“Kita persiapkan bulan ini, target kita April 2013 sudah dapat pemenang tendernya supaya segera dibangun,”
(Munggas; Kepala Dinas PU DKI)
Masih hangat terjadi dua hari lalu, sebuah truk pertamina yang kurang bersabar menerobos masuk lintasan kereta api di belokan jalur bintaro Jakarta. Enam nyawa terenggut serta puluhan lainnya luka-luka, tragis memang kecelakaan ini terjadi karena kelalaian masyarakat kita terhadap aturan yang menyebabkan ratusan nyawa terancam. Sebuah potret kecil kehidupan masyarakat Indonesia masa kini.
Sebuah kata yang diulang-ulang dan keluar dari mulut penguasa bisa menjadi kebijakan yang mutakhir dalam melangsungkan keinginannya. Diawali Jokowi yang berbicara soal Proyek Fly Over atau Underpass, lalu Menhub “mengkonfirmasi” agar Jokowi segera menyelesaikan, lalu ditanggapi siap dengan rencana proyek 2 tahun bisa selesai oleh kepala dinas pekerjaan umum DKI Jakarta, bahkan mendadak menyampaikan nanti April kita tentukan siapa pemegang tendernya. Hal yang tidak pernah masyarakat sadari bahwa dalam setiap kejadian selalu ada peristiwa lain dibalik peristiwa yang tampak. Mungkin bisa jadi hanya pandangan sekilas, tapi ini menarik dibahas. Ada apa dengan proyek ini sehingga harus mengorbankan enam nyawa dan rusak totalnya sebuah kereta api.
Jika kita melihat bagaimana politik berjalan dari pucuk pimpinan, akan kita temukan bagaimana benang merah dari setiap kejadian yang mendadak terjadi hanya untuk mengalihkan isu atau bahkan membuat masyarakat teralihkan. Sudah menjadi rahasisa umum bagaimana WTC lalu dilakukan penguasa setempat untuk agenda yang lebih besar dalam mendiskreditkan salah satu agama dengan dugaan teroris, dan akhirnya UU Anti Teror muncul. Berbarengan, tapi begitulah maksud penguasa biasanya muncul setelah kejadian cukup aneh namun menghebohkan terjadi. Persis dengan kejadian kecelakaan ini, ternyata informasi yang didapatkan dari setiap saksi berbeda, saksi yang ada di sisi jalan truk maupun saksi yang berada di dalam kereta. Perbedaan itu baru ditemukan saat ini oleh Polri, karena adanya perbedaan itu sehingga kasus ini menjadi lebih sulit diselidiki. Tapi kita tidak akan bahas tentang itu, munculnya usulan proyek dadakanlah yang menjad tanda Tanya besar dari maksud politik penguasa yang berbicara dua hari lalu.
Keanehan yang terjadi, “pertama mendadak terjadi tabrakan kereta dikabarkan truk menerobos, tetapi rel kereta api baru ditemukan kemarin ternyata sudah miring. Tabrakan terjadi tepat ke bagian depan truk, bukan gasnya akan tetapi langsung meledak. Ramai berita dan sampai hari ini berita duka itu memang benar-benar menjadi headline dimana-mana. Pertamina datang memberi santunan kepada korban, padahal belum sepenuhnya berita acara dari kepolisian dikeluarkan, pagi ini Polri masih bingung karena saksi mata berbeda pendapat tentang kejadian. Tiba-tiba Jokowi muncul tanpa pengawalan, artinya tidak ada yang tahu dari ajudannya akan tetapi jokowi tahu bahwa kejadian ini terjadi. Lalu bicarakan solusi dengan proyek jembatan layang atau terowongan, tidak sedikitpun mengomentari pengelolaan stasiun, atau perlintasan kereta api, atau pengendara lalai, tapi langsung terarah pada proyek. MENHUB-pun muncul dan katakan agar jokowi segera membuat proyeknya, padahal MENHUB harusnya mendatangi PT.KAI untuk memperketat perlintasan kereta api. Jokowi menyambut dan katakan April akan selesai siapa yang dapatkan tendernya, lalu di akhiri oleh kepala dinas pekerjaan umum DKI Jakarta yang mengatakan siap melaksanakan proyek dadakan ini dalam waktu 2 tahun. Bahkan Jokowi proyekkan sekaligus di perlintasan kereta api lainnya.”
Tentu interpretasi ini tidak sembarangan, kami menyaksikan berita dan perkembangan yang terjadi, dan mencoba mencari tahu rahasia besar dibalik setiap yang terjadi. Setiap kejadian bisa terjadi oleh penguasa, apapun bisa menjadi kenyataan jika penguasa katakan itu.
Andi M. Nurdin
IP FISIP UNPAD
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H