yang tidak realistis. Misalnya, seseorang yang tidak segera membalas pesan bisa dianggap mengabaikan atau tidak peduli, memicu konflik yang sebenarnya tidak perlu.
3. Cyberbullying dan Manipulasi Digital
Dalam hubungan yang toxic, teknologi dapat menjadi alat manipulasi, seperti menyebarkan informasi pribadi, mengancam, atau menghina seseorang di platform publik. Hal ini memperburuk tekanan emosional dan membuat korban merasa terjebak.
4. Ketergantungan pada Validasi Digital
Banyak Gen Z yang mengukur keberhasilan hubungan melalui jumlah "likes" atau komentar di media sosial. Hal ini menciptakan tekanan untuk menunjukkan hubungan yang "sempurna", meskipun kenyataannya tidak demikian.
5. Kurangnya Privasi
Era digital membuat privasi menjadi hal yang sulit dijaga. Beberapa orang dalam hubungan toksik memanfaatkan akses ini untuk mengontrol atau memata-matai pasangan mereka.
DAMPAK TOXIC RELATIONSHIP Â DI ERA DIGITAL
Toxic relationship yang diperburuk oleh teknologi dapat menyebabkan:
1.Gangguan Kesehatan Mental: Stres, kecemasan, hingga depresi.
2.Hilangnya Kepercayaan Diri: Rasa tidak cukup baik akibat kritik atau kontrol berlebihan.
3.Isolasi Sosial: Ketergantungan pada satu hubungan mengurangi interaksi sosial yang sehat.
4.Trauma Psikologis: Manipulasi dan ancaman digital meninggalkan luka emosional mendalam.
SOLUSI UNTUK MENGATASI TOXIC RELATIONSHIP DI ERA DIGITAL
1.Tingkatkan Kesadaran Diri
Kenali tanda-tanda toxic relationship dalam hubungan Anda. Jika merasa tidak nyaman, tertekan, atau kehilangan kebebasan, ini mungkin tanda hubungan yang tidak sehat.
2.Jaga Privasi Digital
Jangan terlalu banyak membagikan informasi pribadi di media sosial. Pasangan atau teman yang sehat akan menghormati privasi Anda tanpa perlu memantau semua aktivitas digital Anda.
3.Tetapkan Batasan Teknologi
Batasi penggunaan teknologi dalam hubungan, seperti menentukan waktu khusus untuk offline bersama atau tidak memaksa pasangan untuk selalu memberikan akses ke akun media sosial mereka.
4.Komunikasi yang Sehat
Era digital sering menggantikan komunikasi tatap muka dengan pesan teks. Pastikan untuk tetap memiliki waktu untuk berdiskusi langsung dan menyelesaikan konflik secara sehat.
5.Cari Dukungan Profesional
Jika Anda merasa sulit keluar dari hubungan toksik, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan psikolog atau konselor. Mereka dapat membantu Anda membangun kembali kepercayaan diri dan memberikan panduan untuk melindungi diri.
6.Edukasi tentang Hubungan Sehat
Pahami bahwa hubungan yang sehat didasarkan pada rasa saling menghormati, kepercayaan, dan kebebasan. Edukasi ini dapat dilakukan melalui buku, seminar, atau konten-konten positif di media sosial.
7.Manfaatkan Teknologi secara Bijak
Alih-alih membiarkan teknologi menjadi alat manipulasi, gunakan platform digital untuk mendukung kesehatan mental, seperti mengikuti akun edukasi psikologi, bergabung dalam komunitas positif, atau mengikuti kursus pengembangan diri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H