Hingga yang dinilai paling mudah menjadi dugaan adalah nama rumah produksi pembuat film itu yang bernama Illumination Entertainment. Sehingga, lengkap sudah jika kemudian muncul dugaan bahwa film yang dibesut oleh Pierre Coffin, yang merupakan putra novelis senior Indonesia NH Dini itu memang memiliki misi mencuci otak anak-anak untuk tujuan tertentu.
Baiklah, saya sendiri mencoba untuk tidak larut dalam dugaan-dugaan yang beraroma teori konspirasi bahwa Illuminati ada di balik film ini. Hanya saja saya memang sangat menyayangkan film dengan kategori penonton ‘Semua Umur’, namun moral yang terkandung dalam jalan cerita dari film yang begitu digemari anak-anak ini begitu mencengangkan. Bagaimana tidak, jika hingga akhir film, saya tidak mengerti maksud dari para makhluk yang diceritakan telah hidup jutaan tahun itu—karena sudah ada sejak masih adanya dinosaurus—untuk selalu mengabdi pada kejahatan.
Padahal, awalnya saya berharap bahwa cerita film ini akan berlanjut dengan munculnya kesadaran bahwa yang mereka lakukan dengan mencari majikan jahat adalah sebuah kekeliruan. Nyatanya, akhir film itu justru menyuguhkan adegan saat para Minion akhirnya bertemu dengan Gru, majikan mereka yang ada di Despicable Me 1 dan 2.
Digambarkan bahwa Gru yang kelak menjadi penjahat besar, saat itu masih remaja dan merampas mahkota Ratu Inggris dari tangan Scarlet Overkill yang baru saja merebutnya dari tangan Ratu Elizabeth. Film ditutup dengan para Minion yang mengejar Gru yang kabur dengan motor gede, lengkap dengan teriakan mereka yang ingin menghamba kepadanya.
Mungkin saja anak-anak lebih menangkap unsur jenaka yang selalu membungkus nyaris setiap adegan di film ini. Namun, penggambaran bahwa mencari majikan superkeji adalah hal yang begitu diinginkan bagi makhluk-makhluk dengan karakter lucu itu jelas tidak dapat diterima. Belum lagi, saat Bob akhirnya diangkat menjadi Raja Inggris. Dia digambarkan dapat berbuat seenaknya sendiri dan bisa mengubah konstitusi hanya dalam hitungan menit, saat ingin menyerahkan mahkota yang direbutnya dari Ratu Elizabeth kepada Scarlet Overkill. Bisa saja anak-anak akan berpikir bahwa saat menjadi penguasa kelak mereka juga dapat melakukan hal tersebut.
Jadi, lepas apakah memiliki agenda tertentu atau tidak, saya berkesimpulan bahwa film ini tidak layak sebagai tontonan anak-anak. Bahkan, saya mengategorikannya sebagai tontonan berbahaya bagi anak-anak. Karena membuat mereka berpikir bahwa perbuatan jahat itu adalah hal wajar, menyenangkan, bahkan lucu.
Selamat menunggu waktu berbuka puasa!
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H