Siang itu masih sama seperti siang-siang yang lalu. Awan mendung menyebar di seluruh sudut kota Surabayaku tercinta. Kelabu, hujan, dan genangan air dimana-mana. Jadwal kuliah yang berubah-ubah pun tak menurunkan semangat untuk terus melangkahkan kaki untuk menuju kampus. Seharusnya hari itu, pada jam-jam seperti saat itu, aku dan teman-teman sudah bisa bersantai atau bermain-main sebentar sepulang kuliah seperti biasanya. Tapi nyatanya hari itu ada jadwal kuliah yang harus kami ikuti setelah kemarin sempat ditunda. Bosan hanya berdiam di kampus, Muklis mengajakku untuk main ke tempat kos teman yang terletak tak jauh dari kampus. Aku yang juga sudah merasa bosan mengiyakan saja ajakannya lalu kami pun segera menuju lift. Tempat belajar kami para mahasiswa ada di lantai 4, pusat dari seluruh kegiatan mahasiswa. Tinggi keseluruhan bangunan tempat itu adalah 6 lantai.
Teman yang akan kami kunjungi ini adalah salah satu teman seperjuangan yang telah meluluskan dirinya sendiri sebelum tiba saatnya untuk lulus. Sudah setengah tahun lebih atau hampir setahun malah kami tak pernah berjumpa dengannya, sebenarnya sudah beberapa kali aku dan Muklis ingin meluangkan waktu sejenak untuk main ke sana tapi sampai saat ini belum juga bisa bertemu dengannya. Kami tidak tau apakah dia masih tinggal di tempat itu atau sudah pindah ke tempat kos lain mengingat sekarang dia kuliah di daerah Ketintang. Tapi masa bodoh, daripada mati bosan di kampus yang amat sangat sepi di siang hari. Begitu sampai di tempat kos temanku itu ternyata pintu pagar terkunci dan tidak ada tetangga rumah kosnya yang keluar. Biasanya sih kami mengetahui keberadaannya ya dari tetangganya itu. Disana kami berdua hanya bisa celingak-celinguk, mondar-mandir kayak orang yang mau mencuri.
"Balik aja deh, tapi lewat sini yuk." Muklis mengajakku menyusuri gang kecil yang terletak tepat di samping rumah kos itu.
"Hm.. Oke." sambil berjalan mengekor dibelakangnya  aku menjawabnya.
Gang itu membawa kami keluar lewat gang lain yang ada disamping masjid yang biasa kami gunakan untuk sholat Jum'at jika ada kuliah pagi sampai siang di hari Jum'at. Tepat saat itu juga adzan dhuhur berkumandang. Seusai sholat kami ngobrol sejenak di serambi masjid sambil bersiap-siap memakai sepatu masing-masing. Tiba-tiba hape di kantong celanaku menjerit memintaku untuk menjawab telepon dari seseorang. Setelah aku lihat nomer tak dikenal yang meneleponku aku memberikan hape pada Muklis.
"Jawab gih, malas aku jawab nomer asing." Muklis pun menerima hapeku dan menjawab telepon dari seseorang yang entah siapa itu.
"Dari bank Danamon." kata Muklis sambil mengembalikan hape padaku.
Setelah orang itu menjelaskan siapakah dirinya, barulah aku tau kalau dia adalah pegawai asuransi yang bekerja sama dengan bank tempatku menabung. Dia menjelaskan bahwa perusahaan asuransinya akan menambah biaya asuransi kematian-KU hingga senilai 300 juta dari yang sebelumnya hanya 10 juta. Aku yang tak begitu berminat dan tidak menyimak setiap kata yang dia sampaikan hanya mengiyakan saja apa yang dia ceritakan padaku. Hingga sampai pada ujung pembicaraan dia bertanya tentang persetujuanku. Aku kembali bertanya padanya, gratis atau bayar? Dia kembali menjelaskan bahwa kenaikan biaya asuransi (sekali lagi) kematian-KU itu akan dipotong 50 ribu tiap bulannya dari tabunganku. Akhirnya tau juga aku kalau asuransi itu tidak lah gratis.
Well, aku pun mencoba untuk menjawab orang itu dengan cara sehalus mungkin, "Gak jadi deh,..." Tuuuut tuuuuut tuuuuuut "mas."
Hehehe, ternyata orang itu memutuskan teleponnya sebelum aku selesai bicara. Sambil tersenyum lalu tertawa ringan aku menatap Muklis yang bertanya-tanya melihat diriku yang tiba-tiba gila mendadak ini. Aku menjelaskan padanya bahwa tadi itu telepon dari orang asuransi yang ingin menaikkan harga kepalaku menjadi 300 juta DEAD OR ALIVE :lol: (berasa jadi seperti Luffy aja nih :P). Sambil meneruskan memakai sepatu dan berhayal tentang cerita kematian yang dibuat-buat demi mendapatkan uang asuransi akhirnya kami pun kembali menghabiskan waktu di kampus hingga sore hari demi mengikuti kuliah yang sempat tertunda tanpa bisa bertemu dengan teman kami itu untuk kesekian kalinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H