Ini adalah acara nangkring Kompasianer (15/8) pertama saya sejak pertama kali bergabung sekitar dua bulan lalu di Kompasiana. Dari jam tiga sore, para Kompasianer mulai berdatangan satu persatu dan memasuki ruangan meet up di kantor Kompasiana. Kesan pertama adalah semuanya muka-muka baru bagi saya, kecuali ya.. mengenal mereka hanya dari nama dan tulisan yang sering mereka posting.
Sempat kaget karena ternyata suasananya seperti di rumah sendiri. Terbukti dari beberapa kompasianer yang membawa serta anak-anaknya saat menghadiri acara silaturahmi ini. Mereka pun tampak berbaur dan yang saya lihat seperti keluarga sendiri. Pas ketemu, langsung curhat-curhatan. Padahal saya sempat berpikir, walaupun mereka sering berkomunikasi melalui Kompasiana dengan comment-comment-an, tapi tidak menyangka bakal berbaur seperti keluarga.
[caption id="attachment_338235" align="aligncenter" width="540" caption="Anak-anak pun ikut nangkring (Kompasiana/NFZ)"][/caption]
Sekitar 30 Kompasianer datang ke acara “Nangkring dan Peluncuran Buku Kompasianer”. Ada dua buku yang diluncurkan yaitu “Guru Plus (Edukasi Tanpa Sisi)” yang ditulis oleh seorang ibu guru bernama Maria Margaretha dan buku lainnya berjudul “Cara Narsis Bisa Nulis” oleh Rifki Refiandi. Saking masih fresh bukunya, penulisnya pun baru pertama kali melihat bukunya secara fisik. Tak menyangka, ternyata dari tulisan-tulisan yang di posting di Kompasiana bisa dijadikan buku.
[caption id="attachment_338236" align="aligncenter" width="540" caption="Dua buku yang diluncurkan (Kompasiana/NFZ)"]
Ella sebagai moderator memulai acara dan mempersilahkan Kang Pepih yang juga membuat endorsement pada buku tersebut untuk memberikan Sambutan. Kang Pepih menyatakan bahwa “Narsis itu Bisnis”. Terbukti dengan banyaknya kompasianer yang tadinya hanya narsis-narsisan di Kompasiana, kini bisa membuat buku yang mungkin dulu tidak pernah terbayangkan. Tapi, inilah bukti nyatanya. Begitu juga dengan Maria yang mungkin tak pernah ia bayangkan dapat membuat buku. Kang Pepih menyebutkan bahwa Maria ini adalah guru plus yaitu, guru yang tidak hanya mengajar dan melakukan aktivitas seperti guru biasa tapi ia juga menulis di media sosial dan kini telah dibukukan. Hal itu karena kompasaner ini fokus untuk menulis.
Thamrin Sonata (dipanggil TS) sebagai editor dari kedua buku yang diluncurkan mengatakan, bahwa tidak perlu takut karena buku tidak berada di toko-toko buku besar. Sekarang jamannya mempergunakan media sosial dan kita juga bisa mengambil kesempatan berjualan buku pada saat workshop. Dan ternyata hasilnya lumayan berhasil.
Pengalaman menulis pun diceritakan oleh Rifki yang dulu tak hobi menulis. Ia mengenang pertama kali ia menulis itu di Facebook. Itu pun karena ia menceritakan kecelakaan yang pernah menimpanya pada tahun 2009. Tak disangka, tulisannya tersebut mendapatkan respon positif dari teman-teman Facebook-nya. “Tulisannya ngalir dan enak dibaca” begitulah comment dari teman-temannya. Sejak saat itu, ia mulai mencoba menulis lebih banyak dan bergabung dengan Kompasiana pada tahun 2011.
[caption id="attachment_338239" align="aligncenter" width="446" caption="Kang Pepih, Ella, TS, Maria, dan Rifki (Kompasiana/NFZ)"]
Begitu pula dengan Maria yang menulis karena terinspirasi oleh dosennya. Ia menulis buku karena ingin bermanfaat bagi orang banyak dan menulis juga menjadi terapi jiwa baginya. Dengan menulis, ibu guru yang ramah ini dapat mengeluarkan segala uneg-unegnya dan merasa plong.
Saya mengutip kata-kata dari pak Thamrin Dahlan atau biasa disebut TD yang juga hadir di acara Nangkring bahwa “Menulislah terus, biar tulisanmu yang mengikuti takdirnya”. Mungkin itulah yang dialami oleh dua kompasianer yang menerbitkan buku ini, atau mungkin kompasiner-kompasianer lainnya juga. Saya jadi teringat dengan pengalaman saya sendiri yang 4 tahun lalu tidak bisa menulis bahkan untuk menulis buku harian. Hingga suatu saat, salah satu teman saya memotivasi saya untuk membuat blog pribadi. “Tulis apa saja, nanti juga terbiasa” begitu katanya. Dan benar saja, semakin sering menulis justru semakin ketagihan. Mungkin kata pak TD tadi, saya dan kompasianer-kompasianer lainnya harus tetap menulis (biarpun) sampai kecanduan, dan membiarkan tulisan kita sendiri mengikuti takdirnya.
Acara nangkring yang diadakan di Ruang Meet Up (Studio) Kompasiana di Palmerah Barat, memberikan saya inspirasi dan semangat baru untuk menulis lebih dan lebih. Karena umur tulisan yang kita tulis itu akan melebihi umur kita sendiri bahkan abadi dan bisa menjadi warisan untuk anak-cucu kita nanti. “Oh… ini toh yang kakek buyut saya tulis”.
[caption id="attachment_338237" align="aligncenter" width="472" caption="Kompasianer yang ikutan Nangkring (Kompasiana/Nurulloh)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H