Mohon tunggu...
Bagus Pratomo Nusantoro
Bagus Pratomo Nusantoro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Penulis Netral

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pendidikan: Membentuk Masa Depan atau Reproduksi Kelas Sosial?

5 Desember 2024   18:11 Diperbarui: 5 Desember 2024   18:27 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Pendidikan adalah salah satu pilar utama dalam pembangunan suatu bangsa. Selain berperan dalam mencetak generasi penerus yang cerdas, berakhlak, dan produktif, pendidikan juga diharapkan mampu membawa perubahan positif bagi seluruh lapisan masyarakat. Namun, ada pertanyaan besar yang terus berkembang seiring dengan perjalanan waktu: apakah pendidikan benar-benar mampu membentuk masa depan bagi setiap individu, atau justru hanya berfungsi sebagai alat untuk mereproduksi struktur kelas sosial yang sudah ada?

Secara teori, pendidikan bertujuan untuk memberikan kesempatan yang setara bagi setiap individu untuk berkembang, baik dari sisi intelektual, sosial, maupun emosional. Idealnya, pendidikan adalah jalan untuk meraih cita-cita, meningkatkan kualitas hidup, serta memperbaiki kondisi sosial-ekonomi seseorang. Dengan pendidikan yang berkualitas, setiap orang seharusnya memiliki peluang yang sama untuk menggapai impian mereka tanpa dibatasi oleh status sosial atau latar belakang ekonomi keluarga.

Namun, meskipun tujuan ini telah lama dicanangkan, kenyataannya tidak selalu sesuai dengan harapan. Banyak pihak yang berpendapat bahwa sistem pendidikan kita justru lebih banyak berperan dalam mempertahankan stratifikasi sosial yang ada. Dalam hal ini, pendidikan tidak sepenuhnya berfungsi sebagai agen perubahan yang inklusif, melainkan sebagai agen reproduksi kelas sosial.

Pendidikan, terutama dalam sistem pendidikan formal, kerap dipandang sebagai instrumen yang mempertahankan status quo, atau bahkan memperburuk ketimpangan sosial. Dalam teori sosiologi, hal ini disebut sebagai reproduksi sosial---sebuah proses di mana struktur sosial yang ada dipertahankan, bahkan diperkuat, melalui sistem pendidikan. Pierre Bourdieu, seorang sosiolog Prancis, menyebut hal ini sebagai "kapital budaya". Menurut Bourdieu, anak-anak dari keluarga yang memiliki tingkat pendidikan tinggi cenderung memiliki akses yang lebih besar terhadap pendidikan berkualitas, sementara anak-anak dari keluarga miskin atau berpendidikan rendah sering kali terjebak dalam pendidikan yang tidak memadai, yang pada akhirnya mempersempit peluang mereka dalam meraih kehidupan yang lebih baik.

Fenomena ini dapat terlihat jelas dalam perbedaan akses terhadap pendidikan berkualitas di berbagai lapisan masyarakat. Di perkotaan, sekolah-sekolah elit dengan fasilitas lengkap dan pengajaran yang mumpuni sering kali hanya dapat diakses oleh keluarga-keluarga dengan status sosial ekonomi yang tinggi. Sebaliknya, di daerah pedesaan atau kawasan yang kurang berkembang, banyak sekolah yang menghadapi masalah kekurangan guru, fasilitas, dan sumber daya pendidikan. Meskipun ada upaya untuk mengatasi ketimpangan ini, kenyataannya, akses yang tidak merata masih menjadi masalah yang besar.

Salah satu harapan utama dari pendidikan adalah mobilitas sosial, yaitu kemampuan individu untuk bergerak dari kelas sosial yang lebih rendah ke kelas sosial yang lebih tinggi melalui pendidikan. Secara teori, dengan pendidikan yang baik, seorang anak yang lahir dalam keluarga miskin sekalipun bisa meraih kesuksesan dan memperbaiki nasib keluarganya. Namun, kenyataan sering kali tidak demikian. Di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia, mobilitas sosial melalui pendidikan masih sangat terbatas.

Misalnya, meskipun pemerintah telah memberikan berbagai program beasiswa dan bantuan pendidikan, hambatan struktural dalam sistem pendidikan sering kali menghalangi tercapainya mobilitas sosial yang sejati. Faktor-faktor seperti ketidaksetaraan dalam akses informasi, biaya pendidikan yang tinggi, dan kekurangan kualitas pengajaran di daerah-daerah tertentu membuat peluang untuk melampaui kelas sosial yang sudah ada menjadi semakin kecil.

Di sisi lain, sebagian besar sistem pendidikan di dunia modern, termasuk Indonesia, mengedepankan konsep kompetisi. Peserta didik diharuskan untuk bersaing satu sama lain untuk meraih prestasi akademik yang terbaik. Dalam banyak kasus, kompetisi ini bukan hanya berfokus pada prestasi belajar, tetapi juga pada akses ke sumber daya dan peluang pendidikan yang lebih baik.

Namun, kompetisi ini sering kali tidak adil. Mereka yang berasal dari keluarga kaya atau berpendidikan tinggi memiliki banyak keuntungan, seperti akses ke bimbingan belajar, teknologi pendidikan, dan jaringan sosial yang luas. Sementara itu, mereka yang berasal dari keluarga dengan sumber daya terbatas sering kali terhambat dalam upaya mereka untuk bersaing. Hal ini menciptakan ketidaksetaraan yang semakin dalam, di mana mereka yang sudah memiliki keuntungan pendidikan cenderung tetap berada di posisi yang lebih unggul, sementara yang kurang beruntung semakin tertinggal.

Di sisi lain, sebagian besar sistem pendidikan di dunia modern, termasuk Indonesia, mengedepankan konsep kompetisi. Peserta didik diharuskan untuk bersaing satu sama lain untuk meraih prestasi akademik yang terbaik. Dalam banyak kasus, kompetisi ini bukan hanya berfokus pada prestasi belajar, tetapi juga pada akses ke sumber daya dan peluang pendidikan yang lebih baik.

Namun, kompetisi ini sering kali tidak adil. Mereka yang berasal dari keluarga kaya atau berpendidikan tinggi memiliki banyak keuntungan, seperti akses ke bimbingan belajar, teknologi pendidikan, dan jaringan sosial yang luas. Sementara itu, mereka yang berasal dari keluarga dengan sumber daya terbatas sering kali terhambat dalam upaya mereka untuk bersaing. Hal ini menciptakan ketidaksetaraan yang semakin dalam, di mana mereka yang sudah memiliki keuntungan pendidikan cenderung tetap berada di posisi yang lebih unggul, sementara yang kurang beruntung semakin tertinggal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun