Malam semakin malam, sayang
Gelap sebentar lagi
mengucapkan selamat tinggalnya
Dan kepadamu kuucapkan selamat pagi
Di atas kasur,
Jendela tertiup angin
Membawakan aroma manis
Ah, aku tidak tau bebauan ini
Barangkali inilah cinta
Misteri terbesar umat manusia
Serupa teka-teki pada keningmu
Kukecup, dan mungkin kau akan terjaga
Dan tak menemukanku lagi di mana-mana
Aku adalah kata yang tertahan
di saat kau sedang terlelap
Aku adalah
sedih dalam bahagiamu
senyum dalam tangismu
Kemalangan,
Sampai kapan ia menghilang?
Maka,
Terimalah undanganku
Kuajak untuk terbang jauh
Memerangi sekian tujuh dalam satu
Bersama-sama dalam satu waktu
Melebur di dalam masa, yang
tak pernah menjadi milik kita
Menuju lorong-lorong gelap
berbatu dan berbau pesing
Berpusing keluar dari pusaran altarnya
Kita jauhi jalan-jalan pintas itu
Niscaya, kita takkan pernah tersesat
Kemudian mengangkat gelas-gelas
Seraya menatap mataharimu
yang adalah matahariku:
"Untuk hari yang baru!" Kita bersorak
Menyusuri,
mengarungi,
menjelajah,
biarkan baju zirah
tergeletak kering di kayu gantung
Kita bisa dalam telanjang
Langit maha pemurah,
Berpihaklah oleh seribuan
kunang-kunangnya
Berkatilah, berkatilah
Berkatilah jalan yang
Membentang lapang itu
Jika masa depan begitu membenci kita
Bagaimana kita mulai saja
dengan hari ini?
Sayangku.
2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H