Tahun 70an, misteri Tibu Gatep masih melekat dalam ingatan anak-anak di masa itu. Tibu Gatep sebenarnya sebutan di desa yang terdiri dari Tibu itu sungai yang airnya dalam. Dan gatep itu semacam buah yang bisa dimakan, dimana tumbuhan ini lebih banyak di pinggir sungai atau daerah yang banyak tanaman besar dan belukar. Buah gatep jaman dahulu menjadi makanan pavorit karena bisa digunakan untuk camilan seperti digoreng, direbus.
Tibu Gatep terletak di pinggir timur desa, berbatasan dengan desa tetangga. Tibu ini memiliki curug disebelah timur. Kelihatan indah dan menarik. Konon di timur ujung selatan ailiran sungai, ada semacam lubang air kebawah. Disinilah kalau air besar sering membentuk useran, dan sangat beresiko bila ada yang mandi sekitar itu. Aliran Tibu Gatep disebut sungai Yeh Sungi, yang bermuara di pantai Nyanyi. Orang tua sering menceritakan pernah terjadi peristiwa kematian yang dialami oleh seorang nenek yang tenggelam di Tibu Gatep. Ceritanya suatu saat:
"Dimana Dadong Men Putu?" Pan Putu menanyakan keadaan ibunya, dengan mimik yang agak cemas.
"Saya tidak melihatnya. Kebetulan tadi ditinggal memberi makan babi". Jawab Men Putu, yang juga kelihatan cemas. Betapa tidak cemas. Karena sebelumnya orang tuanya pernah juga menghilang. Sampai sore, dia tidak datang. Keluarga dan tetangga ikut mencari. Entah bagaimana, setelah agak sore, tempat dimana Dadong ditemukan tadinya sudah banyak yang kesana, sambil menebas belukar yang ada di rurung. Orang-orang pada berbisik mungkin Dadong disembunyikan
Wong Samar. Mereka banyak yang ketakutan, sambilbergegas pulang kerumah masing-masing. Keesokan harinya tersiar berita bahwa Dadong Saplir, konon disenangi oleh penunggu di Tibu Gatep. Itulah sebabnya ia lama tidak ditemukan saat mencari, namun tiba-tiba kelihatan karena sudah dilepas. Para tetua merasa yakin kemungkinan itu terjadi.
Hari terus berlalu. Peristiwa menghilangnya Dadong Saplir kembali tersiar. Keluarga dan masyarakat sekitar mulai gelisah. Sama seperti saat menghilang pertama. Keluarga dan masyarakat sibuk mencari.
"Ngapain itu dicari Kembar. Dadong memang suka pergi di daerah sungai. Kan sering dia datang dengan membawa kayu bakar. Sebentar aja dia datang".Koming duduk santai sambil menikmati kopi. Dia berpikir orang seperti Dadong pasti sering tersesat karena dia pikun. Sebaiknya keluarga tidak memberikan keluar rumah, apalagi jauh-jauh.
"Ih, kamu jangan ngomong gitu Koming. Orang-orang sudah lelah mencari. Bapa kelian sudah memberi arahan bahwa sampai malam nanti pencarian tidak dihentikan. Masyarakat sudah disuruh membawa alat yang bisa mengeluarkan suara, sentir, lobakan, dan prapak. Kamu tahu prakpak?"
"O, gitu ya. Ngeri juga. Jujur saya orang penakut. Mbar, nanti dekat-dekat aku ya".
"Apalagi begitu. Jangan ngomong salah-salah" "Maaf ya Kembar. Aku mengaku salah". Kembar mengangguk, dan mengajak Koming mempersiapkan sentir dan juga lobak.