Kamis 18 Januari 2018 lalu menjadi hari yang cukup menegangkan bagi banyak pihak, terutama di Padang Sumatera Barat. Sejak pagi hari sudah nampak beberapa alat berat (backhoe) parkir di sekitar area Basko Minang Plaza. Eksekusi Keputusan Pengadilan Negeri Padang perihal kepemilikan tanah dilakukan hari itu.Kita tengok sebentar kilas balik sengketa ini. Berawal dari 1 Juli 1994 saat saat Basrizal Koto menandatangani Kontrak Sewa Lahan atas lokasi tanah di Kelurahan Air Tawar, Kecamatan Padang Utara, Kodya Padang, yang merupakan lahan aset milik PT Perumka (Sekarang PT KAI).Â
Meskipun sempat telat melakukan pembayaran, Basrizal Koto (Basko) melakukan pembayaran kontrak sewa lahan hingga kontrak berakhir tanggal 30 Mei 2004. Setelah kontrak tersebut Basko tidak meneruskan pembayaran kontrak tetapi terus menggunakan lahan yang sama. Berkali-kali surat tagihan sewa lahan yang dilayangkan PT KAI tidak diindahkan dan diabaikan oleh Basko.Sengketa berujung hingga Pengadilan Negeri di 2012, dimana salah satu poinnya karena PT Basko Minang Plaza selaku penyewa tidak membayar ganti rugi sewa sejak 30 Mei 2004 - 30 Desember 2011 sebesar Rp 312.844.917,- dan PT KAI meminta PT Basko Minang Plaza untuk menyerahkan lahan terkait dalam keadaan kosong agar bisa dimanfaatkan PT KAI sebagai pihak yang ditunjuk Pemerintah untuk mengelola aset perkeretaapian di Indonesia.
Hal yang menarik kenapa Basko alot tidak mau membayar sewa setelah 30 Desember 2004? Karena secara diam-diam selama dia menyewa lahan tersebut, dia juga bermain dengan beberapa pihak di era pemerintahan waktu itu, sehingga dia melakukan sertifikasi tanah pada lokasi yang sama dengan lahan yang disengketakan. Sehingga pada tahun 2010 muncul 5 buah sertipikat tanah (SHGB) atas nama Basrizal Koto. Hal ini dilakukan diam-diam tanpa sepengetahuan PT KAI yang sudah lebih dulu mempunyai bukti kepemilikan tanah yang sah.Basko melakukan ini berdalih sebagai pada pembebasan tanah yang dilakukan Pemerintah Kota Padang kepada masyarakat yang menempatinya.
Kelicikan Basko terlihat di sini, sejak 1994-2004 dia membayar sewa lahan kepada Perumka (PT KAI) hal ini membuktikan bahwa Basko mengakui tanah ini adalah milik PT KAI, akan tetapi secara culas dia melakukan sertipikasi tanah dengan dalih yang tidak masuk akal. Hal ini cukup berbahaya bila ditiru orang lain di daerah lain, akan berujung dengan habisnya tanah aset negara di tangan orang-orang yang licik. Bagaimana bisa tanah aset pemerintah yang jelas tercatat kepemilikannya diacak-acak kepemilikannya menjadi milik perseorangan.
Basko sebagai 'Penguasa Padang'pun terlihat panik dengan eksekusi yang dilakukan Kamis lalu, hal itu terlihat dengan dia coba menggiring opini publik melalui media masa miliknya, dengan pemberitaan yang seolah-olah terzalimi. Â Bagi pihak yang hanya tahu sepenggal ceritanya pasti akan mendukung Basko. Tetapi bila kita lihat dari awal cerita dimulai, akan jelas bagaimana kelicikan Basko dalam kasus ini.
Hari ini, 22 Januari 2018 kabarnya eksekusi akan dilanjutkan. Semoga tidak terjadi kericuhan dalam eksekusi lanjutan ini.
Proses peradilan sudah berjalan, putusan Pengadilan Negeri maupun Putusan Mahkamah Agung menetapkan PT KAI adalah pihak yang sah atas lahan yang disengketakan. Hal ini bisa menjadi contoh buat semua pihak, agar jangan sekali-kali merampok aset pemerintah dalam bentuk apapun! Kita hormati putusan hukum yang menjadikan PT KAI punya hak untuk mengeksekusi lahan sengketa.
Mari selamatkan aset negeri ini dari perilaku buruk banyak pihak yang memanfaatkan keadaan dengan mengakuisisi/merampok/merekayasa untuk kepentingan pribadi.
Pandora | 22 Januari 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H