"Men sana in corpore sano", sebuah istilah yang sangat popular di kalangan generasi Baby Boomer dan generasi X. Bermakna bahwa, di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat, merupakan budaya yang sangat melekat di masyarakat kala itu. Dicetuskan seorang penyair abad ke-2 Masehi, Decimus Iunius Juvenalis, dalam karyanya Satire X. Sehingga akan diperoleh kesehatan jiwa atau psikologi yang lebih baik dengan olah tubuh yang teratur serta meningkatkan daya tahan tubuh (imunitas). Selain mampu memicu terlepasnya hormon endorfin yang membantu meningkatkan emosi positif (gembira) serta hormon leptin yang mampu merangsang meningkatnya pola metabolisme badan dengan pola makan dan asupan energi yang meningkat.
Sahabat saya, Rusdi Saleh, sangat menjiwai hal ini bahkan memulainya sejak awal memulai masuk dunia kerja 22 tahun yang lalu. Dia sangat percaya bahwa olah raga juga merupakan sebuah sarana investasi masa depan, asset masa depan yang sangat berharga di usia tua. Investasi yang akan bisa membantu menghindarkan kita dari kunjungan rutin ke rumah sakit ketika sudah berusia lanjut. Olah raga rutin yang dimulai lebih awal layaknya investasi sebuah tabungan, tidak perduli jumlahnya karena lebih mengutamakan konsistensi dan disiplin untuk tujuan jangka panjangnya, kesehatan yang lebih baik di masa depan.
Dalam perspektif ini, seperti halnya menabung, maka yang dilakukan adalah konsep CUKUP. Seperti menabung itu adalah selisih antara PENGHASILAN dan EGO anda, maka olah raga yang teratur pun demikian. Tanpa menafikkan bahwa ketika jumlah hormon endorfin yang terlepas dapat menjadi katalis meningkatnya intensitas olah raga kita, sehingga setiap penggiat olah raga akan meningkatkan level permain atau bahkan lebih ke level serius seperti atlet. Tapi dalam tulisan ini, saya ingin lebih fokus untuk memaknai istilah CUKUP yang akan menjadi fondasi dasar untuk investasi kesehatan yang lebih baik di masa depan.
Karena itu akan kembali mengarah ke filter awal dalam berinvestasi, mengenali PROFIL RISIKO. Seperti halnya memilih tipe olah raga mulai dari fun, menengah hingga serius selayaknya atlet, maka mengenali profil risiko pribadi merupakan fondasi awal untuk memulai investasi. Jika hanya sesederhana ingin sehat tanpa sakit-sakitan, mungkin cukup olah raga secara teratur 2-3 kali seminggu selama 30 menit hingga 2 jam setiap latihannya. Sama dengan menabung, tanpa peduli tingkat bunga, maka yang diperlukan hanya memulainya saja. Apakah perlu investasi dalam bentuk saham, surat berharga, emas, kripto, reksadana, properti atau yang lainnya, cukup memulai saja yang menurut anda menarik sesuai profil risiko tadi.
Dalam setiap panduan investasi selalu menyarankan untuk "memberikan jarak" kepada investasi anda, agar setiap keputusan investasi anda menjadi rasional dan terukur. Namun jika terkait dengan proses jangka panjang, berapa orang yang akan sanggup bertahan dalam keputusan investasinya demi kepentingan investasi jangka panjangnya. Ketika Pandemi melanda dunia 3 tahun lalu, betapa gelombang hidup sehat dengan olah raga memicu kenaikan harga untuk peralatan olah raga, HARGA-HARGA YANG MENGGILA. Berapa banyak pemilik gerai olah raga yang berlomba berinvestasi untuk berburu alat untuk dalam lomba kenaikan harga. Namun seketika kejenuhan untuk berolah raga untuk mendapatkan badan yang sehat dan KEBAL PENYAKIT, serta keinginan untuk kembali ke hidup yang normal. Berapa investasi yang BONCOS dari para pemburu cuan ini ? Karenanya saran saya adalah untuk mencoba menyukai investasi anda, agar menjadi alasan yang kuat untuk tetap bertahan di situasi terburuk.
Jadi kembali ke kebiasaan sahabat saya, Rusdi Saleh, yang memulai INVESTASI-nya demi tujuan jangka panjang. Bahkan ketika melakukan jogging, pace-nya pun disesuaikan dengan pace yang dia inginkan, pun pilihan olah raga yang dilakukan. Beberapa orang memilih investasi saham atau kriptografi hanya untuk terlihat cerdas di kalangannya, bercerita betapa cerdasnya untuk memilih SHIB dengan iming-iming akan menjadi milyarder seandainya ada kenaikan dari 0.5 sen manjadi 1 sen saja. BAYANGKAN...... walaupun ternyata sebelum keuntungan direalisasikan, waktu yang diperlukan untuk merealisasikan keuntungan ternyata tidak cukup dan harus mengalah pada kebutuhan untuk modal usaha.
Banyak yang akan memberikan saran untuk menghindari fenomena FOMO (Fear of Missing Out), takut ketinggalan kereta keuntungan. Kejadian dan dunia tidak bisa diprediksi, namun jadwal kereta sudah diatur. Jika anda terlewatkan, nanti akan ada kereta yang lain untuk mengantarkan anda  sesuai dengan waktunya, sehingga anda bisa sampai di tempat yang sama dengan SELAMAT, hanya dengan time frame yang berbeda. Ketika Rusdi berlari dengan pace-nya, dia tidak berlomba dengan orang sekitarnya yang juga sedang berlari, karena dia tahu bahwa yang perlu dikalahkan adalah dirinya sendiri dengan menjadi LEBIH SABAR.
Jadi selain KESABARAN dan juga keinginan untuk lebih MENCINTAI investasi, maka ketika masa terburuk sedang terjadi, anda akan bisa tetap bertahan untuk percaya pada investasi anda. Ketika banyak orang sudah mulai tidak berlari lagi, ketika kegiatan Car Free Day menjadi sepi lagi tapi kita tetap untuk berlari karena tujuan jangka panjang jauh lebih penting. Investasi yang anda pedulikan, akan diperlakukan seperti keluarga yang tidak akan pernah terlepas dalam situasi apa pun. Karena setiap investasi selalu akan memberikan imbal hasil yang baik di penghujung hari untuk membayar KESABARAN dan WAKTU dari sang investor.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H