Pagi itu hujan memayungi bumantara. Ada rasa yang berbeda ketika aku memutuskan untuk memilihmu daripada yang lain. Meskipun ini bukan pertama kali aku berawai karena kasih tak sampai. Namun, kali ini juga, ada kesan yang terasa indah menerima hasil dari semesta. Aku tidak berkelesah, melainkan senyum merekah karena aku yakin, di hatimu pun demikian juga.
Aku tak menyesal memilihmu, meskipun kita tidak ditakdirkan bersama. Ini bukan tentang kekasih, melainkan tentang nuraga dan konsistensi.
Selalu ada rasa haru setiap menelusuri perjalananmu. Membaca riwayatmu. Mempelajari setiap ujaranmu di seluruh momen penting dalam hidupmu.
Mungkin tak semua orang merasa. Tak semua orang memiliki intuisi. Mereka bersikap seolah mengerti, padahal hanya terbawa arus agitasi. Tak ada yang sempurna di jagat ini. Aku yakin kau pun punya cela yang tersembunyi. Namun, aku berimpresi bahwa kau adalah sosok yang berbudi.
Aku tak merasa lara sama sekali meskipun kau tidak menjadi pilihan mereka. Aku kecewa, tetapi aku tak bersedu nestapa. Mungkin ini jalan-Nya untukmu bisa terbang lebih tinggi. Bebas dari belenggu tirani. Pergi dari kungkungan orang-orang yang memorakporandakan harga diri. Rehat dari kepungan makar yang menggerogoti nurani. Yang terpenting tak ada lagi candramawa di sela-sela jari.
Kini kembali kepada hakikat diri. Mematuhi aturan yang terpilih. Berusaha yang terbaik untuk hidupku sendiri. Seperti pesanmu yang kucadangkan dalam benak, "Sopo wani rekoso, bakal gayuh mulyo." Siapa pun yang bersungguh-sungguh dalam usahanya pasti meraih kemuliaan.
Bogor, 15 Februari 2024
Anisah Muzammil
#senandikaprosa
#belajardiksi
#berprosa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H