"Jangan dibuang, nanti mau aku baca lagi"
Siapa yang pernah menolak koleksi bukunya dibuang atau didonasikan karena ingin membaca ulang? Saya salah satunya, bahkan buku-buku sekolah atau kuliah zaman dulu.Â
Rasanya sayang sekali kalau dibuang, mengingat pada saat itu sudah bersusah payah untuk mencatatnya dengan rapih, dan kalau dibaca sekilas, saya merasa akan membutuhkan informasi ini suatu saat nanti.
Selain buku-buku, lembaran-lembaran materi pelatihan atau workshop yang saya ikuti pun menumpuk di rumah dengan harapan saya akan memerlukan materi ini lain kali jika dibutuhkan.Â
Kadang (atau malah sering) saya merasa ada yang terlewat ketika pelatihan, jadi, naskah-naskah pelatihan ini lah yang akan menjadi kunci untuk menemukan poin-poin penting yang disampaikan oleh pelatih.
Nasib serupa pun terjadi pada buku-buku yang belum dibaca, bahkan belum dibuka plastik pelindungnya dari toko. Rencana "untuk dibaca nanti" pun tidak akan pernah terwujud.
Hal ini kerap terjadi pada saya yang kalap ketika mengunjungi pameran buku yang menawarkan harga sangat murah, sehingga bisa membeli buku dari belasan hingga puluhan buku. Pas sampai rumah, buku itu pun seolah terlupakan karena bingung mau membaca yang mana terlebih dulu.
Menurut Marie Kondo, pakar "beres-beres" asal Jepang, mengungkapkan bahwa buku-buku tersebut harus segera disingkirkan. Selain menghabiskan tempat di rumah, buku-buku tersebut tidak menimbulkan kesenangan (spark joy). Lain halnya jika memang buku itu menimbulkan kebahagiaan, sehingga terkadang kita ingin membuka lembaran-lembaran halamannya untuk membangkitkan kesenangan tersebut. Kita bisa menyimpannya.
Apakah lembaran-lembaran materi pelatihan dapat menimbulkan kesenangan? Saya yakin tidak. Namun, saya menyimpannya karena informasi yang didalamnya menjadikan naskah tersebut "mahal" seharga dengan tarif pelatihannya. Padahal, ketika memerlukan informasi tersebut, saya hanya googling yang sudah pasti cepat menemukan bahan yang saya butuhkan dibandingkan dengan membuka kembali kopian materi workshop yang saya ikuti.
Kenapa "nanti-nanti" tidak akan benar-benar terjadi?