Mohon tunggu...
Nyayu Fatimah Zahroh
Nyayu Fatimah Zahroh Mohon Tunggu... Ilmuwan - Everything starts from my eyes

Coba sekekali lihat ke langit setiap hari, dan rasakan betapa membahagiakannya \r\n\r\nhttp://nyayufatimahzahroh.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saya Malu dengan Pak Darmiyanto

12 Maret 2015   14:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:46 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14261451811459471868

[caption id="attachment_372611" align="aligncenter" width="481" caption="Kompasiana tv edisi 11 maret 2015"][/caption]

Selasa malam, saya di hubungi oleh Admin Harry dari Kompasiana untuk mengikuti hangout Kompasiana TV. Sempat menolak beberapa kali kalau diajak untuk Hangout, karena saya tak bisa berkomentar jika itu membahas tentang politik. Sampai akhirnya, ada episode yang membahas tentang tokoh inspiratif. Dikirimkanlah link artikel tulisan Kompasianer Dhanang Dhave melalui chat facebook sebagai bahan untuk diskusi kompasiana TV. Langsung saya baca.

Kesan pertama membaca artikel tersebut, sungguh rasanya pemerintah telah buta dengan prestasi yagn ditorehkan oleh pak Darmiyanto, kakek berusia 79 tahun asal Salatiga yang berprofesi sebagai tukang becak. Tak disangkal jika ia suka berlari, lihat saja otot-otot betisnya masih terlihat walaupun umur memang tak membohongi. Foto-foto dalam artikel tersebut juga memperlihatkan hasil-hasil dari keringatnya yang telah ia peroleh dan semangat untuk tetap meraih prestasi dalam bidang olahraga lari maraton ini. Bagaimana tidak, ia berlari paling tidak 24 kilometer sehari, luar biasa! Buktinya, 161 medali dan 19 piala yang telah ia raih dan masih akan bertambah lagi. Kejuaraan yang ia ikuti pun tak hanya di dalam negeri tetapi juga di luar negeri.

Keingintahuanku pun berlanjut dan ingin menunduh majalah exposure yang terlampir dalam artikel tersebut. Sayangnya, karena size terlalu besar hingga 50 MB lebih, maka tak bisa di download menggunakan smartphone. Tak hanya sampai disitu, saya pun mencari pc yang kira-kira bisa internet dan mendownload file tersebut. Essay foto yang ada di majalah exposure sebenarnya menggugah hati saya. Berpakaian layaknya sedang berlomba lari maraton, becak dihias dengan kata-kata semangat untuk berlari."lari sampai kapan pun, terus lari sampai tua pun, Insya Alloh"

Semakin besar rasa penasaranku tentang pak Dar, bergitu ia disapa. Kondisi hujan yang cukup deras tak menyurutkanku untuk bersiap hangout sepulang kerja. Disiapkanlah laptop dan dan login ke Kompas TV. Segala persiapkan telah dilakukan, cek sound, cek koneksi dan sebagainya. Setelah shalat magrib, saya pun siap di depan laptop.

Dalam video di awal acara Kompasiana tv episode 11 maret 2015, diperlihatkan kesehariaan pak Dar, dan di akhir video tersebut ada kata-kata yang membuat hati saya bergetar. "19 piala, 161 medali untuk negeri ini, jayalah Indonesia" betapa berdedikasinya pak Dar untuk negeri tercinta tempat dimana kedua kakinya berpijak dan ia bersedia sampai kapanpun untuk mengharumkan nama bangsa. Saya pun melihat sisa-sisa air mata di ujung kerutan matanya tersebut.

Pengalaman beliau yang paling berkesan, tentu saja saat pria kelahiran 1 Januari 1936 ini berkiprah di luar negeri, di Kuala Lumpur Malaysia sana. Pertama karena pada saat itu, pak Dar baru pertama kali ke luar negeri dan menyabet 7 medali sekaligus. Tentunya, pak dar telah mengharumkan nama bangsa Indonesia. Karena menyabet medali paling banyak dari Indonesia, ia pun dihadiahi becak oleh sponsornya yang sampai sekarang menjadi ladang penghasilan baginya.

Lari adalah ruh dari hidupnya pak Dar. Dalam setiap kompetisi, ia gunakan untuk menguji dirinya sendiri. Apakah ia mampu lari 20 kilo, 30 kilo, atau bahkan 60 kilo. Jawabannya adalah dari hasil perlombaan. Ternyata ia mampu menjuarai lomba tersebut.

Meskipun prestasinya segudang pak Dar tetap rendah hati. Bahkan ia malu kepada pelatih-pelatih lain karena ia yang berprofesi tukang becak masak melatih lari. Tapi, ada saja satu dua orang yang memintanya sebagai pelatih. Dengan senang hati pak dar melatihnya. Yang diajarkannya adalah 3 S. Senang. Semangat. Sregep (rajin). dan jangan sampai ditinggalkan. selama setengah tahun ia ajarkan dan sekarang muridnya sering memenangi lomba dan pernah diajak mengikuti lomba di Jepang.

Foto-fotonya saat memenangi lomba ia tempel dirumahnya, medali-medali dipajang, piala-piala berjejer, tulisan-tulisan penuh semangat berlari ia tempelkan. Semua itu memiliki tujuan agar keluarganya bisa bangga dan mengikuti jejak prestasi olahraganya itu. Namun, sayang tak satupun anggota keluarganya yang mengikuti jejak beliau.

Dalam kesempatan bertanya, saya menanyakan apa motivasi pak dar dalam berlari. Tujuannya adalah membuat sejarah atau riwayat hidup. Gajah saja bisa meninggalkan gading, masak kita sebagai manusia yang memiliki banyak kelebihan terutama dalam pikiran tak bisa mengukir sesuatu. Saya saja malu, masih muda tapi masih suka malas-malasan berolahraga, dan mencetak prestasi seperti pak dar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun