Mohon tunggu...
Nyinyi Rubai'ah
Nyinyi Rubai'ah Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan UI peminatan kepemimpinan dan manajemen keperawatan

Selanjutnya

Tutup

Nature

Penggunaan Telemonitoring pada Pasien Gagal Jantung

31 Desember 2014   14:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:07 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

PENGGUNAAN TELEMONITORING PADA PASIEN GAGAL JANTUNG UNTUK MENURUNKAN RE-ADMITION (RAWAT ULANG)

Abstrak

Gagal jantungmerupakan suatu kondisi dimana jantung tidak lagi dapat memompakan cukup darah ke jaringan tubuh.Pasien dengan gagal jantungpaling sering memerlukan perawatan ulang di rumah sakit,sehingga memerlukan biaya perawatan dan menurunkan kualitas hidup. Manajemen gagal jantung telah ada perbaikan beberapa tahunbelakangan ini melalui implementasi dukungan keperawatan spesialis,pengembangan obat-obatan baru dan penggunaan alat-alat seperti biventricular pacemakers.Salah satu manajemen pasien dengan gagal jantung adalah dengan telemonitoring.Telemonitoringpasien gagal jantung yaitu dengan monitor tanda-tanda vital, klinispasien darijarak jauh.Ini merupakan suatu inovasi danpengembangan yang menakjubkandalam perawatanpasien dengan gagal jantung yang bisa mengurangi kunjungan masuk rumah sakit maupun meningkatkan kualitas hidup pasien dan klinis pasien.

Kata kunci : gagal jantung, manajemen gagal jantung, telemonitoring

Latar Belakang

Gagal jantung merupakan masalah kesehatan masyarakat yang banyak terjadi, dimana penyakit ini merupakan penyakit nomor satu penyebab kematian. Gagal jantung adalah sindroma yang dikarakteristikan dengan tingginya mortalitas dan morbiditas, frekuensirawat inap yang sering, menurunnya kualitas hidup, dan manajemen terapi yang kompleks (HFSA Guideline, 2010). Di Inggris diperkirakan 750.000 orang menderita gagal jantung ( British Heart Foundation, 2012) dan diperkirakan jumlahnya meningkat sebanyak peningkatan lansia.

Manajemen pasien gagal jantung berfokus pada bagaimana memandirikan pasien dalam pengelolaan kondisinya. pengelolaan obat-obatan, pembatasan cairan, dan modifikasi gaya hidup. Beberapa alasan yang menyebabkan tingginya angka rawat ulang pada pasien dengan gagal jantung adalah komunikasi yang buruk, pengobatan yang tidak adekuat, strategi edukasi yang tidak efektif, ketidaktaatan pasien dan discharge planning yang tidak adekuat. Fenomena yang terjadi sekarang adalah pasien gagal jantung mendapatkan perawatan yang sangat baik selama fase akut dan setelah pasien di rumah pasien kembali lagi datang ke rumah sakit dengan kondisi yang sama bahkan lebih buruk.

Banyak pasien dengan gagal jantung saat kunjungan ke fasilitas kesehatan mungkin akan mengalami beberapa hambatan diantaranyatransportasi danbiaya, sehingga pada situasi ini perlu dipikirkan bagaimana memonitor pasien di masyarakar agar dapat memantau tanda-tanda perburukangagal jantung yaitu melalui tehnologi telekomunikasi/telemonitoring

Melihat permasalahan diatas merupakan tantangan tersendiri bagi petugas pemberi layanan untuk menemukan strategi yang efektif untuk mambatu memonitor pasien selama di rumah agar menurunkan angka rawat ulang. Salah satu srtategi yang digunakan dalam manjemen gagal jantung adalah telemonitoring, yaitu memantau kondisi pasien dari jarak jauh.

Kajian Literatur

Gagal jantung dapat didefinisikan sebagai suatu kelainan dari struktural jantung atau fungsi yang menyebabkan kegagalan jantung untuk memberikan oksigen ke jaringanuntuk metabolisme tubuh. Gejala khasnya adalah sesak nafas, kaki bengkak, mudah lelah, tekanan vena jugularis meningkat, ronchi pada paru (ESC Guideline, 2012)

Klasifikasi gagal jantung menurut New York Heart Association (NYHA) dibagi :

Klas I: tidak ada gejala pada aktifitas fisik yang berat

Klas II: timbul gejala pada aktifitas fisik yang berat (misalnya naik tangga)

Klas III : timbul gejala pada aktifitas fisik ringan

Klas IV : timbul gejala pada saat istirahat

Telemonitoring merupakan suatu inovasi dalam manajemen pasien gagal jantung yang mengupayakan para klinisi untuk memonitor pasien dari jarak jauh mengenai tanda-tanda klinis pasien yang memungkinkan praktisi kesehatan melakukan intervensi yang tepat dan efektif (Adrian at al, 2013).

Telemonitoringadalah diagnostik baru yang bermanfaat bagi pasien gagal jantung. Telemonitoring dipandang sebagai sarana perekaman data fisiologis (seperti berat badan, denyut jantung, tekanan darah arteri (BP),rekaman elektrokardiogram (EKG), dan data lainnya) oleh perangkat portabel dan transmisi data ini dari jarak jauh melalui saluran telepon, ponsel, atau komputer ke server di mana mereka dapat disimpan, ulasan, dan dianalisis oleh tim peneliti (Giamouzis 2012)

.

Telemonitoring yang dikembangkan oleh Cleland dkk,(2005) melalui studi TEN-HMS dilakukan pada 426 pasien dengan gagal jantung dipantau oleh perawat melalui telepon, dan metode ini memungkinkan titrasi yang cepat obat-obatan gagal jantung yang disesuaikan dengan gejala klinis pasien. Studi juga menunjukkan suatu penurunan yang signifikan dalam mortalitas satu tahun pada kelompok telemonitoring (29%) dibandingkan dengan kelompok perawatan umum (43%) (Cleland, dkk, 2005). Hasil yang sama berdasarkan penelitian Adrian 2013 pasien dengan gagal jantung mengalami penurunan rawat ulang 20%. Hal ini juga didukung oleh penelitian Boyne 2012, pemakaian telemonitoring menurunkan angka rawat inap dan mengurangi kontak dengan perawat spesialis.

Cara kerja telemonitoring (Adrian 2013) yaitu pasien yang diikutsertakan diberikan alat Bosch VitaNet, terdiri dari timbangan BB, manset Tekanan Darah, oksimeter,untuk mengirim data dan informasi gejala ke pusat VitaNet melalui saluran telepon setiap hari, dimana perawat telemonitoring melihat data dan memfollow upnya secara berurutan. Jika data diluar parameter, perawat akan memberi instruksi sesuai dengan saran kardiolog. Kegagalan dalam mengupload data akan ada alarm untuk mengingatkan perawat pada pasien. Sedangkan cara yang dilakukan oleh Atkin P Bareet 2012 yaitu pasien di rumah diberikan alat untuk menilai tanda-tanda fisiologis dan melaporkan gejala yang dirasakan kemudian informasi ini dikirim ke server pusat/penerima dan data akan diproses. Data pasien dibandingkanterhadap parameter yangdisusun oleh praktisi pelayanan kesehatan, jika hasil abnormal, sistem mengaktifkan suatu alert/tanda.

Manfaat telemonitoring pada pasien gagal jantung dapat mengurangi rawat ulang sehingga dapat menghemat biaya,dilaporkan tingkat kepuasan pasien tinggi karena pasien menyatakan ketenangan karena ada yang mengawasinya. Pasien menimbang berat badan dirinya dandapat mengubah terapi diuretic sesuai dengan respon berat badannya. Namun demikian kelemahan dari telemonitoring adalah belum dijelaskan untuk berapa lama seharusnya telemonitoring digunakan pada pasien dengan gagal jantung dan kriteriapasien gagal jantungyang mana. Menurut Adrian 2013, dampak negatif dari telemonitoring belum diobservasi secara universal, sehingga telemonitoring tetap merupakan sumber yang mahal dan terbatas, dimana rumah sakit harus menggunakannya secara hati-hati dan bertanggung jawab. .Hal ini senada dengan Atkin 2012, bahwa kurangnya dana menghalangi kemampuan untuk membayar pelayanan seperti ini. Telemonitoring juga dapat dirasakan sebagai ancaman bagi beberapa praktisi pelayanan kesehatan, masalah komunikasi juga dapat menghambat kemampuan dalam memberikan perawatan yang terintegrasi dan membatasi efektifitas terhadap layanan telemonitoring.

Hal tersebut diatas sangat penting diketahui sehingga ketika metode itu akan digunakan di Indonesia sehingga manajemen sudah dapat merencanakan pelayanan tersebut dengan baik.

Peran perawat dalam telemonitoring adalah triase klinis berdasarkan informasi yang masuk sehingga mampu mengambil keputusan klinis seperti observasi lanjutan, saran via telepon, penenangan pasien atau rujukan ke praktisi klinis yang dapat melakukan pengkajian langsung. Pemahaman proses penyakit dan monitoring fisiologis adalah penting seperti kemampuannya menganalisa data klinik dan mengidentifikasi tindakan yang penting harus dikuasai oleh perawat.

Kesimpulan Dan Rekomendasi

Telemonitoring pasien gagal jantung sangat dibutuhkan dalam pengelolaan pasien gagal jantung yaitu untukmeningkatkan kualitas hidup dan manajemen diri pasien, mengoptimalisasi penggunaan obat-obatan, serta memperbaiki klinis pasien. Namun demikian masih banyak penelitian yang diperlukan untuk meningkatkan pelayanan pasien gagal jantung.

Perawat mempunyai peran penting dalam pengembangan dan implementasi telemonitoring. Dengan memahami manfaat dari telemonitoring, perawat dapat mengidentifikasikan hal-halyang tepat untuk rujukan, mengedukasi pasien dan bertindak secara tepat pada data yang dihasilkan

Mengingat betapa besar manfaat dari telemonitoring pada pasien gagal jantung seharusnya di Indonesia sudah diterapkan, adalah tugas praktisi kesehatan untuk memberikan pelayanan yang professional dengan memberikan layanan inovatif sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Perlu kerjasama yang baik antara manajemen rumah sakit dan penjamin kesehatan, karena perlu biaya yang cukup besar untuk memberikan layanan telemonitoring pada pasien gagal jantung.

Berdasarkan paparan diatas Telemonitoring pasien gagal jantung ini dapat diterapkan di Indonesia dengan memperhatikan hal-hal seperti, rumah sakit tersier/ pusat rujukan harus memiliki tim manjemen heart failure, yang bertanggung jawab terhadap pasien gagal jantung yang sudah pulang,  rumah sakit tersier harus berkoordinasi dengan rumah sakit dibawahnya (sistem rujukan berjenjang) agar pasien termonitor. Perlunya kesiapan dari SDM dan sarana prasarana di pelayanan kesehatan, hal ini terkait dengan biaya operasional yang dibutuhkan.

Daftar Pustaka

Adrian H,(2013). Assessing hospital readmission risk factors in heart failure patientsenrolled

in a telemonitoring program. International journal of telemedicine and applications.

Barrett, A (2012). Benefits of telemonitoring in the care of patients with heart failure nursig standard.Art & science technologi.

Boyne, J. J., Vrijhoef, H. M., Crijns, H. M., De Weerd, G., Kragten, J., & Gorgels, A. M. (2012). Tailored telemonitoring in patients with heart failure: results of a multicentre randomized controlled trial. European Journal Of Heart Failure, 14(7), 791-801.

Goldstein (2013).Randomized controlled trial of two telemedicine medication remainder systems for older adult with heart failure.

Giamouzis, G., et all.(2012). Telemonitoring in Chronic Heart Failure: A Systematic Review. Journal Cardiology Research and Practice, vol 7. Diunduh dari http://dx.doi.org/10.1155/2012/410820

Hoover,(2008). Home telemonitoring and heart failure outcame.dissertation doctor of philosophy in nursing.The university of wisconsn-milwaukee

Heart foundation quick reference guide (2010). Diagnosis and management of cronic heart failure. Heart foundation

Paul,(2010). Executive summary :HFSA comprehensive Heart failure practice guideline.Heart failure practice guideline

Sally,(2010). Structured telephone support or telemonitoring programmes for patients with chronic heart failure. Intervention review

Smith, A. (2013). Effect of Telemonitoring on Re-Admission in Patients with Congestive Heart Failure. MEDSURG Nursing, 22(1), 39-44.

Tompkins, Christopher,at al(2010). A randomized trial of telemonitoring heartfailure/practitioner application.Journal of healthcare management;Sep/Oct 2010

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun