Film Tumbal Kanjeng Iblis yang diproduksi oleh Visinema Pictures, telah tayang di bioskop dan mengundang para penonton, untuk segera menyaksikan.
Penulis sendiri menyaksikan di pemutaran pertama, dengan jumlah penonton yang tidak terlalu banyak. Namun cukup menciptakan suasana mengerikan . Ruangan bisokop sebesar itu, hanya diisi oleh penonton yang tersebar tidak merata, mengikuti kursi pilihannya masing-masing.
Alur kisah film Tumbal Kanjeng Iblis sendiri telah penulis baca dari sinposisnya dan mengetahui ini adalah film yang menceritakan mengenai dunia animisme, dimana manusia menyembah sosok tertentu dan disini nampaknya berkaitan dengan sosok yang memiliki kekuatan ilmu hitam. untuk memperoleh kekuatan dan dikabulkan keinginannya, manusia yang menyembahnya perlu memberikan semacam tumbal manusia. Tumbal manusia ini akan memberikan banyak hal yang tak dapat diperoleh oleh manusia biasa.
Animisme sendiri merupakan praktek yang biasa dilakukan pada dahulu kala, saat manusia belum tersentuh oleh agama.Â
Dari premis ini, penulis sudah dapat meraba, akan banyak sekali adegan-adegan bersimbah darah dan juga kejutan-kejutan yang arahnya adalah untuk memberikan aura/rasa kengerian bertubi-tubi.
Dalam hal pemberian kejutan dan rasa ngeri, penulis berikan acungan jempol. Namun saat alur cerita, dipikirkan secara logika, terasa banyak sekali plot yang hilang.
Kata mengapa begini , mengapa begitu mulai muncul dan beberapa adegan juga mulai terasa tidak masuk akal. Â Jika dikatakan penyembah Kanjeng Iblis ini tidaklah bisa lepas dari kelompoknya dan jika melanggar akan terkena kutukan. Maka kutukan apakah yang dimaksud disini? Apakah seperti adegan pembuka dalam film ini? Rasanya kok kurang memberikan efek penguat juga, yang membuat pengikutnya akan berpikir puluhan bahkan jutaan kali, jika meninggalkan kelompoknya.Â
Kemudian masih ada lagi yang dirasakan kurang, untuk penjelasan karakter-karakter yang dihadirkan. Penonton cuma dijelaskan sepenggal demi sepenggal, karakter masing-masing, tanpa melalui pendalaman lebih, akan motivasi serta tujuan mereka akhirnya rela melakukan sesuatu hal. Semua terlalu umum dan tidak memberikan ruang bagi penonton untuk memahami lebih lanjut.
Menonton film Tumbal Kanjeng Iblis ini memang seakan menonton teka teki horor. Namun sayangnya hingga akhir cerita, teka teki yang terungkap masih sedikit sekali. Bisa jadi teka teki selanjutnya akan dicoba dihadirkan melalui episode film selanjutnya , jika ada. Namun menggantungkan harapan akan hal semacam ini untuk genre horor , kembali akan dapat berhasil, jika para pemainnya dirasakan pas .
Bagi penulis, para pemain hadir dengan segala upaya untuk tampil meyakinkan, namun masih dirasakan kurang pas. Dalam beberapa hal, penulis masih merasakan peran karakter yang pernah mereka mainkan dalam film-film terdahulu, masih melekat.Â