Insiden yang melibatkan seorang tokoh publik dan ulama, Gus Miftah, mengundang sorotan tajam warganet setelah pernyataan yang ia keluarkan dalam acara Magelang Bersholawat pada Rabu, 20 November 2024. Di hadapan ribuan penonton di Lapangan Drh. Soepardi, Mungkid, Gus Miftah mengeluarkan kata-kata yang dianggap kasar ketika diminta untuk membeli dagangan es teh dari seorang penjual.
"Tapi es tehmu jik okeh ora? Masih? Yo kono didol, g***k," ujar Gus Miftah, yang kemudian melanjutkan dengan, "Dolen ndisik, ngko lak rung payu yo wes, takdir," dalam nada yang terlihat santai dan bercanda.
Pernyataan ini langsung menciptakan gelombang kecaman di media sosial. Banyak warganet yang menilai bahwa ucapan tersebut tidak layak keluar dari mulut seorang tokoh agama dan publik yang seharusnya memberi contoh baik kepada masyarakat.
Candaan yang Menjadi Kontroversi
Gus Miftah, yang dikenal dengan gaya ceramah yang sering menggabungkan humor dan keakraban, menjelaskan bahwa ucapannya saat itu hanyalah candaan kepada si penjual es teh, yang ia anggap sebagai bentuk interaksi ringan. Menurutnya, ia sering bercanda dengan siapa pun tanpa niat untuk merendahkan atau menghina.
"Kadang kita lupa, bercanda yang kita anggap ringan bisa berbeda artinya di mata orang lain. Saya meminta maaf jika kata-kata saya menyinggung banyak pihak. Ini pelajaran bagi saya untuk lebih berhati-hati," ungkap Gus Miftah dalam klarifikasinya.
Namun, meskipun Gus Miftah mengaku tidak bermaksud buruk, warganet tetap menyuarakan pendapat mereka, dengan banyak yang menuntut pertanggungjawaban lebih atas kata-kata tersebut. "Seharusnya sebagai tokoh publik, Gus Miftah bisa lebih paham tentang dampak dari setiap kata yang diucapkan," tulis seorang warganet di Twitter.
Dampak dari Kata-Kata Seorang Ulama
Insiden ini menyentil pertanyaan besar mengenai bagaimana seorang ulama dan tokoh publik seharusnya bersikap dalam berkomunikasi dengan masyarakat. Meskipun Gus Miftah dikenal dekat dengan berbagai lapisan masyarakat dan sering kali berusaha membaur, insiden ini menyoroti betapa besar pengaruh kata-kata seorang tokoh agama, terlebih di hadapan banyak orang.