Mohon tunggu...
Nusa Putra
Nusa Putra Mohon Tunggu... -

Syukuri dan nikmati hidup

Selanjutnya

Tutup

Nature

Kala Banjir Itu Hadir

7 Februari 2014   11:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:04 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Hujan tumpah bagai air terjun. Menderas dan terus menderas. Jatah air dari Bogor melancar kencang, melampaui kecepatan mobil yang tersendat di tol Jagorawi. Sontak mendadak semua wilayah yang  pasti banjir jika musim seperti ini ditenggelamkan air bah yang tak dapat dibendung oleh kekuatan apa pun. Sebagian Jakarta melaut.

Kehebohan menjadi kaharusan. Penduduk yang kediamannya disatroni banjir harus mengungsi, meski hidup di pengungsian pastilah sama sekali tak menyenangkan. Tetapi bertahan di rumah yang terus ditenggelamkan banjir juga lebih beresiko. Perahu karet mondar-mandir memindahkan mereka yang harus mengungsi.

Jalanan macet di mana-mana. Pusat perekonomian tak berfungsi,  Jakarta nyaris lumpuh. Kehidupan tertatih-tatih seperti balita yang terkena folio belajar berjalan. Genangan air yang terus meluas seakan menggerus semua usaha yang selama ini dikerjakan untuk mengatasi banjir. Banjir kanal timur yang digembar-gemborkan dapat mengurangi banjir tak jelas apa fungsinya. Banjir Jakarta memang tak bisa diatasi dalam jangka singkat dan hanya oleh Pemda DKI Jakarta.

Banjir yang terus meluas, dan tampaknya akan makin meluas pada hari-hari mendatang, pastilah akan membawa penderitaan panjang bagi masyarakat yang mengungsi. Terutama masyarakat yang bermukim di pinggiran kali. Sedangkan masyarakat kompleks perumahan mewah yang terkena banjir, ramai-ramai boyong ke hotel. Apalagi banjir terjadi di akhir pekan, suasananya tak ubah bagai libur akhir pekan.

Bagi sebagian anak-anak di pemukiman penduduk kebanyakan dengan status sosial ekonomi rendah dan sedang, banjir ini sungguh dinikmati dengan gembira. Mereka memanfaatkan banjir untuk bersenang-senang. Menikmati wisata air secara gratis. Maklumlah wisata air di Jakarta, di kolam renang atau pantai Ancol, sangat mahal biayanya. Inilah dunia anak-anak, bermain dan bergembira, meski air yang dinikmati untuk bermain sangat kotor. Mereka seakan tak peduli bahwa banjir adalah penderitaan, penyakit, bahkan membawa serta kemungkinan bagi kematian.

Sejumlah orang memanfaatkan banjir untuk menaggok rezeki. Mendorong mobil atau motor dan menarik gerobak berisi orang atau motor. Tidak sedikit orang yang datang ke tempat-tempat yang dipenuhi air cuma sekadar menonton orang dievakuasi dan menikmati suasana banjir. Mereka menonton orang kebanjiran layaknya nonton topeng monyet.

Banjir di Jakarta sudah jadi ritual tahunan. Presiden Indonesia terus berganti, sebagaimana Gubernur DKI Jakarta. Tetapi banjir tak pernah peduli, tetap menyambangi dengan kecepatan, keluasan dan kedalaman yang makin bertambah. Banjir seakan sudah menjadi metabolisme kota untuk buang hajat.

Banjir Jakarta adalah sebuah bukti nyata bahwa Pemerintahan di Indonesia memang lebih pintar beretorika, berwacana daripada bertindak nyata. Juga untuk saling tuding, salah menyalahkan justru dalam situasi rakyat didera derita berkepanjangan.

Sepenuhnya kita sadari, mengatasi banjir Jakarta semakin susah. Sebab mal, apartemen, perumahan mewah, ruko, perkantoran terus saja dibangun, bahkan sampai menguruk laut. Tanah-tanah terbuka untuk resapan air makin menyempit dan langka. Bersebalikan dengan itu pembuatan sumur resapan lebih banyak dikatakan daripada dilakukan.

Berbeda dari gempa bumi dan tsunami, bencana karena banjir sebernarnya relatif bisa diprediksi. BMKG secara rutin mengumumkan curah hujan, arah angin, tinggi gelombang, tinggi banjir rob, peluang hujan, dan keekstriman cuaca. Atas dasar berbagai informasi dan data tersebut, seharusnya Pemerintah dari berbagai tingkatan sudah bisa menyegerakan semua persiapan untuk menghadapi dampak banjir. Meskipun banjirnya sendiri tampaknya belum bisa diatasi.

Namun, setiap kali banjir nyamper dari tahun ke tahun, kita melihat pemandangan yang sama, tempat pengungsian yang tidak layak, layanan yang sangat minimal, menyebarnya berbagai penyakit, dan antisipasi yang selalu telat, pompa-pompa air yang tidak berfungsi, dan sejumlah masalah yang serupa terulang terus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun