Mohon tunggu...
NUSANTARA KITA
NUSANTARA KITA Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar Ilmu Bermanfaat

Hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Nature

Langkahku Menjaga Lingkungan dari Limbah Domestik Dimulai dari Hal yang Sederhana

29 Januari 2024   22:42 Diperbarui: 29 Januari 2024   22:45 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Membaca berita di Kompas beberapa waktu lalu (Agustus 2023) ternyata sungguh mengerikan. Indonesia termasuk negara penghasil sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah China. Belum lagi pengelolaannya yang dikenal buruk oleh Program Lingkungan PBB (UNEP). Setiap tahunnya teradapat 3,2 Juta Ton sampah plastik yang tidak terkelola dan yang lebih menyedihkan 1,29 Juta ton diantaranya berakhir begitu saja di laut. Kengerian ini justru mengingatkan saya pada masa lalu tentang kebiasaan buruk terhadap sampah.  

Saat anak-anak masih kecil dulu, saya sering membuang sampah pampers ke sungai dekat tempat tinggal kami. Kebiasaan itu kami lakukan karena adanya mitos yang berkembang di lingkungan masyarakat sekitar. Banyak yang mengatakan jika pampers dibuang di tempat pembuangan sampah akhir / TPA, maka akan di bakar dan mengakibatkan anak mengalami sakit.  Satu bungkus kresek besar bahkan kadang setelah terkumpul satu karung baru kami buang di sungai. Saat musim hujan sampah di sungai hanyut terbawa air, namun di musim kemarau tumpukan sampah yang sebagian besar sampah plastik / pampers terlihat menumpuk. Kebiasaan itu juga banyak dilakukan masyarakat lainnya. Ada yang malu-malu dan ada yang terang-terangan melemparkan bungkusan sampah dari atas jembatan.

Saat ini kebiasaan buruk itu sudah tidak kami lakukan lagi, bahkan terkadang saat melihat ada orang yang membuang sampah sembarangan segera kami tegur. Ada pengalaman menarik saat saya hendak berangkat kerja terlihat seorang berhenti di tepi jembatan. Di tangan kirinya menenteng tas kresek agak besar sambil tengok kanan tengok kiri. Dengan sengaja saya berhenti persis di belakangya. Orang itu terkesan malu-malu hendak melemparkan sampah yang dibawanya ke sungai. Beberapa saat kemudian dia beranjak meneruskan perjalanannya kembali dengan tetap membawa bungkusan sampah. Huhhh... lega rasanya menggagalkan niat orang membuang sampah di sungai. Satu langkah kecil jika dilakukan banyak orang akan berdampak besar. Namun kejadian seperti ini sebenarnya sering terjadi. Hingga suatu hari kami di lingkungan merasa jengkel dan membuat tulisan di papan peringatan "Yang membuang sampah di sini semoga hidupnya seperti sampah"

Lantas bagaimana membangun kesadaran kolektif untuk mendukung kelestarian lingkungan? Sebuah pertanyaan yang sangat menantang dan butuh proses panjang.

Pertama, Memperkuat Regulasi dan mengiplementasikannya secara nyata dalam kehidupan bermasyarakat. Langkah ini memaksa setiap individu untuk tidak membuang sampah sembarangan. Jika ada pelanggaran, maka dikenakan sanksi denda atau kerja sosial membersihkan lingkungan. Regulasi pembatasan penggunaan kantong plastik di daerah kami sudah diterapkan. Untuk outlet modern retail sejak peraturan daerah diberlakukan mereka tidak lagi memberikan kantong plastik barang belanjaan. Tapi apakah Anda atau istri anda menerima dengan kesadaran penuh maksud larangan itu. Atau malah ngedumel karena harus repot membawa barang belanjaan tanpa kantong plastik. Pihak outet/toko sudah menyediakan kantong ramah lingkungan namun harganya berlipat kali dibanding harga tas kresek. Situasi itu berbeda dengan di pasar-pasar tradisional yang masih menggunakan kantong plastik untuk konsumennya. Regulasi tentu semestinya diberlakukan secara serius dan tidak terkesan setengah hati. Hanya untuk memenuhi persyaratan branding sebuah kota yang berpredikat sehat yang diklaim sebagai prestasi kepemimpinan melalui penghargaan.

Kedua, Subsisdi industri ramah lingkungan. Konsumen akan memilih penggunaan plastik terutama peralatan rumah tangga yang setiap hari dipergunakan karena harganya sangat murah. Dan perlu adanya bahan alternatif (misal daur ulang atau produk barang berbahan alami). Jika pemerintah betul-betul serius langkah ini akan berkontribusi besar dalam penanggulangan sampah plastik dari sektor produksi. Masyarakat dipaksa beralih ke bahan bahan ramah lingkungan dan berbiaya murah karena subsidi pemerintah. Sehingga di dapat bersaing di pasar karena memiliki value lebih dibanding produk plastik. Selain itu sebagai langkah awal, perlu juga mendukung indutri daur ulang sampah plastik, baik skala UMKM maupun perusahaan besar. Setidaknya selain mengurangi produksi plastik dan sampah plastik juga mendatangkan nilai ekonomis bagi masyarakat.

Ketiga, Edukasi melalui kampanye peduli lingkungan yang sehat secara masif. Hal ini dilakukan sejak dini, di lingkungan sekolah, tempat-tempat ibadah dan rumah tangga. Coba Anda lihat di tempat ibadah yang ada di sekitar Anda, apakah anak-anak sudah terbiasa membuang sampah plastik di tempat sampah? Atau justru berserakan sampah plastik jajanan yang mereka konsumsi. Bagaimana kita membahas tindakan besar untuk kelestarian lingkungan yang sehat, jika hal-hal kecil di lingkungan tidak kita pedulikan. Sampah domestik lainnya berupa detergent (sabun cuci pakaian, sabun mandi, sampho, sabun cuci piring dll) yang tergolong dalam sampah B3. Secara sederhana limbah detergent yang dibuang di selokan dapat diatasi pencemarannya dengan penanaman tanaman air yang dapat menyerap zat pencemar. Seperti halnya lidi air, futoy ruas, melati air, lili air yang juga dapat mempercantik lingkungan. Banyak diantara kita yang tidak tahu manfaat tanaman-tanaman tersebut. Edukasi ke rumah tangga melalui kegiatan-kegiatan PKK, kelompok pengajian dan kegiatan lain yang melibatkan emak-emak, diharapkan memberi wawasan solusi bersama pengurangan dampak pencemaran sampah detergent. Disamping itu pemilahan sampah domestik juga sangat penting. Pemanfaatan sampah dari dedaunan yang ada di sekitar tempat tinggal seringkali berakhir di pembakaran yang justru menimbulkan polusi udara. Sampah daun dapat digunakan untuk pupuk tanaman dan bahkan berniai ekonomis jika dikelola dengan baik. Langkah sederhana ini dapat mendukung program pemanfaatan energi berkelanjutan.      

Keempat, Mendorong sektor perusahaaan swasta, BUMN, masyarakat mendukung program penanggulangan sampah plastik. Bank BSI bekerjasama dengan Plasticpay sudah memulai langkah ini dengan menyediakan RVM Reverse Vending Machine di beberapa daerah. Masyarakat dapat menyalurkan sampah plastik dan mendapatkan poin (uang) sekaligus belajar menabung melalui aplikasi pasticpay. Ini menjadi salah satu daya tarik tersendiri karena selama ini rumah tangga harus menyetorkan sampah plastik ke pengepul dan harganya pun variatif. Saya tahu hal ini karena saya rutin menyetorkan sampah plastik ke pengepul. Meski dapatnya hanya receh setidaknya dapat ditabung buat belanja bumbu dapur. Atau uang jajan anak-anak dan menyampaikannya kepada mereka bahwa uang jajan diperoleh dari tabungan sampah. Sebuah ikhtiar pembelajaran yang secara nyata dapat kita lakukan untuk mendidik anak kita peduli pada lingkungan.

Kelima, Peran lembaga pendidikan seperti halnya Perguruan Tinggi juga sangat penting. Berbagai upaya penelitian pengembangan pemanfaatan energi berkelanjutan harus terus didorong dengan apresiasi dan dukungan pendanaan yang memadai. Pemanfaatan limbah tinja, kotoran hewan dapat dipergunakan untuk biogas. Riset dan teknologi perlu lebih kreatif dalam mencari sumber-sumber energi ramah lingkungan. Di tingkat pendidikan usia dini, pendidikan dasar dan menengah, para siswa harus terbangun fondasi pemikiran akan pentingnya keberlangsungan lingkungan yang bersih dan sehat dari pencemaran. Tentu pendidikan tidak hanya dibebankan kepada lembaga. Namun orang tua, keluarga harus mendukung upaya penanaman pola pikir dan pembiasaan perilaku bijak terhadap lingkungan.    

Kesimpulannya, banyak hal yang dapat kita lakukan untuk menjaga lingkungan dari limbah domestik agar tetap bersih, sehat dan aman. Semua kembali pada diri kita masing masing sesuai kapasitas, peran, dan kesempatan yang kita miliki. Dari hal yang kecil, sederhana mari kita menjaga kebersihan lingkungan demi kita dan masa depan anak cucu kita semua.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun