Pagi di warung kopi.
Sejak subuh  tadi  gerimis lembut menyapa penduduk bumi.
Telapak tangan kujulurkan melampaui batas teras.
Air hujan nyaris tak membasahi.
Satu wujud ketidakpercayaan
Pada kemampuan pandangan mataku
Atau naluri kebodohanku yang dominan
Sebagian memilih tetap beraktifitas diluar sana.
Berjuang mengais rejeki atau keperluan lain
Dari kursi depan warkop aku bisa leluasa memandang lalu lalang mereka.
Seperti halnya menatap ikan ikan berenang dalam aquarium
Sambil berharap semoga mereka diberi kemudahan dan kelancaran
Dalam perjuangan menafkahi diri dan keluarganya
Atau keperluan baik, entah apa
Dari dalam warkop terdengar para penikmat kopi bercakap
Sesekali diiringi canda tawa
Di kursi pojok beberapa tertunduk
Sibuk memainkan jemarinya memegang handphone
Tak bergeming, tanpa sapa
Hanya terkadang senyum dan tertawa
Mereka punya dunia sendiri
Mereka sibuk dengan dunianya
Dunia maya mendekatkan yang jauh
Dan menjauhkan yang dekat
Sering memudahkan urusan
Namun tak jarang justru membelenggu
Melupakan waktu
Terjebak asyiknya permainan
Karena dalam diri setiap orang ada jiwa kekanak kanakan
Sekedar mengusir kejenuhan
Atau mengisi kelonggaran
Atau menghilangkan penat
Atau mencari cuan
Atau sebuah pelarian
Atau hanya mencari alasan
Menghindar dari obrolan yang dianggap tak penting
Atau memang kecanduan
Atau berselancar di samudera informasi
Almost everyone
Almost everytime
Almost everything
Inilah potret yang kulihat tentang sepotong adegan kehidupan zaman now
Terserah kita memaknainya seperti apa
Karena semua kembali pada kita
Karena masing masing orang belum tentu sama. Â
Dari takaran gula dan kopi
Dari cara menyeduhnya
Dari pilihan gelas atau cangkir
Serta bagaimana cara menikmatinya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H