Bintangur, juga dikenal dengan nama sultry, memiliki sebaran luas yang mencakup Indocina dan Indonesia. Pohon ini dapat tumbuh hingga tinggi 30 m dengan diameter batang mencapai 80 cm. Batangnya berwarna kelabu, beralur dangkal, dan mengelupas tipis, sementara getahnya berwarna kuning, dan kayunya berwarna merah. Daunnya berbentuk bundar telur sampai jorong memanjang. Perbungaan bersifat majemuk dengan buah berbentuk bulat. Tanaman ini tumbuh di dataran rendah di bawah 300 m di permukaan laut, baik di hutan primer maupun ditanam di pekarangan, dan berkembang melalui perbanyakan biji. Bintangur digunakan sebagai kayu bahan bangunan, perabot rumah tangga, atau bantalan rel kereta api.
Menurut artikel ilmiah yang terdapat di unair.ac.id, bintangur banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat tradisional. Di Papua, masyarakat menggunakan bintangur untuk mengobati HIV, kanker, paru-paru, dan malaria. Studi fitokimia oleh beberapa ahli menunjukkan bahwa bintangur mengandung senyawa aktif seperti benzofuran, santon, dan fenilkumarin. Kulit batang kayu bintangur juga menjadi bahan dalam ramuan obat Cina untuk pengobatan kanker.
Penelitian ilmiah terhadap bintangur jenis Calophyllum tetrapterum dari Kalimantan, yang dilakukan oleh Mulyadi Tanjung dan Tim Riset Kimia Bahan Alam Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi, berhasil menemukan senyawa aktif baru seperti Calotetrapterin A, Calotetrapterin B, dan Calotetrapterin C. Senyawa baru tersebut diujikan pada sel kanker leukimia (sel murin leukemia P 388) dan menunjukkan kekuatan yang sangat aktif.
Selain itu, tanaman bintangur memiliki beragam manfaat bagi kesehatan dan kecantikan manusia, seperti menyembuhkan luka dan peradangan, mengatasi masalah kulit, mengobati penyakit kulit, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, dan mengurangi risiko penyakit jantung.
Meskipun demikian, masih banyak manfaat bintangur yang belum terungkap, terutama dalam penggunaannya sebagai bahan penerang atau pengganti pelita di rumah masyarakat. Masyarakat dusun Poliwu di Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku, sudah akrab dengan tanaman bintangur. Namun, pengetahuan mereka masih terbatas terkait manfaat tanaman ini, selain dari penggunaan batang/ranting kering sebagai kayu bakar untuk memasak, dan biji bintangur (kanjoli) sebagai bahan penerang di dalam rumah pengganti lampu pelita.
Proses pembuatan bahan bakar dari biji bintangur melibatkan beberapa langkah, seperti mengumpulkan buah yang sudah kuning dan jatuh ketanah, menjemurnya hingga kering, mengupas dan menemukan bijinya, membelah biji menjadi dua bagian, dan mengeringkannya dipanas matahari. Setelah itu belahan biji bintangur (kanjoli) ditusuk dengan lidi seperti tusuk sate  sebelum dibakar untuk menerangi rumah-rumah di masyarakat dusun Poliwu pada waktu malam.
Semoga informasi ini bermanfaat bagi para pembaca.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H