“Tenang saja, bu guru punya caranya. Gak akan ada yang menertawakanmu lagi. Percayalah.”
Hari kedua saat pelajaran olahraga. Seperti yang dibayangkan, beberapa anak lagi-lagi berkata, “Iih, jijik banget!” sambil menghindar beberapa langkah.
Mendengar semua ini, Kalin hanya bisa menutup kedua telinganya menggunakan tangan. Saat itu, tiba-tiba pintu terbuka dan bu guru datang. Beberapa anak berlari ke arah guru mereka dan berkata, “Bu, liat deh, punggung dia kayak ada dua ekor ulat besar.”
Bu guru berjalan mendekati Kalin lalu berekspresi terkejut, seolah ia bisa membayangkan seorang dokter yang sedang menjahit punggung Kalin.
“Ini bukan ulat!” kata bu guru sambil mengernyitkan pandangan matanya melihat punggung Kalin, lalu berkata, “Dulu ibu pernah mendengar sebuah cerita, kalian mau dengar gak?”
Anak-anak berseru-seru dan mereka semua berkumpul mengeliling di sana.
Bu guru memulai ceritanya. “Ini adalah sebuah legenda, setiap anak-anak itu jelmaan dari malaikat di atas langit sana. Ada malaikat yang sangat cepat melepaskan sayapnya saat berubah menjadi anak kecil, ada juga malaikat yang gerakannya lebih lambat dan tidak sempat melepas sayapnya saat berubah. Nah, saat malaikat-malaikat itu berubah menjadi anak-anak, di punggung mereka akan tersisa dua buah bekas luka kayak gini.”
“Woaahhh…” seru anak-anak. Lalu ada anak yang berkata, “Kalau gitu ini sayap malaikat dong?”
“Betul sekali,” jawab bu guru sembari tersenyum.
“Bu guru, aku punya sedikit bekas luka di sini, ini sayapku bukan? Tanya seorang anak dengan gembiranya sambil mengangkat tangan. “Heleh, bukan itu, bagian iniku juga merah, aku baru malaikat sebenarnya.” Sahut anak lain.
Semua anak sibuk memperdebatkan hal bekas luka itu ada di punggung mereka, hingga mereka sama sekali lupa mengejek Kalin. Raut senyum mulai tampak dari wajah yang semulanya merah ingin menangis.