Sulit sekali membayangkan saat pergi bersama anak naik commuter line lalu terpisah karena pintu otomatis sudah tertutup.
[caption id="attachment_341948" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi (KOMPAS/WISNU WIDIANTORO)"][/caption]
Hal tersebut beberapa kali saya saksikan di Commuterline. Seperti kisah kemarin pagi, saya harus berlari karena hampir telat menuju kereta tujuan Tanah Abang dari stasiun Bogor. Beruntungnya saya bisa masuk ke dalam gerbong kereta. Beberapa kali operator disana memperingatkan bahwa kereta yang saya tumpangi akan segera berangkat. Beberapa kali juga pintu tertutup-terbuka sebelum berangkat. Para penumpung buru-buru masuk di detik-detik terakhir. Saya yang sudah duduk manis di gerbong paling belakang, tiba-tiba mendengar suara teriakan anak kecil saat pintu tertutup. Sontak semua penumpang menuju ke arah suara. Ternyata seorang bapak yang masuk ke gerbong kereta harus berpisah dengan anaknya yang belum sempat masuk. Rasa sedih terlihat dari raut wajahnya yang memerah bahwa ia khawatir dengan anaknya tersebut. Saya tak sempat lihat berapa umur anaknya, tetapi dengar dari suaranya seperti masih sekolah dasar. Bapak itu pun berjalan sedih ke arah gerbong umum (bukan khusus wanita).
Sulit membayangkan kesedihan itu. Mungkin bapak itu galau dengan apa yang harus dia lakukan. Bingung anaknya disana akan menyusul atau menunggu bapaknya balik lagi? Atau sudah ada petugas yang menangani. Lalu harus dengan siapa ia berkomunikasi yang akan menghubungkannya dengan sesorang yang sedang bersama anaknya. Setelah itu, saya tak tahu apa keputusan yang diambil sang bapak.
Tak hanya itu, saya juga pernah memergoki seorang bapak setengah baya di stasiun Juanda hendak naik kereta. Saya yang sudah ada di dalam kereta sempat melihat sekilas kejadian yang begitu cepat itu. Begini ceritanya... saat kereta berhenti di stasiun Juanda, bapak itu menaikan barang bawaanya yang terlihat berat. Ia tidak bisa membawanya sekaligus 2. Jadi ia masukan satu per satu. Salahnya adalah bapak itu terlalu jauh menaruh barangnya (sekitar 1,5 meter). Walaupun dalam bayangan kita tidak terlalu jauh, tapi, kecepatan bapak tersebut mengangkut satu per satu barangnya tidak sebanding dengan kecepatan pintu kereta yang tidak sampai 10 detik sudah tertutup lagi (waktu itu kereta sedang sepi). Ting... tertutuplah pintu kereta lalu jalan. Saya sempat lihat ekspresi bapak itu yang kebingungan barangnya terbawa kereta. Ia pun berlari mengikuti kereta walaupun percuma. Kita yang sedang dalam kereta hanya kasihan dengan bapak itu. Untungnya, di gerbong kereta yang saya tumpangi ada petugas PT KAI (bukan penjaga keamanan) yang hendak pulang bertugas. Ia langsung mengamankan barang bapak tadi dan menghubungi operator yang ada di stasiun Juanda. Petugas tersebut turun di Cikini, dan membawa barang tersebut. Lalu operator stasiun Juanda akan memberitahukan bahwa barang bapak tadi disimpan di stasiun Cikini. Setelah itu, saya tak tahu kelanjutan barang bawaan bapak itu, tapi saya yakin mereka akan dipertemukan (hehehe).
Saya salut dengan pelayanan PT KAI terutama wilayah Jabodetabek yang tentunya menjadi primadona. Ada juga teman saya yang memiliki kisah serupa. Sebut saja Dina... Dia membawa barang atau bisa dibilang kado untuk temannya. Ukurannya cukup besar sehingga Dina harus membawa dengan kantong tas lain. Saat di kereta, ia menaruh kado tersebut di bagasi atas kursi. Lalu, saat transit di Manggarai, ia lupa mengambil barangnya. Hingga di stasiun Jatinegara Dina harus transit lagi menuju stasiun Kramat. Ia baru sadar setelah sampai tempat tujuan. Dengan setengah panik dan positive thinking (berharap kadonya masih aman), ia menyelesaikan urusannya lalu balik lagi mencari kereta dari Bogor tersebut. Ia menanyakannya ke petugas di stasiun Manggarai (Tadinya mau tanya di Jatinegara karena pemberentian akhir kereta di Jatinegara. Karena lupa lagi, jadi di manggarai). Petugas pun menanyakan “naik kereta jam berapa?”. Teman saya pun menjawab “Jam 11:17”
“Mungkin keretanya belum balik lagi. Saya coba tanyakan ke petugas stasiun Jatinegara ya”
Petugas itu pun menghubungi seseorang di stasiun Jatinegara. Dengan kecewanya, tidak ditemukan barang ketinggalan. Petugas juga sempat menanyakan ciri-ciri barang.
Dina sempat menuliskan alamat di bungkusan kado tersebut untuk dikirimkan kepada saya (yaa... kado itu untuk saya T_T). Namun, sampai sekarang, tidak ada kado yang sampai ke rumah. Mungkin seseorang telah mengambilnya.
Dari semua kisah yang saya tuliskan, memang tidak saya saksikan sendiri happy-endingnya (kecuali yang kado itu). Namun, bisa terlihat bahwa petugas berusaha semampunya agar barang yang ketinggalan sampai kepada pemiliknya. Tak jarang, saat saya pulang sampai stasiun Bogor, bahkan sebelum keluar dari pintu stasiun sudah ada operator yang mengumumkan barang yang ketinggalan di kereta. Dengan cepatnya mereka mengecek kereta saat ditinggal penumpang agar barangnya sampai kepada pemiliknya.
Saran saya adalah, jika anda merasa ada barang hilang atau ketinggalan di dalam kereta, segeralah menghubungi petugas setempat. Jangan malu-malu untuk bertanya. Biasanya petugas ada di setiap ujung gerbong atau gerbong wanita atau di operator di stasiun. Yaa, kalau memang hilang digondol orang, bukan tanggung jawab PT KAI lagi. Oleh karena itu, tetaplah berhati-hati dan ingat barang bawaan anda (masinis kereta juga sering mengingatkannya ketika kereta akan berhenti di stasiun). Tetap pertahankan dan terus memperbaiki pelayanannya ya...