Mohon tunggu...
Nuzulul Dina
Nuzulul Dina Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

International Relation Student, Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Konflik Kamboja Rezim Pol Pot - Khmer Merah

17 Januari 2012   12:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:46 17229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tahun 1975 hingga 1979 merupakan masa-masa kelam bagi rakyat Kamboja ketika pemerintahan dikuasai Pol Pot dibawah rezimKhmer Merah. Khmer Merah menduduki tampuk kekuasaan setelah berhasil menggulingkan Republik Khmer Lon Nolpada 17 April 1975.[1] Jatuhnya rezim Lon Nol memberikan secercah harapan baru bagi penduduk Kamboja untuk mencapai kedamaian setelah terjebak dalam perang saudara sejak 1967. Namun kenyataannya, rezim Pol Pot dengan kebijakannya justru menambah panjang penderitaan rakyat. Bagaimana konflik kamboja era rezim Pol Pot terkait kebijakan yang mengakibatkan tewasnya sekitar 2 juta penduduk Kamboja pada tahun 1975-1979? Dalam hal ini, akan dibahas mengenai konflik Kamboja sejak berdirinya rezim Pol Pot tahun 1975 hingga jatuhnya pada tahun 1979.

Kamboja merupakan negara berbentuk monarki konstitusionaldi wilayah Asia Tenggara seluas 181.035 km2 yang berbatasan dengan Thailand, Laos dan Vietnam.[2] Pada periode 1975-1979, 1,5 hingga 2 juta penduduk atau sekitar 20% dari jumlah populasi dari 7-8 juta penduduk tewas dibantai oleh rezim Khmer Merah dalam rangka revolusi ekstrimis agraris.[3] Khmer Merah merupakan Partai Komunis Kamboja pimpinan Pol Pot yang memerintah Kamboja 1976-1979.[4]Tindakan genosida yang dilakukan oleh rezim Khmer Merah merupakan titik klimaks dari konflik yang dialami Kamboja sejak memperoleh kemerdekaan dari Perancis pada tanggal 9 November 1953.[5] Khmer Merah menduduki tampuk kekuasaan setelah berhasil menggulingkan Republik Khmer Lon Nolpada 17 April 1975.[6] Republik Khmer Lon Nol yang beraliran kapitalis pro-AS menjadikan Kamboja berada dibawah hegemoni AS untuk melawan Vietnam Utara.[7] Akan tetapi, Angkatan darat dan armada laut Amerika Serikat justru mengubah Kamboja menjadi medan pertempuran dalam rangka melawan komunisme Vietnam Utara. Lebih dari 100.000 penduduk sipil Kamboja tewas akibat petaka yang dijatuhkan pesawat pembom Amerika B-52.[8] Pada akhirnya, pemerintahan Lon Nol kehilangan dukungan dari rakyatnya yang mengakibatkan destabilitasi ekonomi dan militer di Kamboja dan gelombang dukungan terhadap Pol Pot.[9]

Pada tanggal 17 April 1975, penduduk Kamboja dengan suka cita merayakan kemenangannya ketika Rezim Lon Nol resmi terlengserkan yang menandai berakhirnya perang sipil sejak 1965.[10] Akan tetapi, Khmer Merah justru memerintahkan seluruh penduduk lebih dari dua juta penduduk meninggalkan kota menuju pedesaan dalam rangka Revolusi Agraria untuk tinggal dan bekerja di pedesaan sebagai petani.[11] Hal ini dikarenakan kota-kota besar di anggap sebagai basis dari kaum aristokrat dan penghambat revolusi[12]. Dalam relokasi paksa ini, anggota keluarga harus dipisahkan dari satu sama lain antara orang tua dan anaknya untuk dikirim secara terpisah ke berbagai pedesaan untuk diperas tenaganya sampai meninggal dunia karena kelelahan atau sakit.[13] Pemerintahan Pol Pot yang mengusung konsep Marxisme-Leninisme melakukan percobaan radikal untuk menciptakan utopia agrarian dengan menyatakan konsep “Year Zero”.[14] Pol Pot dan Khmer Merah mengklaim bahwa Kamboja mampu menciptakan tatanan sosialis murni yang berdiri sendiri melalui produktivitas petani dengan mengatakan "Kami membuat sebuah revolusi yang unik," kata."Apakah ada negara yang berani menghapuskan uang dan pasar seperti cara yang kami miliki?. Kami adalah model yang baik bagi seluruh dunia."[15] Konsep “Year Zero” merupakan kebijakan di jalankan oleh negara komunis Kamboja untuk melakukan revolusi destruktif yang mengakibatkan terjadinya pembunuhan secara massal dalam suatu periode.[16]

Pada bulan Agustus 1976, Pol Pot menjalankan Rencana Empat Tahun untuk meningkatkan produksi pertanian sebagai produk ekspor melalui industrialisasi pertanian dan pengembangan industri ringan beragam.[17] Khmer Merah menjadikan seluruh penduduk sebagai buruh budak paksa pada proyek pertanian besar-besaran yang diperlakukan dengan sangat tidak manusiawi.[18] Pada masa pemerintahan Pol Pot, sekitar 20% rakyat Kamboja tewas akibat kebijakan utopis Pol Pot[19]. Disamping itu, kebijakan tersebut menyebabkan rakyat Kamboja telah kehilangan rasa moralitasnya hingga mengubah karakter budaya Kamboja secara signifikan karena meraka hanya diwajibkan patuh terhadap pemerintah.[20]

Kebijakan Pol Pot mendorong invasi Vietnam pada tahun 1978 yang dilatarbelakangi pembantaian terhadap puluhan ribu warga keturunan Vietnam di Kamboja serta perlakuan tidak manusiawi terhadap para anggota partai komunis pro Vietnam yang membantu menumbangkan rezim Lon Nol kala itu.[21] Disamping itu, sebagai serangan balasan atas tindakan Pol Pot yang menyerang wilayah Vietnam.[22]Kebijakan Pol Pot tersebut dianggap melewati batas toleransi sehingga memaksa Vietnam menyerang pemerintahan Pol Pot guna menyelamatkan rakyatnya. Pada bulan 25 Desember 1978, Vietnam menyerang wilayah Kamboja dengan bala kekuatan sekitar 200.000 pasukan. Klimaksnya pada tanggal 10 Januari 1979, intervensi Vietnam secara resmi mengambil alih tampuk pemerintahan di Kamboja dan mendirikan People’s Republic of Kampuchea (PRK) yang dipimpin Heng Samrin.[23]

Tindakan keji Khmer Merah terhadap Rakyat Kamboja mendapat kecaman keras dari masyarakat internasional yang menganggap bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan adalah bentuk pelanggaran HAM.[24] Namun demikian, kegemilangan People’s Republic of Kampuchea (PRK) melengserkan Khmer Merah dan tampil sebagai pemimpin baru Kamboja justru mendapat kecaman dari dunia internasional. Menanggapi reaksi keras masyarakat internasional, Vietnam mendeklarasikan pembelaan bahwa tindakan okupasi yang dilakukannya semata-mata dilakukan demi pembebasan rakyat Kamboja dari rezim Pol Pot yang keji. Mayoritas masyarakat internasional menolak mengakui rezim Heng Samrin sebagai pemerintahan yang sah di Kamboja dan masih tetap mengakui rezim Khmer Merah sebagai pemerintahan yang sah mewakili Kamboja di forum internasional. Invasi Vietnam dianggap sebagai tindakan ilegal dan melanggar norma-norma internasional seperti azas untuk menentukan hak sendiri serta kebebasan dari campur tangan pihak asing. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa secara bulat komunitas dunia menghendaki agar pasukan atau kekuatan asing dapat segera keluar dari Kamboja. Di bawah tekanan internasional, Vietnam akhirnya menarik tentara pendudukan dari Kamboja.Keputusan dilakukan secara terpaksa karena adanya sanksi ekonomi terhadap Kamboja dan pemberhentian dukungan terhadap Vietnam oleh Uni Soviet. Dalam invasi Vietnam, pada tahun 1978 hingga 1989 mengakibatkan 65.000 tewas terbunuh, 14.000 di antaranya adalah warga sipil.[25]

