Mohon tunggu...
Nimas Sari Nur Aisyah
Nimas Sari Nur Aisyah Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa

Beauty, in projection and perceiving is 99.9% attitude

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Nasib Ilmu Sosial Masa Kini

3 Juni 2019   18:38 Diperbarui: 3 Juni 2019   19:39 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dalam perkembangan zaman saat ini peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) masih perlu dilakukan agar masyarakat bisa bertahan di kehidupan yang tumbuh dengan sangat cepat. Salah satu peningkatan SDM itu sendiri adalah dengan peningkatan kualitas pendidikan masyarakat agar Indeks Pembangunan Manusia menjadi tinggi. Menurut BPS (2017) Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi hanya sebesar 36,7%. Hal ini menunjukkan perlu adanya usaha yang efektif dan efisien dari pemerintah untuk meningkatkan APK dengan memberikan perluasan jurusan minat dan bakat siswa ke jenjang perguruan tinggi. Namun, pada saat ini pemerintah masih terfokus pada pengembangan minat dan bakat untuk penjurusan STEAM (Science, Technology, Engineering, Arts, and Mathematics) dan Vokasi. Sebenarnya pengembangan dua minat tersebut tidaklah buruk. Namun disisi lain pengembangan pendidikan Sosial dan Humaniora juga harus digalakkan dengan metode yang bisa mengikuti perkembangan zaman. Kalaupun Kemenristekdikti ingin memoratorium pembukaan ilmu sosial dan humaniora di perguruan tinggi seluruh Indonesia, seharusnya pemerintah juga memberikan terobosan agar mahasiswa sosial dan humaniora di perguruan tinggi saat ini mampu bertahan dan tangguh dalam perkembangan zaman.

Pentingnya sarjana Sosial dan Humaniora

Beberapa hari yang lalu kita dihadapkan dengan pernyataan Totok Prasetyo sebagai Direktur Pembinaan Kelembagaan Perguruan Tinggi Kemenristekdikti, yang mengatakan perguruan tinggi atau kampus diarahkan untuk membentuk sarjana sesuai dengan kebutuhan industri. Beliau juga mengatakan bahwa sarjana sosial dan humaniora jangan terlalu banyak, karena pemerintah sedang menggalakkkan program studi terkait Science, Technology, Engineering, Arts, and Mathematics (STEAM) dan Vokasi. Pernyataan itu sebenarnya ditujukan untuk mempersiapkan mahasiswa agar langsung bekerja setelah lulus. Namun yang patut dijadikan pertanyaan, akankah lulusan sosial dan humaniora menjadi dianaktirikan dibanding lulusan STEAM dan Vokasi?

Padahal jika kita lihat kembali, jurusan bidang sosial dan humaniora tidak kalah penting dengan bidang lainnya. Contohnya jurusan Akuntansi dan Ekonomi, menurut lowongan CPNS di Sekjen MPR 2018 merupakan lulusan yang paling dicari dibanding lulusan lainnya. Bahkan menurut data dari The Association of Chartered Certification Accountans (ACCA), Indonesia masih kekurangan sekitar 452.000 akuntan profesional. Kemudian menurut Dosen Universitas Negeri malang (UM), Dr Puji Handayani, S.E., M.M., Ak. mengatakan bahwa Indonesia kekurangan jumlah akuntan yang tersertifikasi yang saat ini masih dikisaran angka 14.735 akuntan. Jumlah ini terpaut jauh dari negara tetangga yang mana Malaysia memiliki 29.654 akuntan, Singapura 26.572 akuntan, dan Thailand mencapai 52.572 akuntan yang tersertifikasi. Data-data tersebut menunjukkan bahwa lulusan di bidang sosial dan humaniora masih sangat dibutuhkan di negeri ini.

Hal senada juga dirasakan Kementrian Keuangan pada CPNS 2018 yang tertuang pada PERMENPAN DAN RB RI No. 43 Tahun 2018 tentang kebutuhan pegawai aparatur sipil negara di lingkungan Kementerian Keuangan. Tahun anggaran 2018 membutuhkan 597 formasi yang mana 129 formasi diantaranya adalah jabatan analisis hukum dengan syarat utama minimal mempunyai ijazah S-1 Sarjana Hukum atau Magister Hukum. Tidak hanya sampai di situ saja, pada tahun sebelumnya pemerintah juga mengurangi anggaran LPDP bidang sosial dan humaniora karena dianggap kurang terlihat secara kasat mata kontribusinya dibanding bidang sains dan teknologi. Padahal sebenarnya ilmu humaniora sendiri jika dilihat lebih dalam, memiliki peran besar dalam memahami masyarakat, menata lembaga-lembaga pemerintahan, dan mengatur ekonomi. Hal ini jelas diperlukan oleh suatu negara.

Jika kita ingat kembali saat terjadi Great Deppression ditahun 1930 siapa yang sejatinya menjadi penyelamat dari permasalaham tersebut? Gagasan-gagasan JM. Keyness lah yang mampu menjawabnya. Membantu jutaan pengangguran untuk tetap bisa mempertahankan hidupnya.

Begitu juga halnya dengan Max Weber yang jarang memberikan pelayanan publik kepada banyak orang, namun gagasannya mengenai birokrasi dapat membuat birokrasi dalam pelayanan publik berjalan dengan teratur pada saat ini. Contoh terakhir dari bukti nyata peran ilmu sosial dan humaniora adalah dari Paulo Freire yang mana tidak pernah menyusun kurikulum pendidikan, namun berkat gagasannya kita semua menjadi tahu bahwasanya ada yang salah pada sistem pendidikan selama ini.

Soekarno juga tanpa mempelajari ilmu sosial dan humaniora tidak akan pernah menjadi pemimpin besar negara ini, beliau akan menjadi insinyur suruhan penjajahan Belanda. Romo Mangun tanpa ilmu sosial dan humaniora juga hanya menjadi arsitek yang tidak akan menjadi pastor yang humanis dan membangun permukiman di kali code. Tan malaka juga tanpa ilmu Sosial dan humaniora tidak bisa menjadi tokoh revolusioner dan memperkenalkan konsep republik di Indonesia. Apalagi era saat ini banyak sekali isu mengenai masalah bonus demografi, ketimpangan sosial-ekonomi, permasalahan politik identitas, serta perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (yang didalamnya termasuk big data dan start-up) harus bisa dijawab oleh para akademisi dari bidang ilmu sosial dan humaniora.

Sehingga dalam perkembangannya, ilmu STEAM, Vokasi, Sosial dan Humaniora harus seimbang, karena dalam Ilmu Sosial dan Humaniora masih diperlukan untuk mengimbangi kebutuhan tenaga kerja saat ini yang masih memerlukan orang-orang dibidang sosial dan humaniora untuk mengatasi permasalahan kehidupan bermasyarakat. Terlebih dengan adanya revolusi industri 4.0. Revolusi industri 4.0 tidak hanya untuk kalangan ilmu STEAM dan vokasi namun juga Sosial dan Humaniora juga harus turut ambil andil dalam menyukseskan revolusi industri ini dalam hal pengambilan kebijkan terkait, proyeksi masa depan, dan sebagainya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun