Keputusan untuk mengabulkan perceraian dalam kedua kasus ini juga mencerminkan fleksibilitas hukum Islam di Indonesia dalam menanggapi realitas sosial. Meskipun KHI tidak secara eksplisit mencantumkan ketidakmampuan memberikan keturunan sebagai alasan perceraian, hakim menggunakan interpretasi yang lebih luas untuk mengatasi situasi ini. Mereka melihat bahwa perselisihan yang tidak dapat diselesaikan akibat ketidakmampuan memiliki anak adalah alasan yang sah untuk perceraian.
Dengan memfokuskan pada perselisihan dan pertengkaran yang tidak dapat didamaikan, hakim memastikan bahwa keputusan perceraian diambil untuk melindungi kesejahteraan kedua belah pihak. Ini penting untuk mencegah kemudharatan yang lebih besar dalam jangka panjang, seperti tekanan emosional yang berkepanjangan atau bahkan kekerasan dalam rumah tangga. Hakim berupaya menciptakan solusi yang paling adil dan realistis bagi semua pihak yang terlibat.
Pendekatan ini menunjukkan bahwa hukum Islam yang diterapkan melalui KHI mampu beradaptasi dengan perubahan sosial dan kebutuhan individu. Dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang menyebabkan perselisihan, hakim dapat membuat keputusan yang lebih holistik dan manusiawi. Hal ini juga menunjukkan bahwa sistem hukum dapat berkembang untuk mencakup berbagai situasi yang mungkin tidak secara eksplisit diatur dalam teks hukum.
Pada akhirnya, putusan dalam kedua perkara ini menekankan pentingnya pendekatan yang komprehensif dan berempati dalam menangani kasus perceraian. Hakim tidak hanya berfokus pada satu aspek masalah, tetapi melihat keseluruhan dinamika yang menyebabkan ketegangan dalam pernikahan. Dengan demikian, putusan ini tidak hanya memastikan keadilan bagi penggugat dan tergugat, tetapi juga mencerminkan komitmen untuk melindungi kesejahteraan emosional dan psikologis individu dalam kerangka hukum Islam di Indonesia.
D. Rencana Skripsi Baru
Berdasarkan hasil review ini, rencana skripsi baru yang akan dibuat adalah "Analisis Implementasi Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam dalam Perkara Perceraian di Pengadilan Agama: Studi Kasus di Beberapa Pengadilan Agama di Indonesia". Alasan memilih judul ini adalah untuk memperluas penelitian Nurul Hidayati dengan meneliti bagaimana Pasal 116 KHI diimplementasikan di berbagai Pengadilan Agama di Indonesia, tidak hanya di Bantul. Penelitian ini akan memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang bagaimana hakim-hakim di berbagai daerah menafsirkan dan menerapkan pasal tersebut dalam konteks kasus perceraian yang beragam.
Argumentasi:
1. Konteks yang Lebih Luas: Dengan meneliti beberapa Pengadilan Agama, penelitian ini akan memberikan pemahaman yang lebih luas dan menyeluruh tentang praktik-praktik hukum di Indonesia terkait perceraian.
2. Komparatif: Studi komparatif antara berbagai daerah akan menunjukkan apakah ada perbedaan dalam interpretasi dan penerapan Pasal 116 KHI, serta faktor-faktor apa yang mempengaruhi perbedaan tersebut.
3. Penguatan Teori dan Praktik: Penelitian ini akan memperkuat pemahaman teoretis dan praktis tentang hukum perceraian dalam Islam, serta memberikan rekomendasi kebijakan bagi peningkatan konsistensi dalam penegakan hukum di Pengadilan Agama.
4. Relevansi Sosial: Isu perceraian sangat relevan dalam masyarakat, dan pemahaman yang lebih baik tentang alasan-alasan perceraian dan bagaimana hakim menangani kasus-kasus tersebut dapat membantu dalam penyusunan kebijakan yang lebih baik untuk mendukung keluarga dan mengurangi angka perceraian.
Dengan penelitian yang lebih luas ini, diharapkan hasilnya dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap literatur hukum Islam di Indonesia serta praktik peradilan dalam kasus perceraian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H