Pelajaran dari Tak Berlabel Biru
Menganalisa artikel dan membaca pedoman penulisan, saya menemukan beberapa kekurangan. Struktur kalimat kurang rapi, pemilihan gambar kurang tepat, dan mungkin saja pembahasannya belum cukup komprehensif. Dari situ, saya belajar bahwa label biru bukanlah tujuan akhir, melainkan cermin untuk berbenah.
Menuju Perbaikan
Tak patah semangat, saya terus belajar, menerima saran dari teman-teman sebagai mentor dan membuat revisi. Â Perbaiki struktur kalimat, cari gambar yang lebih relevan, dan pelajari teknik penulisan yang lebih menarik.
Proses ini melelahkan, tapi ada kepuasan tersendiri saat melihat tulisan saya semakin enak dibaca. Satu saat saya juga dengan teliti membaca artikel seorang teman, sangat menarik dan syukurlah beliau ingin memberikan arahan hingga artikel saya belabel biru.
Artikel selanjunya  selalu dipastikan Label BiruÂ
Dengan bekal perbaikan, dan belajar dari teman-teman saya menulis artikel  lebih cermat memperhatikan kriteria kelayakan label biru. Dan pada akhirnya beberapa kali berturut-turut  artikel yang ditayang berlabel biru!
 Rasanya campur aduk mennati hasil tayangan sudah mulai pudar.  Rasa optimis, terpatri dalam hari bahwa setiap tayangan artikel minimal pasti berlabel biru (pilihan).Â
Dari pengalaman seorang awam mengalami banyak kegagalan, tapi, yang terpenting, pengalaman ini mengajarkan saya arti pentingnya belajar dari kekurangan dan pantang menyerah.
Pengalaman kegagalan merupakan guru terbaik. Kini tidak selalu terpaku pada label biru. Fokus saya adalah terus mengasah kemampuan menulis, berbagi informasi bermanfaat, dan berkontribusi positif di Kompasiana. Tim kompasiana yang berhak memberikan label disetiap artikel yang memenuhi kriteria.
Pesan untuk PenulisÂ