Mohon tunggu...
Ni Nyoman Anna M
Ni Nyoman Anna M Mohon Tunggu... lainnya -

I love traveling, reading, and writing. Addicted to my son, Arung Panrita

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Namaste...

24 Oktober 2010   12:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:09 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

February 24th 2010 Finally, Nepal, I’m here….!!! Oh, I should start my writing with ‘Namaste’. It’s a word in Nepali for greeting people you meet or a simple ‘hi’ and ‘good bye’. Perjalanan ke Nepal ini dalam rangka untuk melakukan bagian dari studi Master saya di jurusan Participation, Power dan Social Change di Institute of Development Studies. Saya harus melaksanakan Work Based Learning atau semacam penelitian di organisasi setempat. Saya berangkat bersama suami saya yang juga akan bekerja sukarela di organisasi lokal lainnya. Kami berdua memang kebetulan sama-sama senang melakukan kerja sukarela dan bepergian. Setelah perjalanan panjang yang melelahkan dari Heathrow, London dan transit di Bahrain, akhirnya sampai juga di bandara Tribhuvan di Kathmandu, ibukota Nepal. Waktu setempat menunjukkan pukul 5 sore. Beberapa menit sebelum mendarat, saya menikmati pemandangan deretan pegunungan Himalaya dari atas pesawat. Nampak dikejauhan beberapa puncak yang tertutupi salju. Sekitar sepertiga bagian pegunungan Himalaya ini memang berada di daerah teritori Nepal.  Negara ini mengklaim memiliki 10 puncak tertinggi dari 14 puncak tertinggi di dunia. Dari ketinggian, kota Kathmandu terlihat padat dan berwarna kecoklatan. Saya seperti melihat sebuah kota kecil di padang pasir (meskipun saya sendiri belum pernah ke padang pasir, hanya membayangkan) dengan hembusan angin dedebu dan pepohonan yang tak begitu banyak. [caption id="attachment_301268" align="aligncenter" width="300" caption="Kathmandu from above (photo by nyomnyom)"][/caption] Bandara Internasional Tribhuvan ini tak begitu luas, seperti bandara Hasanuddin lama di Makasar sebelum pindah ke lokasi yang sekarang. Sejak Nepal membuka diri untuk orang luar sekitar 50 tahun lalu dan situasi keamanan pasca konflik People Movement tahun 2006 mulai membaik yang ditandai dengan bergantinya sistem negara dari Monarkhi ke Federal Democratic Republic semakin banyak orang dari negara lain yang berkunjung ke daratan tertutup ini. Pemerintah Nepal sendiri juga menyediakan ‘visa on arrival’ bagi para turis yang datang. Pilihan visa turis yang tersedia adalah untuk 30 hari, 60 hari dan 90 hari. Maksimum masa tinggal dalam jangka waktu satu tahun periode berjalan (January-December) adalah 150 hari. Harga visa tergantung pilihan hari yang akan kita ambil. Berhubung sudah mendapat visa yang diurus di kedutaan Nepal di London, maka saya dan suami hanya perlu mengisi form kedatangan sebelum pemeriksaan imigrasi. Visa akan berlaku terhitung sejak stempel kedatangan kita di bandara. Karena saya tiba tanggal 24 Februari, maka visa kami akan habis pada tanggal 24 Mei (visa 90 hari). Saya terpaksa harus mengambil visa turis karena Nepal tidak menyediakan visa khusus untuk penelitian dan saya tidak bisa mengapply visa kerja atau belajar karena saya tidak datang untuk bekerja yang dibayar ataupun belajar di Nepal. [caption id="attachment_301273" align="aligncenter" width="300" caption="Tribhuvan Airport (photo by nyomnyom)"][/caption] Cukup susah juga untuk bisa mendapatkan troli untuk bagasi yang cukup banyak ini. Untungnya tak lama ada petugas yang datang membawa masuk beberapa troli kosong. Petugas di bandara ini ramah-ramah dan berbahasa Inggris dengan baik sehingga saya dengan mudah berkomunikasi untuk mencari tahu dimana ‘pick up point’. Ternyata begitu sampai diluar banyak sekali supir-supir taksi, penjemput dari hotel dan para pengangkut barang yang berdiri dan memanggil-manggil setiap orang yang keluar dari ruang kedatangan agar mau memakai jasa mereka. Sebelumnya kami sudah memesan lewat internet sebuah kamar di guest house di Thamel dan termasuk jasa penjemputan di bandara. Petugas guest house mengatakan akan mengirim karyawannya untuk menjemput dan akan membawa sebuah papan bertuliskan nama saya. Membaca kebingungan diwajah kami yang tak juga menemukan penjemput dengan nama saya, para supir taksi mulai berkerumun mendatangi kami dan menawarkan diri untuk mengantar ke tujuan. Dengan bujuk rayu mereka mengatakan bahwa kami mungkin tidak dijemput dan hari semakin malam maka akan susah mendapatkan taksi menuju Kathmandu. Karena yakin akan dijemput, saya meminta suami untuk mengecek kembali para penjemput dengan papan nama. Saya sendiri cukup lelah dan mencari tempat yang sedikit tenang dari para supir taksi ini sambil menunggu suami. Rupanya tak nampak juga penjemput kami. Saya sudah sempat putus asa. Ini adalah kali pertama kami ke Nepal. Kami sama sekali tak tahu mengenai jalan-jalan di Nepal dan bagaimana menuju ke tempat kami akan menginap. Kami belum memiliki nomor telepon Nepal, belum punya mata uang Nepal dan ketika saya mencoba mencari telepon umum untuk menghubungi telepon ternyata tak satu pun yang berfungsi (untung saya belum sampai menukar uang di bandara ini, soalnya nilai tukarnya rendah). Setelah sekitar 45 menit menunggu, sekilas saya melihat dari kejauhan di dekat parkiran tempat para penjemput menunggu  seseorang berbaju putih dengan papan nama yang diangkat. Meskipun sebelumnya suami sudah mengecek kesana, saya memintanya sekali lagi untuk bertanya ke orang yang berbaju putih tersebut. Ah, benar dugaan saya. Itu adalah penjemput kami. Suami saya datang bersama dua orang yang membawa papan nama bertuliskan nama saya. Mereka rupanya mengira orang yang akan dijemput berwajah bule karena datang dari Inggris. Makanya mereka hanya mengangkat papan nama itu ketika orang-orang western yang lewat. Memang benar yang datang dari Inggris, tapi asli Asia tulen, hehehe. Dari bandara menuju Thamel sekitar 20 menit. Kesan pertama saya melihat Kathmandu langsung adalah mirip desa-desa kecil di Sulawesi Selatan. Mendekati Thamel, mulai terlihat ramai toko-toko suvenir dan para pedagang serta turis-turis lalu lalang. Thamel memang merupakan tempat persinggahan para turis yang akan trekking. Makanya ramai dengan hotel, penginapan dan toko-toko suvenir.  Syukurlah kami bisa sampai dengan selamat di guest house, membersihkan diri dan istirahat. Rencananya besok baru kami akan mengeksplor Thamel dan sekitarnya. What a day !!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun