Mohon tunggu...
Nefya Vannesa Azlou
Nefya Vannesa Azlou Mohon Tunggu... -

Mahasiswi Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Budi Luhur Tahun 2010

Selanjutnya

Tutup

Politik

Reshuffle Kabinet = Pengalihan Kasus?

24 Oktober 2011   13:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:33 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Isu yang sudah gempar di telinga masyarakat akhirnya dapat dibuktikan oleh bapak Presiden kita, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pada tanggal 19 Oktober 2011, SBY resmi mengumumkan hasil perombakan Kabinet Indonesia Bersatu II. Ada beberapa nama Menteri yang baru dan yang bergeser posisi, diantaranya: Menteri Hukum dan HAM (Amir Syamsuddin), Menteri Perdagangan (Gita Wirjawan), Menteri Lingkungan Hidup (Baltazar Kambuaya), Menteri Perumahan Rakyat (Djan Faridz), Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Azwar Abubakar), Menteri BUMN (Dahlan Iskan), Menteri Kelautan dan Perikanan (Tjitjip Sharif Sutardjo), Menteri ESDM (Jero Wacik), Menteri Perhubungan (EE Mangindaan), Menteri Riset dan Teknologi (Gusti Mohammad Hatta), dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi kreatif (Mari Elka Pangestu). Juga ada Pejabat Setingkat Menteri, Kepala Badan Intelijen Negara (Marciano Norman).

Alasan utama SBY melakukan perombakan pada susunan Kabinet Indonesia Bersatu II adalah untuk memperbaiki kinerja para menteri yang ditinjau dari hasil raport maupun polling masyarakat terhadap kinerja menteri selama 2 tahun. Perombakan susunan kabinet ini memang menjadi hak prerogatif yang hanya dimiliki oleh presiden, tetapi hal ini lagi-lagi menimbulkan masalah baru di atas sekian banyak masalah yang belum dapat diselesaikan dalam masa kepemimpinan SBY. Hal ini menimbulkan berbagai macam opini baik dari pengamat politik sampai pada kaum masyarakat. Pengamat politik menilai susunan menteri yang telah terbentuk banyak yang tidak sesuai pada penempatannya atau yang seharusnya masih menjabat posisi sebagai menteri tetapi dicopot oleh SBY. Seperti contoh: Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (Fadel Muhammad) yang posisinya diganti oleh Tjitjip Sharif Sutardjo menimbulkan opini bahwa hal yang dilakukan oleh SBY adalah salah dan juga menimbulkan kekecewaan yang sangat mendalam dihati Fadel Muhammad karena pertama ia mengetahui pecopotannya dirinya mendadak dan belum ada omongan dari jauh-jauh hari oleh SBY, kedua menurutnya ia telah bekerja secara baik, tetapi menurut harian KOMPAS, Minggu, 23 Oktober 2011 Menteri Sekretaris Negara (Sudi Silalahi) menjelaskan bahwa penyebab dicopot karena Fadel Muhammad bermasalah, hal ini sontak seperti menimbulkan fitnah menurut Fadel Muhammad. Itu salah satu contoh dari berbagai contoh yang ada. Masyarakat menilai susunan Kabinet Indonesia Bersatu II dalam masa kepemimpinan SBY terlalu banyak menteri yang hanya dapat membuang uang negara tiap tahunnya saja untuk Wakil Menteri ± 200 M, sedangkan yang diinginkan oleh masyarakat adalah susunan kabinet yang ramping tetapi dapat bekerja secara optimal daripada susunan menteri yang sangat banyak tapi belum tentu memiliki ethos kerja yang baik.

Adanya perombakan Susunan Kabinet Indonesia Bersatu II seolah-olah menjadi pengalihan kasus terkait penyuapan wisma atlet yang menjerat beberapa nama politisi negeri yang tidak memiliki rasa tanggungjawab terhadap rakyat. Ini permasalahan yang kedua yang disuguhkan kepada khalayak setelah kemarin sempat ada masalah BOM di Solo. Setelah timbul beberapa isu mengenai akan adanya perombakan susunan kabinet, maka pada saat itulah media massa menyiarkan serempak semuanya tentang isu itu, baik cetak maupun elektronik. Sedangkan permasalahan besar yang belum terselesaikan sampai akan dimulainya SEA GAMES XXVI masih saja stagnant seolah-olah tidak ada yang berani untuk menjerat nama-nama politisi besar tersebut. SBY lagi-lagi dinilai seperti lamban dalam mengambil sikap untuk mengusut tuntas kasus suap wisma atlet. Yang dapat dilakukan SBY hanyalah pidato di Istana Presiden didampimgi oleh teks dan wakilnya, tetapi tidak pernah ada aksinya.

Entah sampai kapan kepentingan masyarakat selalu menjadi yang terakhir. Tidakkah SBY dapat merasakan apa yang dibutuhkan oleh masyarakatnya. Untuk apa memperbanyak jumlah menteri yang mengakibatkan uang negara tersedot, tetapi masih banyak masyarakat Indonesia yang masih kelaparan, gelandangan, serta generasi penerus bangsa yang telah hancur jiwa serta raganya karena tidak dapat merasakan duduk di bangku sekolah. Miris memang ketika penguasa tidak berpihak kepada rakyat kecil, yang ada hanya bagaimana ia tetap bisa mendapatkan semua yang ia inginkan dengan cara halal ataupun tidak tanpa memperhatikan nasib rakyatnya. Ketika hati nurani bertentangan dengan segepok uang yang disuguhkan kepada para penguasa maka lupalah ia pada janji untuk mensejahterakan rakyatnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun