Relawan bukanlah penjual roti. Menjadi takut jika dagangannya tak laku. Kalau roti mengenal basi. Maka jiwa relawan tak pernah basi. Relawan bukanlah profesi. Tapi seorang profesional yang bekerja dengan nurani. Meski pikiran, tenaga, materi hingga jiwa dipertaruhkan. Bukan untuk mendapat pengakuan. Sebab relawan adalah pekerja Tuhan. Berbicara dengan nurani dan kesadaran. Relawanlah bukanlah seorang yang pontang-panting lari sana-sini. Menanamkan kibar bendera diri. Terkadang sejawatpun dihadang demi gengsi. Ditendang demi posisi. Wilayah bakti menjadi wilayah konsesi. Sebab pertaruhan demi hidup mati. Meski, hanya sekedar untuk menunjukkan eksistensi. Relawan adalah cinta tanpa batas. Rindu yang selalu terpendam atas citarasa manusiawi. Hilangkan sekat waktu, sekat wilayah dan sekat ego. Sebab sejatinya tanpa sekat itulah hakikat uluran tangan terhadap sesama. Meski terkadang perih menghunjam hati jika tersakiti. Relawan adalah pribadi yang penuh sensasi. Untuk menghibur diri di tengah sunyi senyap. Atau hingar bingar konflik yang mencekam. Disitulah kau ada. Berpeluh dengan semangat tanpa menyerah. Menebar benih kebaikan di ladang-ladang tak bertuan. Bukan untuk apa-apa. Atau tidak untuk siapa-siapa. Kecuali memuarakan penghambaan sebagai manusia yang bermartabat. Relawan bukanlah penjual roti. Bukanlah profesi. Bukan pula seorang yang pontang-panting lari sana-sini. Relawan adalah cinta tanpa batas. Pribadi yang penuh sensasi. Untuk menjadi manusia yang bermartabat. Salam satu nurani! -----Catatan lepas qiyamul lail di akhir Romadhon 1434H----- [untuk sahabatku Pak Itong, Mas Awang, Mas Yun, Lik Suradi & Mas Pudel (alm) serta para relawan PMI yang saat ini sedang menjalankan tugas di seantero nusantara]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H