SINOPSIS
Villa Pandersider berdiri gagah dan kokoh. Memangku karang dan menantang ombak laut selatan. Keangkerannya sama dengan keangkeran laut selatan. Masa lalu villa yang kelam; pesta sex, kegilaan istri pemilik villa dan pembunuhan padanya menjadi awal dari semua keangkeran villa. Penghuni dan tamu-tamu villa di masa lalu seolah datang dan pergi untuk menyebarkan petaka.
Perang dunia kedua dan pendudukan Jepang mewarnai villa dengan airmata dan derita. Eleanor, istri pemilik villa yang cantik jelita terpaksa menanggalkan semua kemewahan dan menjalani hari-hari penuh siksaan sebagai tawanan Jepang. Sementara Robert suaminya terjebak perang Eropa. Setelah perang berakhir, Robert kembali ke Indonesia dan mendapati penderitaannya kembali bersama Eleanor. Banyak rahasia tersimpan setelah perang. Rahasia terdalam yang disembunyikan oleh Elenor adalah seorang anak setengah kuning yang tersembunyi di bagian villa.
Bagian paling rahasia villa adalah sebuah kamar bawah tanah. Di bangun dengan cucuran keringat, darah dan tebusan nyama kaum rodi penjara, kamar ini menjadi awal dari semua petaka. Robert sang pemilik villa membunuh istrinya yang cantik jelita, Eleanor, di kamar ini.
Bertahun-tahun berlalu. Waktu berjalan dan keangkeran villa yang tertidur kembali bangun ketika sekelompok anak muda dari Jakarta datang menyewa villa. Di awali dengan kegembiraan lalu berubah menjadi teror ketika salah satu dari mereka menghilang dan di temukan tewas terapung. Menyusul dua orang kemudian ikut menghilang.
Keanehan dan keangkeran makin mencekam ketika muncul lelaki misterius, menghilangnya tembok beton kokoh dan keanehan-keanehan lainnya.
Sakit jiwa dari masa lalu kembali terbangun dan menghantui villa.
PROLOG
Kelip bintang menyatu dengan uap dingin pantai selatan. Butiran-butiran lembutnya sungguh menusuk tulang. Seakan diciptakan pada ukuran yang tepat untuk menembus kulit lalu dan menggigit tulang dengan dinginnya.
Robert berjalan mengendap di kegelapan, bersembunyi disela-sela bayangan pohon dan pinggiran villa. Di depannya, seorang perempuan dengan tubuh tinggi semampai berjalan tenang. Bahkan kegelapan malam tidak mampu menyembunyikan keindahan tubuhnya. Langkah gemulainya menciptakan bayangan elok. Menari-nari diiringi suara deburan laut selatan yang menghantam karang-karang pantai Popoh.
Jelas sekali Robert sedang membuntuti perempuan itu. Tubuh tinggi besarnya tidak kesulitan bersembunyi di sela-sela gelap. Langkah berat dan gesekan sepatunya terkalahkan oleh suara deburan pantai selatan. Suara hantaman pantai selatan ke tebing terjal tempat villa berdiri serupa dengan suara badai. Robert menyembunyikan suaranya di sana.
ooOOoo
Lampu kristal berukuran raksasa berada tepat di tengah kamar. Keindahannya luar biasa. Marmer putih tembus pandang dan potongan-potongan kristal tersusun dengan detil dan kerapian yang diperhitungkan. Api di tengah lampu kristal menyebarkan keindahannya melalui marmer dan kristal-kristal itu.
Kamar tempat lampu kristal itu ditempatkan mempunyai keindahan yang luar biasa. Keindahan lampu kristal hanyalah sedikit keindahan yang dapat digambarkan. Di seantero ruangan tersebar benda-benda indah dan mewah.
Di tengah ruangan adalah sebentuk ranjang dengan penutup satin putih tipis. Kehadiran ranjang di ruangan itu demikian mencoloknya. Seolah semua keindahan yang ada di ruangan itu ditujukan bagi kehadiran ranjang. Terbuat dari ukiran pohon jati kokoh dengan warna coklat tua, terlihat sangat serasi dengan kasur, bantal dan sprei tebal berwarna putih. Empat tiang penyangganya tinggi menjulang terlilit balutan satin sutra.
Di bagian tengah ranjang, tubuh molek Eleanor terbaring menantang. Dengan berahi yang tak pernah mati, Ele meletakkan tubuhnya di tengah hamparan sprei sutra putih tebal. Keinginan yang memuncak yang tak sanggup ditahannya. Api berahi yang meletup-letup tak sanggup ditahannya. Dorongan dari dalam yang tak mampu ditolak oleh tubuh mudanya. Seperti pada malam-malam sebelumnya, Eleanor memutuskan untuk menyerah pada keinginan nafsu berahinya.
Di jam begini dia yakin Robert sudah terlelap. Maka seperti biasa, Ele akan melenggang santai ke kamar rahasianya.
Sastro sudah menunggu disana. Menyiapkan energi baru untuknya. Hari ini dua pelayan muda yang berbadan kekar sudah menunggu. Siap melaksanakan apa yang dia inginkan. Ele akan mengajak mereka berpetualang ke negeri yang paling indah yang tak akan terlupa. Robert terlalu tua untuk dapat memuaskan kehausannya. Dalam otaknya hanya bisnis dan bisnis saja.
Lalu malam semakin terang bagi Eleanor. Kegembiraan bagi jiwa dan tubuh mudanya ada di depan mata. Di tengah pembaringannya, Eleanor tersenyum siap menyambut dua lelaki muda yang berjalan masuk dengan bimbingan Sastro Pencor.
Kaki Ele terbuka lebar. Dua pelayan bergantian melayani nafsu yang bergelora, yang tak pernah terpuaskan dengan cepat. Gejolak meledak diiringi desah dan teriakan memenuhi seantero ruang. Sastro mulai terangsang. Dia suka melihat pemandangan seperti ini. Kepuasan diraihnya hanya dengan melihat adegan macam begini.
Pelayan yang merasa mendapat kehormatan, melakukan semua dengan pengabdian yang tulus. Dalam pikiran mereka, mereka ada di dunia ratu. Ratu pantai selatan. Mereka merasa mendapat kekuatan setiap kali habis melaksanakan ritual gila itu.
Sastro diam di pojok, melihat permainan seru itu dengan desah tertahan. Eleanor sangat cantik. Saat gelora di puncak, Sastro akan mengakhiri permainan. Sampai Eleanor puas dan menjerit-jerit di pelukannya.
Semua permainan gila itu tidak pernah luput dari pengawasan sepasang mata. Sepasang mata berwarna kecoklatan milik seorang bocah kecil. Yang pada jiwanya telah terpatri kegilaan-kegilaan tak terbayangkan.
Kelak, lelaki kecil ini akan membawa kegilaan itu dan menanggung deritanya di sepanjang hidup.
ooOOoo
Ruang rahasia ini demikian besarnya. Bahkan menyediakan ruang-ruang gelap untuk bersembunyi. Disalah satu sudut gelapnya, Robert tertutupi oleh kegelapan. Matanya membelalak. Detak jantungnya terpacu cepat. Tubuh tuanya hampir menyerah oleh pompaan jantung yang luar biasa kuat.
Di depannya, dia menyaksikan kegilaan-kegilaan Eleanor. Dunianya menjadi terbalik. Pikiran warasnya mendadak hilang. Tangannya bergetar hebat. Lalu emosi dan kemarahan membimbing tangan gemetar itu ke arah pinggang dan mencabut pistol yang terselip.
Pada puncak kegilaan Eleanor, Robert menerobos masuk ke tengah ruangan. Matanya semerah darah oleh rasa marah. Kedua tangannya teracung dan sekejap kemudian suasana kamar berubah menjadi ajang pembantaian. Robert dengan kemarahannya menembaki tubuh-tubuh telanjang yang beberapa detik lalu terpacu oleh berahi. Dua pelayan muda tergolek dengan banyak peluru bersarang di kepala mereka. Eleanor terkejut dan mati rasa. Di pojokan ranjang dia berlindung. Matanya tak sanggup menatap mata Robert.
“Lihat aku !!!” Teriak Robert. Eleanor tidak memiliki kesanggupan. Hatinya telah terbang entah kemana. Kengerian luar biasa kini terpampang di depannya. Kedua pelayan mudanya tewas terlentang dengan tubuh telanjang. Muka keduanya hancur dan darahmenggenang di atas ranjang. Tubuh molek Eleanor terkena banyak cipratan darah.
“Eleanor!!! Tatap mataku!!!” Robet berteriak kesetanan. Pistolnya teracung ke kepala Eleanor. Perlahan Eleanor mendongakkan kepalanya. Memaksakan keberaniannya untuk menatap Robert. Tepat ketika kedua mata mereka bertemu, bunyi letusan kembali terdengar. Sebuah lubang terbentuk tepat diantara kedua mata cantik Eleanor. Eleanor terjengkang ke belakang. Dia tewas seketika dengan lubang peluru di kepala. Robert terpaku di tempatnya. Kemarahan yang luar biasa membuat tubuhnya serasa melayang. Pikirannya kosong sekarang.
Di sudut kamar yang lain, Sastro Pencor menggigil ketakutan. Dia tidak berani bersuara samasekali. Tangannya mendekap mulut seorang bocah kecil, berusia tidak lebih dari 9 tahun. Kedua tangan Sastro Pencor mendekap erat mulut si bocah. Pada titik tertentu, ketika Robert masih terpaku pada dunianya sendiri, Sastro Pencor memutuskan untuk berjalan mengendap menuju pintu keluar. Robert belum menyadari kehadiran Sastro Pencor dan lelaki kecil itu. Dia baru menyadarinya ketika mendengar suara berat pintu yang tertutup. Pintu besar yang tadi dilewatinya, terbuat dari kayu jati kokoh tebal. Robert memburu ke arah suara pintu tetapi terlambat. Karena dia segera mendengar suara pintu terkunci dan gemerincing gembok. Sia-sia saja dia menghamburkan pelurunya menembaki pintu tebal kamar.
Sekarang dia terperangkap di dalam kamar rahasia itu, bersama tiga mayat yang baru di bunuhnya.
ooOOoo
Komentar terhadap novel "Elle Eleanor" ini:
"Novel ini memberi ruang imajinasi bahkan pikiran liar yang selama ini tidak terpikirkan. Sampai setelah membaca sensasinya itu memberikan inspirasi untuk menelaah dunia yang tidak terlihat dan terjamah!"
- Happy Salma, penulis sastra dan artis
"Detail suasana dan cara bertutur novel ini membuat saya-yang tidak pernah menyukai cerita thriller, menjadi ingin membaca sampai selesai"
- Zara Zettira Zr, penulis novel.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H