Mohon tunggu...
Nyoman Sarjana
Nyoman Sarjana Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Penulis

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kearifan Lokal Bali, Sisi Lain WWF

19 Mei 2024   06:19 Diperbarui: 19 Mei 2024   06:28 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kearipan Lokal Bali, Sisi Lain WWF

Pagelaran World Water Forum ke-10 pada 18--25 Mei 2024 yang berlangsung di Bali menjadi momentum yang baik untuk Bali menampilkan wajah pulau dan masyarakatnya sehingga layak diberikan label sebagai salah satu destinasi wisata kelas dunia.

Hal ini sangat beralasan karena dari 110 negara yang hadir diwakili oleh kepala negara baik presiden, perdana menteri maupun utusan lainnya akan datang ratusan ribu orang ditambah awak media masa yang akan meliput.

Masyarakat Bali tentu menyambut acara ini dengan sangat antusias. Salah satu destinasi yang akan dikunjungi adalah obyek wisata Jati Luwih di Kabupaten Tabanan. Obyek persawahan yang indah dan sudah dijadikan heritage dunia.

Lalu apa hubungannya dengan kearifan lokal Bali?
Leluhur masyarakat Bali telah mewarisi berbagai macam kearifan lokal yang mengisyaratkan betapa manusia harus dekat, harus sayang dengan alam. Masyarakat Bali menjaga kesucian sumber mata air sehingga dapat terjaga dengan baik. 

Salah satu kearifan lokal itu adalah Tumpek Uye. Tumpek Uye atau biasa disebut Tumpek Kandang dirayakan setiap enam bulan sekali. Menurut penanggalan kalender Bali, Tumpek Uye jatuh setiap Sabtu Kliwon Wuku Uye. Upacara ini memiliki makna yaitu sebagai wujud rasa syukur hewan atau  binatang karena dapat membantu dalam kehidupan manusia demi menjaga keharmonisan kehidupan.

Tumpek Uye tidak hanya ditujukan kepada binatang, tetapi juga untuk terhadap Bhuana Agung (makrokosmos) dengan adanya persembahan sesaji sebagai rasa wujud syukur atas ciptaan Nya.

Sebagaimana yang telah digariskan pembangunan di Bali selalu dilandasi Tri Hita Karana yaitu menjaga keharmonisan alam, manusia dan lingkungan (binatang, tumbuhan dan isi alam lain).

Dasar ini kemudian dijadikan visi pemerintah Bali yang disebut Sad Kerthi. Salah satunya adalah Segara Kerthi, yang dimaknai air atau samudera sebagai sumber alam yang perlu dijaga agar tetap mengandung nilai kesucian dan kebersihan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun