Mohon tunggu...
Nuke Patrianagara
Nuke Patrianagara Mohon Tunggu... Freelancer - cerah, ceria, cetar membahana

rasa optimis adalah kunci

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Bu Susi, Sang Penjaga Laut Nusantara

15 Mei 2019   21:54 Diperbarui: 15 Mei 2019   22:19 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat diumumkan menjadi jajaran kabinet Pak Jokowi pada bulan Oktober tahun 2014, para warganet dengan segala fatwanya langsung bereaksi, kok bisa terpilih, kok dia sih, memang tidak ada yang lain, kan pendidikannya hanya sampai ...., dan sebagainya, oh maha benar warganet dengan segala cuitan dan komentarnya.  Hampir 5 tahun Bu Susi menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, dengan segala pencapaian dan gebrakannya ,sampai hari ini kapal "Illegal Fishing" yang telah ditenggelamkan Bu Susi beserta jajarannya dan dinas terkait adalah 539 kapal (Senin, 13 Mei 2019,kompas.com), warganet kembali riuh di media sosial bagaimana caranya Bu Susi bertahan di kabinet berikutnya. Jangan sampai terjadi  Bu Susi yang ditenggelamkan saat tidak kembali menjadi menteri.

Bertempat di Bentara Budaya Jakarta, WWF bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia dan Harian Kompas menyelenggarakan Pemutaran Film Dokumenter dan Diskusi "Our Planet". 

Dimulai dengan pemutaran film dokumenter "Our Planet -- Coastal Seas" karya WWF berkolaborasi dengan Netflik dan silverback Films, kita sebagai penonton dibuat kagum dengan keindahan alam dan kehidupan binatang, ada berang-berang yang lucu dan menggemaskan, kawanan ikan yang berjuta-juta jumlahnya meliuk kian kemari bagai sang penari dalam pementasan, ada bulu babi berwarna ungu yang selama ini kita hanya kenal dengan warna hitam.

Kita semua tidak mau keindahan itu punah dan berlalu begitu saja, kita butuh gerakan menjaga lingkungan, salah satu yang membuat penonton berdecak kagum bahwa adalah kehadiran Raja Ampat dalam film dokumenter tersebut, begitu indahnya alam di ujung negeri ini, berita yang menggembirakan saat Raja Ampat menjadi Suaka Alam Kelautan, jumlah ikan meningkat berlipat-lipat, harapan itu hadir, alam bisa kita usahakan kelestariannya dengan cara tegas menegakan peraturan.

Film dokumenter  "Our Planet -- Coastal Seas" turun dari layar, dilanjutkan dengan acara berikutnya, yaitu diskusi dengan tema "Kawasan Konservasi Laut, Perikanan & Ekowisata: Kesepakatan Baru untuk Alam dan manusia Indonesia, menghadirkan Bu Susi Pudjiastuti sebagai  Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Ninuk Mardiana Pambudy sebagai Pemimpin Redaksi Harian Kompas dan Rizal Malik sebagai CEO WWF-Indonesia dipandu oleh moderator Prita Lura yang juga seorang Pandu Laut.

Sang modertator mempersilahkan Bu Susi memberikan paparan terlebih dahulu, dengan gaya khasnya Bu Susi bersemangat memberi paparan dengan uraian data yang sangat detail, ini mengingatkan saya pada Pak Ahok.

Segala pencapaian dan rintangan yang dihadapi diceritakan pada peserta dengan waktu yang sangat singkat ini, ada beberapa uraian Bu Susi yang saya tangkap dan melekat pada ingatan yaitu mengenai cantrang, tarik menarik kebijakan mengenai cantrang ini belum menemukan titik ujung, pengertian ditarik dan diseret saja menjadi perdebatan, kita miris mendengarnya kalau cantrang masih saja dipergunakan, berapa juta ton ikan akan terbuang percuma, jangan sampai kita duduk termangu melihat punahnya ikan-ikan di laut kita karena menangkap ikan dengan cantrang itu menyapu seluruh dasar laut untuk menangkap ikan demersal atau ikan dasar.

Oleh karena itu cantrang berisiko merusak ekosistem, subtrat tumbuhnya organisme dan merusak terumbu karang.

Kementerian Kalautan dan Perikanan Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 2 Tahun 2015 serta Peraturan Menteri Nomor 71 tahun 2016, pemerintah melarang penggunaan alat tangkap ikan pukat hela (trawl) dan pukat tarik (seine net) atau cantrang, Peraturan Menteri mengenai larangan penggunaan cantrang membuat para nelayan meradang, Bu Susi di demo dimana-mana bahkan sampai datang ke Jakarta, sedianya peggunaan cantrang mulai dilarang pada 2017, tetapi ditunda.

Harian kompas, Minggu 21 April 2019 hal 8 dengan judul "Cantrang Masih Idola" para nelayan di Juwana Pati, menyambut baik perpanjangan izin cantrang. Kementerian Kelautan dan Perikanan tetap akan melarang membatasi. Menurut nelayan penggunaan cantrang sangat menguntungkan karena mahalnya alat yang legal yaitu pursue seine.

Menjadi pekerjaan rumah yang tidak mudah, saling tarik menarik antara keuntungan dan kelestarian lingkungan, nelayan menginginkan alat yang murah dan menguntungkan, sedangkan lingkungan juga perlu dijaga, beberapa daerah yang telah menerapkan larangan penggunaan cantrang menunjukan hasil yang menggembirakan, jumlah ikan kembali meningkat signifikan.  Selain larangan penggunaan cantrang, Bu Susi juga menyinggung pencemaran sampah plastik di laut.

Pidato Menteri Koordinator Maritim Republik Indonesia Luhut B. Pandjaitan pada Informational Breakfast Meeting on Combating Marine Plastic Debris saat KTT Kelautan berlangsung, 30 Oktober 2018 di Nusa Dua Convention Center.

Sangat penting bagi kami untuk memperoleh dukungan dan sinergi berbagai kerja sama, terutama dalam pengelolaan sampah di laut yang sejalan dengan kebijakan Pemerintah RI.(30 Okt 2018, maritim.go.id)

Begitu semangatnya Menteri koordinator Maritim memerangi sampah plastik di laut, tapi di lain pihak kran impor untuk plastik masih dibuka, begitu kontradiksinya kebijakan ini, menjaga LAUT NUSANTARA adalah tanggung jawab semua pihak, butuh sinergi setiap lapisan.

Kalau masih mengedepankan kepentingannya masing --masing, sulit menggapai target laut kita  bebas sampah plastik.  Semua pemegang kepentingan harus duduk bersama. China sebagai urutan pertama penyumbang sampah plastik mampu menerapkan stop impor plastik, begitupun Malaysia dan Thailand seharusnya Indonesia mampu berbuat yang sama.

Cukup sudah muatan-muatan sampah plastik yang bertebaran di sungai, laut, danau  diunggah ke media. Mari kita singsingkan lengan baju mencegah pencemaran lebih luas dengan mengubah gaya hidup sehat, saat belanja kita bawa sendiri kantong belanjanya, tidak memakai produk-produk plastik yang tidak ramah lingkungan, tidak memakai sedotan plastik, mulai memilah sampah organik dan non organik bahkan di beberapa tempat sudah hadir bank sampah.

Beberapa berita miris tentang laut kita, masih ada angin segar yaitu ikan tuna asal Indonesia merajai dunia, sebagai komoditas unggulan, ini pencapain yang sangat menggembirakan, kita tidak kalah dengan negara lain, dan kita mampu mencapai itu, semoga diikuti oleh komoditas lainnya dalam segala sektor.

Sesi tanya jawab dibuka, diawali dan diakhiri oleh tiga penanya karena Azan Magrib segera berkumandang sebagai penanda waktu untuk buka puasa, saya mengawali sesi ini dengan pertanyaan, menurut teman sebangku Ibu saat SMA di Yogya yaitu Ibu Dwikorita (Kepala BMKG) bahwa Bu Susi adalah pembaca buku kelas berat, pertanyaan saya, adakah buku yang pernah Ibu baca di masa lalu dan saat sekarang ibu menjabat sebagi menteri,buku tersebut bagai menceritakan jabatan ibu saat ini.

Jawaban Bu Susi menceritakan buku apa yang beliau baca, saat SD baca Bobo, Kawanku, Kuncung, saat SMP baca Kho Ping Kho, Hemingway, saat SMA membaca Adam Smith, Tolstoy dan masih banyak lagi yang lainnya. Luar biasa bacaan Bu Susi, saya malah beberapa tidak kenal penulis yang disebutkan beliau.

Menurut Bu Susi saat ini waktu membaca buku sudah sulit, sibuk bermain dengan cucu dan jabatan menteri yang menyita waktu, tetapi dia menyimpan 300an artikel di dalam gawainya yang dibaca saat dalam perjalanan baik di mobil maupun dalam pesawat. Perlu dicamkan, membaca itu penting.

dokpri
dokpri
Penanya kedua seorang mahasiswa dari Universitas Bina Nusantara membahas tentang pelestarian terumbu karang di daerah Pulau Pari kepulauan Seribu yang dia gagas, tapi sedikit pesimis dengan pencemaran yang terjadi dan bisa merusak terumbu karang. Menurut  Bu Susi jangan berhenti berbuat baik untuk kebaikan laut kita.

Bapak Ayung  sebagai penanya terakhir, pertanyaan pertamanya apakah komoditas laut Indonesia bisa menjadi penyumbang no 1 dalam APBN, dan pertanyaan keduanya apakah Indonesia itu negara agraris atau maritim.

Menurut Bu Susi, komoditas laut kita banyak turunannya dan bahkan tidak tercatat, mengenai negara kita sebenarnya negara maritim tapi sebagai tempat bercocok tanam juga negara ini cocok. Pendapat saya pribadi harusnya kita ini negara maritim juga agraris atau negara agraris juga maritim.

Acara ditutup karena azan magrib sudah berkumandang.   Alhamdullilah tibalah saatnya untuk berbuka.  Panitia telah menyediakan takjil dan prasmanan untuk peserta makan.

Tahun 2007 sempat ada tugas ke Pulau Simeulue, pesawat yang dipergunakan untuk sampai kesana Maskapai Susi Air, sang pemilik maskapai tersebut pada tahun 2014 diangkat menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. saya punya hobi foto bersama dengan orang-orang hebat, menunggu kesempatan datang dari lama, baru bisa diraih di acara ini.

Selesai acara Bu Susi langsung menuju ruang VIP untuk buka puasa, saya kan peserta biasa jadi harus menunggu kesempatan yang baik, berdasarkan pengalaman saya biasanya mencegat saat orang hebat tersebut menuju mobil untuk pulang (berdasarkan pengalaman mengejar Pak Jokowi dan Pak Ahok).

Saya lari ke depan halaman Bentara Budaya, saya melihat protokolernya Bu Susi, saya meminta izin untuk minta tanda tangan dan foto bersama Bu Susi, menurutnya silahkan saja kalau Bu Susi nya berkenan.

Saya dengan sabar menunggu di pintu keluar, didalam ruangan ternyata begitu antri yang mau wawancara Bu Susi dan minta foto bersama, sayapun ikut masuk ke dalam, dan berburu foto juga tanda tangan.

Awalnya buku yang saya bawa dilihat dulu asistennya karena bukan buku biografi Bu Susi  jadi harus menjawab dulu isi buku, buku yang saya bawa adalah buku "Karya adalah Doa" Untuk Nusantara karya Hari Prasetiyono, Yoga Adhtrisna, dkk. Di halaman 52-53 ada cerita mengenai Bu Susi, ide awalnya ingin tanda tangan diatas foto saya saat naik Susi Air, tapi datanya hilang entah kemana.

Akhirnya durian runtuh mengenai saya, Bu Susi dengan ramah mau tanda tangan walau bukan dibukunya setelah saya jelaskan dan foto bersama dengan senyum saya yang sangat lebar, rejeki nomplok hari ini.  Terima kasih para asisten Bu Susi memberikan kesempatan emas pada saya.

dokpri
dokpri
Ayo kita mulai bergerak menjaga lingkungan kita, kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi.

MARI JAGA LAUT NUSANTARA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun