Mohon tunggu...
SilentQuill
SilentQuill Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis awam

Seorang penulis yang gemar menyampaikan pandangan dan opini pribadi melalui artikel anonim sehingga tulisan-tulisannya berbicara tanpa terbatas oleh identitas personal.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Intoleransi di Sekolah Negeri: Tantangan Kebhinekaan dalam Penggunaan Seragam

22 September 2024   14:48 Diperbarui: 22 September 2024   14:55 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Sekolah Negeri (Sumber: unsplash.com)

Secara historis, Indonesia lahir dan berdiri dengan dasar pluralitas yang sangat kental. Gambaran pluralitas negara-bangsa Indonesia tersebut secara nyata terlihat melalui kekayaan kultur, religi, etnis, dan adat istiadat yang beragam dan berbeda-beda. Kemajemukan adalah fakta dan realita tak terhindarkan yang harus diterima oleh seluruh warga negara Indonesia. 

Oleh karena itu, sila ketiga Pancasila yang berbunyi "Persatuan Indonesia" adalah semangat dan motivasi yang seharusnya dilaksanakan dalam kehidupan bersama negara-bangsa Indonesia. Semangat untuk bersatu ini juga secara nyata terdapat pada semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" yang dengan sangat jelas menyatakan bahwa tidak ada entitas etnis, agama, maupun kultur yang dominan dalam negara-bangsa Indonesia.

Namun, faktanya keberagaman justru tampaknya hanya berupa slogan belaka. Praktik-praktik diskriminasi dan intoleransi nyatanya masih ada di Indonesia. Bahkan praktik tersebut tanpa terkecuali muncul di sektor pendidikan. Yang masih membekas di pikiran kita adalah soal kasus seorang siswi non-muslim di Padang, Sumatera Barat yang dipaksa mengenakan jilbab. Peristiwa ini pun dikecam banyak pihak karena dianggap merupakan bentuk intoleransi.

Padahal praktik pemaksaan seperti ini sebenarnya sudah lama terjadi namun, pemerintah baru bergerak dengan mengeluarkan SKB (Surat Keputusan Bersama) 3 Menteri tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Sekolah saat kasus tersebut ramai diperbincangkan. Apakah pemerintah baru akan bergerak saat sebuah masalah bersifat nasional dan ramai diperbincangkan saja?

Sekolah memiliki peran penting dalam menjaga eksistensi ideologi negara. Sekolah dalam fungsinya untuk membangun sikap, karakter, dan wawasan para peserta didik harus dapat memelihara persatuan dan kesatuan bangsa, juga membina dan memperkuat kerukunan antar umat beragama. Sekolah negeri sebagai lembaga publik yang didanai pemerintah melalui uang rakyat diperuntukkan bagi siswa siswi dari berbagai latar belakang agama dan etnis. Oleh karena itu, pemaksaan dalam penggunaan atribut tertentu seperti jilbab menunjukkan bahwa sekolah negeri gagal dalam menerapkan kebhinekaan.

Hal ini menimbulkan kontradiksi karena kebhinekaan adalah program masif yang digadang-gadang oleh pemerintah. Menurut survei yang dilakukan oleh Setara Institute, sebuah organisasi yang mempromosikan pluralisme dan kemanusiaan pada tahun 2015 terhadap siswa siswi SMU di Bandung dan Jakarta tentang pewajiban jilbab bagi siswi di SMU, sebanyak 301 responden (44%) menyatakan tidak setuju, sedangkan sebanyak 38% responden menyatakan setuju terhadap aturan pewajiban jilbab.

Survei ini setidaknya sudah menggambarkan ketidaksadaran siswa siswi sebagai peserta didik bahwa pemaksaan penggunaan jilbab di sekolah negeri merupakan praktik intoleransi dan diskriminasi. Pemerintah seharusnya tidak selalu terlambat dan reaktif dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mengancam kebhinekaan negara-bangsa Indonesia dan perspektif kita terhadap toleransi dan integrasi nasional. 

Segala bentuk diskriminasi dan intoleransi sudah seharusnya diberantas hingga ke akarnya. Sila ketiga Pancasila yang berbunyi "Persatuan Indonesia" bukanlah alat politik dan semboyan saat kampanye Pemilihan Umum. Toleransi sebagai akibat dari persatuan dalam sebuah keberagaman bukanlah kepentingan jangka pendek belaka karena tidak ada masa depan bagi bangsa yang ribut karena perbedaan.

Mampukah Indonesia bersatu dan menghapus intoleransi?

Menurut saya, Indonesia akan mampu bersatu dalam keberagaman jika tercipta ruang bagi keberagaman untuk berdialog atau berdiskusi karena semangat untuk bersatu memerlukan komunikasi yang baik. Pada saat sidang BPUPKI saja kita bisa dengan mudah duduk bersama dan mendiskusikan masalah-masalah yang "sensitif" karena kita memahami bahwa kita semua harus berkorban untuk membangun bangsa yang dibangun dengan konsensus Pancasila. Oleh karena itu, menurut saya masih ada harapan bagi persatuan dan kesatuan Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun