Mohon tunggu...
Nyayu Fatimah Zahroh
Nyayu Fatimah Zahroh Mohon Tunggu... Ilmuwan - Everything starts from my eyes

Coba sekekali lihat ke langit setiap hari, dan rasakan betapa membahagiakannya \r\n\r\nhttp://nyayufatimahzahroh.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Sense of Meteorology: Kemampuan Meramalkan Cuaca Sendiri

19 September 2014   01:29 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:17 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari beberapa tulisan kompasianer sebelumnya yang membahas tentang prediksi cuaca dari BMKG yang tidak tepat, dan alat canggih terbaru yang digunakan oleh BMKG, saya langsung kepikiran untuk menulis artikel terkait ini.

[caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Awan Cumulonimbus yang berpotensi hujan (dok. Pribadi)"][/caption]

Mungkin tak hanya saya saja yang merasa ramalan cuaca BMKG yang kurang tepat, tapi banyak orang merasakannya. Dari informasi yang diberikan BMKG melalui televisi membuat kita bertanya-tanya kenapa ramalan tidak sesuai dengan kenyataan?

Perlu diketahui, di beberapa wilayah memiliki pola cuaca yang berbeda-beda. Di tiap wilayah memiliki karekteristik tersendiri. Misalnya saja Bogor – karena saya tinggal di Kota Hujan ini – memiliki pola curah hujan monsunal atau musim hujan yang berada di akhir tahun dan awal tahun. Dari catatan iklimnya, Bogor memiliki hari hujan sekitar 320 hari dalam setahun. Bayangkan! Dalam setahun hanya kurang lebih 1,5 bulan tanpa hujan sisanya hujan. Kalau saya yang merasakan, Kota Bogor yang luasnya tak seberapa, hujanya pun tak merata. Suatu saat saya pernah ada di Bogor Barat lalu hujan... kemudian jalan menggunakan motor hanya sekitar 20 menit ke Bogor Tengah di sana tidak ada tanda-tanda hujan bahkan aspal pun kering. Sering terjadi seperti itu. Jadi wajar saja kalau sebagian ada yang merasa ramalan salah atau sebagian lagi merasa tepat.

Tapi, percayalah, semua metode yang digunakan dalam memprediksi bisa saja akurat, cocok, tidak tepat, dan lain sebagainya... Mereka mungkin sudah bekerja sebaik-baiknya tetapi apa mau dikata. Hasil tak sesuai prediksi. Oleh karena itu perlu dilakukan metode yang lebih spesifik dan cocok untuk wilayah tersebut.

Pernah ada acara wisuda di tempat saya kuliah, ketika seminggu berturut-turut hujan besar di bulan Januari (bahkan beberapa hari tanpa jeda) tiba-tiba saja pada hari Rabu di mana ada acara wisuda, pagi harinya cerah... walaupun beberapa kali ada rintikan gerimis yang tidak membuat kita kehujanan. Ada gosip – kemungkinan benar karena tak hanya sekali dua kali, tapi setiap kali wisuda tidak pernah hujan – universitas tersebut menggunakan pawang hujan. Ngga ngerti dengan sistem pawang hujan yang tak jarang akurat (lebih akurat dari BMKG) bahkan dosen saya pun tak dapat memastikan. Saya sendiri belum pernah melihat pawang hujan secara langsung... Mungkin saja asap yang (tak seberapa banyak) dikirimkan akan membentuk inti hujan. I still don’t know....

Kalau setiap hari sewa pawang hujan, kan mahal dan merepotkan jika untuk keperluan pribadi... lebih baik sedia payung sebelum hujan atau kenapa kita tidak melatih sense of meteorology kita? Dengan begitu bisa memprediksi dulu baru bawa payung deh. Hehehe. Apa itu sense of meteorology? Sebenarnya itu hanya istilah saya saja, atau mungkin orang lain juga pernah menggunakan istilah tersebut. Jadi, sense of meterology itu kemampuan kita untuk membaca cuaca. Yap, kaya indera ke enam gitu. Hehehe. Kita itu dasarnya sudah punya sense ini. Kita tahu saat “terasa” mau hujan dengan langit gelap dan angin yang datang, membuat kita menerka bahwa hujan akan turun. Seperti petani menggunakan sistem pranata mangsa untuk menentukan awal musim tanam dan juga nelayan untuk mengetahui kapan ikan sedang banyak di laut. Kearifan lokal yang telah dipelajari (dari melihat alam bukan belajar di sekolah) dan digunakan selama ratusan tahun membuat metode tersebut menjadi akurat. Mereka belajar dari para leluhur mereka dari mulut ke mulut. Para peteni dan nelayan dapat melihat hal tersebut karena mereka memerlukan prediksi cuaca yang akurat demi kelangsungan pekerjaannya. Jika mereka tidak memperhatikan kearifan lokal tersebut maka mereka pun akan merugi.

Cara Meramal Cuaca

[caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Dokumen Pribadi"][/caption]

Lalu gimana cara mempertajam sense of meteorology kita? Kita memang bukan nelayan atau petani tapi setidaknya kita dapat membaca cuaca sehari-hari (buat jaga-jaga bawa payung atau ngga) dengan selalu memperhatikan unsur-unsur cuaca. Misalnya saja awan. Sebelumnya saya sudah memposting tentang bagaimana cara memprediksi cuaca dengan melihat awan. Sederhananya adalah semakin gelap warna awan, semakin besar ukuran awan, dan langit tertutup oleh awan maka itu sudah bisa dipastikan hujan. Sebaliknya, semakin cerah langit (berwarna biru terang) dan semakin sedikit awan, maka dipastikan cuaca akan cerah. Coba biasakan melihat langit saat berangkat kerja pagi hari dan menerka-nerka bagaimana cuaca nanti siang/sore/malam dengan melihat awan. Semakin benar tebakan dan analisis awannya maka semakin tajam sense of meteorology anda.

[caption id="attachment_359920" align="aligncenter" width="420" caption="Awan Cirrus, terlihat langit cerah. Berarti hujan tidak turun hari itu. (dok. pribadi)"][/caption]

Lalu kulit kita harus bisa merasakan berapa suhu yang ada di sekitar kita. Cara cek nya ya dengan sering-sering lihat termometer udara bukan termometer badan. Dengan begitu kita akan mengetahui berapa kisaran suhu pada kondisi tertentu. Berbeda saat diruangan yang ber AC karena suhu ruangan diatur, dan berbeda sebarannya. Misalnya yang dekat ac lebih merasa dingin dan ketika ruangan penuh ac tidak terasa. Beli saja termometer... harganya tidak mahal ko. Sekitar 15 ribu – ratusan ribu rupiah. Yang 15 ribu sudah bisa mengukur suhu udara. Bertambahnya suhu karena paparan sinar matahari yang tinggi, lalu evapotrasnpirasi juga tinggi, dan menyebabkan terbentuknya awan. Dengan kata lain sumber hujan.

Selain suhu, ada juga kelembaban yang masih ada kaitannya dengan suhu walaupun tidak mutlak. Suhu semakin tinggi akan menyebabkan kelembaban tinggi atau kandungan air di udara tinggi. Cara mudah mengetahui kelembaban tinggi adalah kita mudah berkeringat saat tidak melakukan apa-apa. Bukan karena faktor emosi, deg-degan, stres dan sebagainya. Hal tersebut karena saat bereksresi, keringat tidak langsung menguap karena udara sudah jenuh/ kelembaban tinggi. Bandingkan dengan negara yang di subtropis dengan rata-rata kelembaban rendah, mereka tidak mudah berkeringat/ tidak banyak berkeringat saat siang hari karena keringat bisa langsung menguap. Dengan kata lain udara masih bisa menampung uap air tersebut. Atau kita bisa membeli alatnya yang bernama hygrometer atau termometer bola basah&bola kering yang dapat dibeli di toko pertanian atau kimia. Catatlah kelembaban pada siang, malam, dan pagi hari agar anda tahu kisaran kelembaban di rumah anda.

Kalau mau tahu seberapa tinggi curah hujan yang turun, kita bisa mencoba mengukurnya sendiri di rumah untuk melatih sense of meteorology kita. Dulu waktu kuliah sempat disuruh membuat ombrometer-ombrometeran sendiri atau alat pengukur hujan. Saya membuatnya menggunakan corong lalu di salurkan ke botol. Dari volume air (mm3) yang tertempung di botol, kita ukur setiap pagi jam 6-7 lalu dibagi dengan luas penampang corong (mm2) didapatlah tinggi hujan (mm). Suka dengar kan kalau diberita hujan turun setinggi 100 mm. Artinya air hujan kalau tidak mengalir dan tidak terserap, air hujan akan tergenang mencapai ketinggian 100 mm dalam luasan tertentu. Kalau kita sering melakukan percobaan tersebut, lama kelamaan akan tahu berapa mili meter hujan yang turun tanpa harus mengukurnya. Dosen saya pernah bilang kalau hujan turun dibawah 5 mm, kita tidak memerlukan payung. Kalau diatas 5 mm maka kita akan basah kuyup.

Mungkin segitu saja dari saya, semoga bermanfaat. Sebenarnya masih banyak yang ingin saya tambahkan tapi kayaknya nanti malah terlalu panjang. Maaf kalau ada salah kata ya, karena saya juga masih belajar. Terima Kasih

NFZ

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun