Mohon tunggu...
gus payu
gus payu Mohon Tunggu... -

kesederhanaan hidup yang mapan

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Kutukan Pahlawan Kita

24 September 2012   14:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:47 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

KUTUKAN PAHLAWAN KITA

Kita akan mulai berbicara tentang hal yang tak pernah bisa dituntaskan keganjilannya. Tentang perilaku yang tak acuh akan kehormatan dan martabatnya, serta mulai diduakan. Seandainya hal itu adalah manusia yang penuh perasaan, maka tak terbantahkan lagi, semenjak dulu telah meregang nyawa dari dunia ini. Tetapi bahasa, bahasa tidak seperti manusia yang penuh keangkuhan dan kelupaan. Bahasa bersikeras dan tetap setia menjadi pengantar pikiran, perasaan, ide, gagasan, bahkan cacian, dari satu individu ke individu lain, baik itu bersifat lisan maupun tulisan. Sebagai sarana berkomunikasi bahasa menerima berbagai perlakuan yang tak mengenakan dari pemakai bahasa atau penutur. Penutur dengan mudahnya mengacaukan bahasa dan mengingkari kaidah-kaidah yang telah melebur dalam diri bahasa itu sendiri.

Tidak menghormati bahasa, sama halnya dengan menghina bangsa yang memangkunya dan mengakuinya. Telah disumpahkan dengan nyata pada tanggal 28 oktober, “Kami Putra-Putri Indonesia Menjunjung Bahasa Persatuan Bahasa Indonesia”. Sumpah ini telah membulatkan tekad masyarakat Indonesia, untuk menjunjung tinggi bahasa Indonesia. Tetapi apa daya, sifat kelupaan dan keangkuhan telah mengobrak-abrik dengan halus lembut kecintaan terhadap bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia oleh anak kandungnya sendiri telah digunakan sekadarnya tanpa adanya pemeliharaan. Kecerdasan pribadi yang dewasa ini kian meruncing sungguh tidak digandengi dengan moral yang sepadan. Bahasa Indonesia terkesan diremehkan, dalam artian penutur yang berdarah daging bangsa Indonesia sendiri menghambarkan rasa bahasa bangsa ini, dan lebih meraja-ratukan bahasa asing.

Memang tidak pernah dikatakan salah mempelajari bahasa asing, sebab di zaman global seperti ini tidaklah mungkin suatu bangsa hidup dalam kemonolingualan. Hadirnya bahasa asing kita sambut dengan tangan terbuka, akan tetapi janganlah kita melupakan leluhur kita sendiri.

Mari melingkupkan jelajah pembicaraan kita, terkait bahasa Indonesia dan pencintanya serta mereka yang menghianati. Jangan kita sorotkan masalah ini pada para masyarakat yang hambar akan pendidikan. Bagaimana penggunaan bahasa Indonesia para pedagang di pasar? Tata cara penggunaan bahasa Indonesia para petani yang sedang tawar menawar harga padi mereka dengan juragan-juragan kelas kakap? dan, mungkin bagaimana tata bicara seorang pengangkut sampah ketika menagih iuran sampah pada pemilik hotel? Biarkan mereka bertarung dengan getir kehidupan. Sekarang tiliklah individu-individu yang bernaung dalam zona kependidikan dan paham tentang pendidikan.

Posisi Bahasa Indonesia di Sekolah

Mata pelajaran bahasa Indonesia di berbagai sekolah termasuk tingkatannya dipandang seperempat mata oleh subjek didik dan mungkin juga bagi pendidik itu sendiri. Inilah salah satu alasan yang mendasar dikatannya peremehan terhadap bahasa Indonesia. Ini bukanlah wacana yang bersifat baru dan rahasia, tetapi telah menjadi wacana yang umum seumum-umumnya. Subjek didik hanya menganggap sebatas angin lalu tentang pelajaran bahasa Indonesia. Terlebih lagi, subjek didik yang berprestasi dan gemilang dalam bidang bahasa khususnya bahasa Indonesia mendapat sambutan yang seadanya dari berbagai pihak. Lain halnya jika subjek didik yang berprestasi dalam bidang ilmu perhitungan, selalu dipoyapoyakan dengan pujian, dan pada akhirnya disematkan gelar siswa terpintar. Perbedaan perlakuan ini akan mengundang keseriusan dan minat subjek didik terhadap mata pelajaran terkait. Kesuksesan dengan penghargaan yang lemah cenderung ditinggalkan dan dianggap biasa-biasa saja bahkan sia-sia.

Mata pelajaran bahasa Indonesia sempat menuai alur yang memprihatinkan tetapi sekaligus membawa keberuntungan terhadap bahasa Indonesia itu sendiri. Alur itu adalah membludaknya siswa yang tidak lulus ujian nasional dan penyebab utama ketidaklulusan ini adalah mata pelajaran bahasa Indonesia. Fenomena yang tidak diperhitungkan ini menguncang pendidikan. Secara serentak sorot mata membidik pada satu perihal, yaitu kesadisan sebuah bahasa. Inilah kemarahan bahasa yang diremehkan, akibatnya tak tertanggungkan lagi.

Sejujurnya, fenomena di atas memberi dampak yang sangat positif terhadap kepedulian pada bahasa Indonesia dan penggunaannya. Dampaknya, mulailah berbenah iklim sekolah berkaitan dengan keseriusan subjek didik dan pendidik terhadap bahasa Indonesia. Walaupun, yakinlah perlakukan itu bukan berdasar dari hati, lebih terkesan sebagai sebuah keterpaksaan.

Sangatlah jitu mata pelajaran bahasa Indonesia masuk dalam daftar mata pelajaran yang diujinasionalkan. Sedikit tidaknya bahasa Indonesia mendapat bagian ruang kecil untuk di matangkan dalam diri siswa. Seandainya, mata pelajaran bahasa Indonesia yang dianggap begitu mudahnya tidak masuk dalam daftar ujian nasional, maka habis sudalah bahasa Indonesia itu sendiri. Kemungkinan yang sangat besar bagi bahasa Indonesia atau mata pelajaran bahasa Indonesia terpinggirkan, atau lebih tepatnya lagi dipinggirkan dari sekolah bahkan ruang kependidikan. Mata pelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Indonesia akan mulai menguap dan meniada. Tetapi semoga saja, semua ini selalu ada dalam batas pengandaian.

Bahasa Indonesia dari Sudut Pejabat dan Penghianat Bahasa Bangsa

Pejabat atau para petinggi Negara adalah salah satu di antara berbagai pihak yang berkewajiban memuliakan bahasa Indonesia. Sebagai petinggi Negara, memuliakan bahasa, menghargai, menghormati, dan menjunjung tinggi bahasa negaranya sendiri bukanlah merupakan tugas yang rumit. Bahkan lebih sederhana ketimbang urusan korupsi besar-besaran dan penuntasannya yang sempoyongan. Menghargai bahasa bangsa merupakan tugas yang sangat mulia. Sebab, identitas bangsa yang sejati tak pernah lepas dari kesejatian bahasa bangsa itu sendiri. Jadi menghargai, menghormati dan menjunjung bahasa, sama halnya dengan menjunjung identitas dan harga diri bangsa.

Sulit untuk menemukan jawaban, sebenarnya hal apa yang membuat para pejabat mengaburkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Tanpa diminta dan tanpa dingatkanpun sebenarnya para pejabat harus sadar bahwa mereka memang harus mencintai bahasa dan identitas bangsa dengan cara menggunakan bahasa bangsa dengan baik dan benar. Peran pejabat ataupun pemerintah dalam penggunaan bahasa Indonesia membawa pengaruh dan dampak yang sangat besar terhadap masyarakat secara luas.

Tanpa disadari para pejabat adalah seorang publik figur yang membawa dampak luar biasa di tengah kehidupan masyarakat. Salah satu dampak yang dapat dilihat adalah hancur leburnya penggunaan bahasa Indonesia. Tata dan cara bicara seorang publik figur adalah perihal yang sangat sering ditiru masyarakat. Masyarakat merasa bangga jika mampu mengikuti gaya berbicara seorang pulik figur terkemuka. Hal inilah yang seharusnya selalu dipahami dan diwaspadai seorang pejabat sekaligus publik figur tersebut. Setiap pola tingkah laku mereka, cara bicara dan hal lainnya selalu diikuti oleh ribuan pasang mata yang siap meniru dan menggugu.

Berkaca dari hal yang sangat membawa pengaruh besar terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang sejatinya, maka para pejabat dan petinggi negara harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sebagai cermin bahwa kita mencintai bangsa, bahasa bangsa dan tanah air yang mulia ini.

Bagaimana halnya dengan pernyataan-pernyataan pedas nanmenyakitkan oleh pengihanat bahasa bangsa berikut?

“Gak, peduli bahasa Indonesia yang baik dan benar. Yang penting bisa ngomong dan dimengerti. Apa aku bisa kaya mendadak dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar..?”

“Kita ini sekolah berstatus internasional, bahasa Indonesia belakangan saja. Bahasa inggris lebih penting.”

“Bahasa Indonesia gampang, buktinya tak perlu belajar kita suda bisa kan ngomong Indonesia?”

­Pernyataan yang super angkuh seperti di atas, mencerminkan seolah mereka telah melupakan kakinya sedang berpijak di atas belahan bumi mana. Mereka adalah penghianat bahasa bangsa yang bila disepadankan dengan penyakit, mungkin itu lebih parah dari penyakit autis.

Berdukalah pada tepian lain dari pernyataan seorang pecinta bahasa bangsa Indonesia.

“Saya merasa sendirian dan kesepian membangun kecintaan siswa terhadap bahasa Indonesia, kecintaan masyarakat terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sebab di luar sana mereka tak peduli. Sungguh.”

Kutukan Pahlawan Kita

Bangsa kita telah menuai cobaan yang beratnya tak bisa diwariskan dengan kata-kata manapun. Penjajahan yang membabibuta, penyiksaan, dan kini berujung pada kegalauan yang tiada tara. Sungguh tidak mudah untuk mengobarkan bendera merah putih dengan tegak di atas ibu pertiwi bangsa Indonesia. Tak mudah mengikrarkan sumpah pemuda yang perkasa, dan tidaklah sederhana untuk menegakkan bahasa bangsa, bahasa Indonesia. Butuh ribuan nyawa dan jutaan pengorbanan, yang tak sanggup diwadahkan.

Dengan kelupaan pada nyawa diri sendiri demi kemerdekaan, Bapak Soekarno, beserta para pahlawan lainnya lega menyinggasanakan Indonesia sebagai negara yang merdeka, dan memiliki bahasa nasional. Tetapi inikah yang pahlawan kita tuai sekarang? Sebatas mencintai bahasa bangsa, yaitu bahasa Indonesia, kita tidak sanggup? Sebaliknya kita mengangkangi bahasa bangsa kita sendiri, dengan kelupaan dan keangkuhan.

Seandainya dari sabang sapai merauke ini adalah sebatang tubuh manusia, maka menderita sudahlah manusia ini. Hanya tinggal raga tanpa jiwa. Para pahlawan kita bersedu akan pola tingkah anak cucunya, yang hanya sebatas mencintai bahasa bangsa Indonesia tak sanggup berteguh. Seolah, derita pada ketidaklulusan siswa siswi kita, beserta kekeruhan lainnya, merupa kutukan pahlawan kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun