Artikel opini ditulis oleh Novelia Qothrunnada, Mahasiswi Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat FKKMK UGM.
Indonesia pernah menjadi urutan pertama di Asia tenggara dengan angka konfirmasi covid-19 tertinggi sebesar lebih dari 1 juta kasus terkonfirmasi (Azizah 2021). Upaya preventif yang dilakukan salah satunya dengan melakukan tindakan vaksinasi. Vaksinasi dilakukan sebagai bentuk upaya aktif untuk mencegah seseorang terhindar dari sakit, dan apabila sakit maka gejala yang ditimbulkan hanya gejala ringan serta menahan seseorang untuk menjadi sumber paparan suatu penyakit terhadap orang lain (Zimmermann,2022). Vaksinasi covid-19 dilakukan untuk mencegah terjadinya penyebaran covid-19 agar masyarakat khususnya bagi masyakarat yang melakukan pekerjaan beresiko terpapar sehingga dapat melakukan kegiatan kerja secara produktif. Vaksin covid-19 dijalankan dengan efektif dibuktikan dengan kuantitas penerima vaksin per tahun 2021 tersebar sebanyak 90 juta dosis yang telah disuntikkan (Pratama, 2021).
Efektivitas suatu kegiatan promosi kesehatan seperti  vaksin dapat dianalisis dengan teori Health Belief Model (HBM).  Health Belief Model dilakukan dengan tujuan untuk menilai kecenderungan perilaku individu yang dipengaruhi oleh adanya ancaman yang dihasilkan oleh persepsi kerentanan, keparahan, manfaat dan hambatan melakukan tindakan pencegahan serta pengingatan untuk bertindak dan sosiodemografi (Prabandari et al., 2020). Analisis Health Belief Model pada perilaku kepatuhan vaksinasi pada pekerja diharapkan dapat menjadi gambaran terbentuknya perilaku kepatuhan masyarakat pekerja terhadap vaksinasi covid-19.
Berdasarkan teori Lawrence Green, kesehatan seseorang dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor perilaku dan faktor diluar perilaku. Faktor perilaku dipengaruhi oleh 3 hal yakni :
- Faktor predisposisi yang mempermudah terjadinya perilaku pekerja seperti pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, norma sosial, budaya dan faktor sosiodemografi. Hal ini dapat dimasukkan pada aspek format sosiodemografi responden, perceived susceptibility (persepsi kerentanan). Jika pekerja merasa rentan atau terancam, maka ia akan mencari perlindungan dalam hal ini jika responden memiliki komorbid, atau bekerja dengan banyak orang; perceived severity (persepsi keparahan) jika pekerja merasa terancam terhadap sesuatu yang memiliki tingkat keparahan yang besar, maka ia akan mencari perlindungan. Dalam hal ini banyak pekerja merasa takut apabila covid-19 semakin parah.
- Faktor pendukung, yang memfasilitasi suatu perilaku. Hal ini dapat dimasukkan pada aspek perceived benefits and perceived barries. Faktor pendukung terdiri atas sarana dan prasarana kesehatan. Jika pekerja merasa mendapatkan  keuntungan jika melakukan vaksin, kemudahan mendapatkan pelayanan vaksin dan tidak ada norma sosial yang melarang keberlakuan vaksin.
- Faktor pendorong, yakni faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya suatu perilaku hal ini bisa dimasukkan pada aspek self efficacy dan cues to action yang mendorong pekerja untuk melakukan vaksin ialah karena aturan pemerintah, ingin melindungi keluarga atau benar benar merasakan manfaat dari vaksin.
Perilaku masyarakat terhadap vaksinasi dan pola hidup pasca pandemi dapat dianalisis dengan health belief model dengan memperhatikan faktor-faktor diantaranya Perceived Susceptibility,Perceived Severity, Perceived Benefits, Perceived Barriers, Cues to Action, Self-efficacy.
Referensi :
Azizah, K. N. (2021). Alert! Kasus Positif-Aktif COVID19 Indonesia Tertinggi Se-ASEAN. DetikHealth.
Prabandari, Y. S., Padmawati, R. S., Hasanbasri, M., Dewi, F. S. T., & Press, G. M. U. (2020). Ilmu Sosial Perilaku Untuk Kesehatan Masyarakat. UGM PRESS.
Zimmermann, P., Pittet, L. F., Finn, A., Pollard, A. J., & Curtis, N. (2022). Should children be vaccinated against COVID-19?. Archives of disease in childhood, 107(3), e1-e1.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H