Weleh.....dari judulnya pro kapitalis nih penulisnya....hehehehe.....penulis tidak pro, tidak juga anti... :D Tapi penulis ingin menuangkan ide dan pemikiran, sekadar sharing juga dengan para kompasianer sekalian. Sebenarnya mengelola negara seharusnya mirip seperti mengelola korporasi. Nyoookk kita urai dimana persamaan dan perbedaannya.
- Kalau di korporasi ada Direktur / Direktur Utama / Managing Director / Presiden Direktur, di negara ada yang namanya Presiden. Begitu juga dengan wakil – wakilnya.
- Kalau di korporasi ada peraturan perusahaan, di negara ada UU dan perangkat hukum lainnya.
- Ada karyawan, ada juga rakyat. Tapi inilah bedanya. Di beberapa korporasi, memang karyawan diberikan beberapa persen saham. Tapi di negara, semua rakyat memiliki saham “fiktif”. Naaaaa ini dia bedanya....
Kayak gimana sih saham fiktif itu? Yahh setidaknya menurut penulis, saham fiktif itu pura-puranya rakyat yang memiliki negara ini. Padahal bukan lo... :( Kalo di koporasi, pemilik saham memiliki perusahaan itu, dan memiliki suara untuk “mengganti” Direktur / pimpinan puncak perusahaan tersebut kalau dirasa tidak memberikan kesejahteraan bagi pemegang saham. Yok kita ingat lagi, apa sih tujuan perusahaan dalam perspektif manajemen keuangan? Bukan kepuasan konsumen loh, tapi secara eksplisit adalah untuk memberikan kesejahteraan bagi para pemilik usaha (pemegang saham) hehehe.... referensi: lihat Brigham dan Erhardt...atau Brigham dan Houston tapi tahunnya lupaaa... hahahaha..
So...kalau memang benar suara rakyat adalah suara Tuhan, dan kalau memang benar demokrasi adalah dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat, berarti rakyat (yang notabene merupakan pemegang sah saham negara) berhak secara langsung dalam RUPS untuk mendepak Presiden dan kemudian memberikan kursi pimpinan puncak negara kepada pihak yang dinilai dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyat…..(tanpa perlu DPR dengan segala keunikan di dalamnya..hahahaha) Ohh bukankah menaikkan bbm juga katanya demi pertumbuhan ekonomi jangka panjang? Betul (kata Wamen sih begitu) tapi harus diingat bahwa kenaikkan BBM menimbulkan cost yang makin tinggi dalam waktu yang singkat, yang berujung pada berkurangnya keuntungan yang dapat diperoleh rakyat (pemegang saham) :D Cost yang tinggi dan berkurangnya keuntungan tentu saja dihindari oleh pemegang saham manapun….Ya too…. Cuman sayang, lembar saham rakyat itu tidak konkret….tidak riil….tidak nyata. Apa harus diwujudkan secara konkret? Which mean, setiap orang memiliki satu lembar saham PT Republik Indonesia, Tbk ? hehehehe……
Tapiiii tentu saja, resiko dari pengelolaan negara dengan sistem korporasi dan ada embel-embel Tbk nya, ada potensi bahwa saham bisa dibeli asing….. hehehe… gawatttt gawattt….. (la wong gak ada embel-embel Tbk nya aja, negara uda dibeli ama asing deh kayaknya…… hehehe)
Salam Damai…..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H