Nuzulul Dina

Mahasiswi Ilmu Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

[1] Cambodian Communities out of Crisis. Artikel diakses pada 26 September 2011 dalam http://www.cambcomm.org.uk/holocaust. html2] Profil negara Kamboja. Artikel diakses pada 20 Oktober 2011 dalam http://www.kemlu.go.id/phnompenh/Pages/CountryProfile.aspx?l=id

[3]Sydney Schanberg. Kamboja. Dalam Kenneth Anderson, Kejahatan Perang: Yang harus diketahui publik (PJTV-Internews Europe, 2004), hal 71

[4] Pol Pot bernama asli Saloth Sar lahir di provinsi Kompong Thong Sbauv, Kamboja Utara pada tahun 1925. Pol Pot dididik di Prancis dan merupakan pengagum Maois komunisme (Cina),Pol Pot. Artikel diakses pada 20 Oktober 2011 dalam http://www.moreorless.au.com/killers/pot.html

[5]Profil Kamboja. Artikel diakses pada 20 Oktober 2011 dalam http://www.embassyofcambodia.org.nz/cambodia.htm

[6]Lon Nol merupakan pimpinan dari “Republik Khmer” yang memerintah Kamboja dari tahun 1970 hingga 1975 setelah berhasil menjatuhkan rezim Norodom Sihanouk tahun 1970 dengan bantuan dari AS. Sydney Schanberg. Kamboja. Dalam Kenneth Anderson, Kejahatan Perang: Yang harus diketahui publik (PJTV-Internews Europe, 2004), hal 73

[7]Sikap AS ditujukan untuk membendung menyebarnya aliran komunis di wilayah Asia Tenggara berdasarkan konsep Domino Effect. Dalam hal ini, Vietnam utara telah berhaluan komunis. Konsep Domina Effect menyatakan apabila satu negara mengadopsi paham komunis, maka negara tersebut akan menyebarkan pengaruhnya ke negara terdekatnyahingga semua wilayah tersebut menganut paham komunis. Dibawah pemerintahan Lon Nol, Kamboja yang berada dalam hegemoni AS menjadi negara yang bersifat bebas dan terbuka.Amelia Zaneta. Kamboja dalam Penguasaan Pol Pot. Artikel diakses pada 23 September 2011 dalam http://regional.kompasiana.com/2010/12/29/kamboja-dalam-penguasaan-pol-pot/ dipubli8kasikan pada 29 December 2010

[8] Kiernan, “The Impact on Cambodia of the U.S. Intervention in Vietnam,” in The Vietnam War, J. Werner et al., eds. (Armonk, N.Y.: M. E. Sharpe, 1993), pp 216–29.

[9]Pol Pot melalui Khmer Merah melakukan pemberontakan untuk menjatuhkan Lon Nol. Genoside in the20th century. Pol Pot in Cambodia. Artikel diakses pada 23 September 2011 dalam http://www.historyplace.com/worldhistory/genocide/pol-pot.htm

[10]Sydney Schanberg. Kamboja. Dalam Kenneth Anderson, Kejahatan Perang: Yang harus diketahui public (PJTV-Internews Europe, 2004), hal 73

[11] Khmer Merah menyebarkan isu bahwa AS akan membom kota sehingga penduduk dipaksa meninggalkan kota menuju pedesaan.Semua penduduk diwajibkan ringgal di desa dan bekerja sebagai petani secara kolektif dalam federasi besar pertanian kolektif untuk mewujudkan kesejahteraan. Petani ideal menurut Khmer Merah adalah sosok yangsederhana, tak berpendidikan, pekerja keras dan tidak rentan terhadap eksploitasi orang lain.From Sideshow To Genocide: The Khmer Rouge Years.Artikel diakses pada 20 Oktober 2011 dalamhttp://www.edwebproject.org/sideshow/khmeryears/index.html

[12] Warga kota dianggap antithesis dari para petani yang dianggap erat kaitannya dengan kapitalis. Artikel diakses pada 20 Oktober 2011 dalamhttp://www.discoverthenetworks.org/individualProfile.asp?indid=1998

[13] Kebijakan ini diambil untuk menghindari beban dan kewajiban bagi anggota keluarga mereka saat melakukan kerja paksa. Khmer Merah memiliki tujuan untuk memisahkan anak dari orang tua mereka, tujuannya adalah untuk melatih anak-anak, dari usia awal, bukan untuk mengembangkan kepribadian mereka sendiri dan bakat melainkan untuk membabi buta mengikuti perintah - perintah tidak orang tua mereka, tetapi perintah pemerintah.Tujuannya adalah untuk mengubah mereka menjadi binatang tak berperasaan yang melihat tidak ada yang suci atau layak kehormatan dalam setiap manusia, termasuk diri mereka sendiri.Dith Pran, dikutip di Sidney schanberg, "Kematian dan Kehidupan Dith Pran dari,"New York Times Magazine(20 Januari 1980).

[14] Pemikiran komunisme initerinspirasi oleh Revolusi Kebudayaan Mao Zedong melalui "Lompatan Besar Ke Depan"sedangkan Pol Pot saat melalui "Lompatan Super besar ke depan” di Kamboja dengan menganti nama resmi Kamboja menjadi Republik Demokratik Kampuchea.Genoside in the20th century. Pol Pot in Cambodia. Artikel diakses pada 23 September 2011 dalam http://www.historyplace.com/worldhistory/genocide/pol-pot.htm

[15] Step Marek Sliwinski,Le Genocide Khmer Rouge(Paris: L'Harmattan, 1995), p.30. hane Courtois et al,The Black Book of Communism, “Cambodia” chapter. Pp 616

[16] Kamboja dibawah kepemimpinan Pol Pot menjadikan Kamboja menjadi negara beraliran komunis dan terisolir dari hubungan diplomatik. Pol Pot memutuskan hubungan dengan negara-negara hampir diseluruh dunia kecuali dengan Cina, Vietnam, dan Swedia. Amelia Zaneta. Kamboja dalam Penguasaan Pol Pot. Artikel diakses pada 23 September 2011 dalam http://regional.kompasiana.com/2010/12/29/kamboja-dalam-penguasaan-pol-pot/ dipublibkasikan pada 29 Desember 2010

[17] David P. Chandler,Brother Number One: A Political Biography of Pol Pot, pp. 191-193 and 197-198.

[18] Para hari kerja rata-rata untuk budak-budaknya adalah 11 sampai 12 jam, tapi kadang-kadang pergi selama 19 jam.Di beberapa tempat pekerja tidak diberi hari istirahat; setiap hari adalah hari kerja; di tempat lain, satu hari dalam sepuluh adalah hari istirahat - tetapi hari itu dipenuhi dengan panjang, pertemuan-pertemuan indoktrinasi wajib para pekerja diwajibkan untuk hadir. Stephane Courtois,The Black Book of Communism(Cambridge: Harvard University Press, 1999), pp.599.

[19]AS memperkirakan 1,2 juta orang tewas, PRK mengklaim 3 juta orang, amnesty internasional mengklaim1,4 juta. Berapapun jumlah pastinya yang pasti pembantaian tersebut telah mengakibatkan tewasnya seperempat penduduk Kamboja saat itu. Ibid, hal607.

[20] Rakyat kamboja dididik menjadi individu tak bermoral yang menghalalkan praktek barbar seperti Mencuri, berbohong, bahkan kanibalisme. Ibid, pp 603., 605.
21] “Sejarah Bangsa yang Diwarnai Pertumpahan Darah.” Suara Pembaruan, 25 November 1991. Hal 32.

[22]Kamboja dalam Penguasaan Pol Pot. Artikel diakses pada 23 Sepetember 2011 dalam http://regional.kompasiana.com/2010/12/29/kamboja-dalam-penguasaan-pol-pot/ dipublikasikan pada 29 December 2010

[23] Background Note: Cambodia. Artikel diakses pada 22 Oktober 2011 dalam http://www.state.gov/r/pa/ei /bgn/2732.htm

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun