Mohon tunggu...
Nusantara Mulkan
Nusantara Mulkan Mohon Tunggu... Lainnya - Orang Biasa Aja

Sebagian tulisan saya yang ada di sini pernah dimuat di sejumlah media. Walaupun sedikit saya modifikasi kembali.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pergulatan Kaum (Tak) Bertuhan [Bagian I]

2 Januari 2014   22:30 Diperbarui: 9 Juli 2015   11:47 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(tallskinnykiwi.typepad.com)

Ateisme memang belum menjadi sebuah wabah di negara-negara Asia. Namun, masyarakat Barat menganggap ide tak bertuhan sebagai sebuah realitas modern. Mereka semakin giat mengampanyekan bahwa Tuhan itu tidak ada.

[caption id="" align="aligncenter" width="473" caption="Kampanye Richard Dawkins untuk kaum ateis. (wikimedia.org)"][/caption]

MASYARAKAT modern harus berbicara kepada semua orang, termasuk kepada mereka yang tidak percaya kepada Tuhan alias ateis. Hal itulah yang sepertinya ingin dituju Paus Fransiskus saat memimpin perayaan Natal 2013 lalu, dengan menyebarkan pesan perdamaian. Karena dalam pesan itu, dia mengajak kelompok ateis untuk ikut menyebarkan perdamaian.

Tidak hanya itu. Sebelumnya, Fransiskus menyatakan orang ateis dapat mengambil keputusan bermoral seperti layaknya orang-orang beragama. “Pesan untuk orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan adalah agar mereka mendengarkan hati nurani,” ungkapnya dalam sebuah wawancara dengan La Repubblica, sebuah surat kabar berpengaruh Italia, pada September 2013.

Entah apakah ungkapan-ungkapannya memang ditujukan sebagai bagian dari pesannya untuk dapat sama-sama berbuat baik tanpa memandang apakah seseorang percaya Tuhan atau pun tidak. Karena bisa saja, hal itu menjadi bagian dari strateginya untuk merebut simpati ‘kaum tidak beriman’ agar dapat berdialog intensif dengannya, demi membawa mereka kepada keimanan.

Yang jelas, sikap-sikap yang ditunjukkan Fransiskus terhadap ‘kaum tak bertuhan’ memang berbeda dibandingkan para pemimpin takhta suci Vatikan sebelumnya. Apalagi, karena Italia yang menjadi tetangga Vatikan ternyata memiliki 38% warga yang mengaku ateis. Hal ini berdasarkan sebuah survei yang dipublikasikan Financial Times pada 2006. Walaupun sisanya yang mengaku percaya Tuhan memang menjadi urutan tertinggi di Eropa.

Sementara total warga Uni Eropa yang mengaku sebagai ateis berjumlah 18% dan 27% yakin akan keberadaan makhluk halus atau roh. Di luar itu ada 52% yang percaya kepada tuhan-tuhan tertentu. Di Inggris, berdasarkan survei Bristish Humanist Association pada 2009, sebanyak 39% mengaku tidak beragama. Dibandingkan Eropa, Amerika Serikat mungkin terlihat lebih ‘religius’, karena jumlah orang yang mengaku ateis ‘hanya’ 27%.

Sementara sensus pemerintah Australia di tahun yang sama, menunjukkan 18,7% warganya mencontreng kotak tidak beragama. Bahkan, Julia Gillard, Perdana Menteri Australia pendahulu Tony Abbot,secara terus terang mengaku dirinya seorang ateis. Nyatanya, walaupun hidup di alam sekuler, sebagian masyarakat Barat ternyata cukup terganggu dengan keberadaan kaum ateis. Apalagi, sejak beberapa tahun yang lalu, sejumlah kelompok ateis terlihat begitu gencar mengampanyekan ide-ide mereka di tampat umum.

Pihak lembaga pemantau iklan di Inggris misalnya, pada 2011 telah menerima hampir 150 keluhan dan desakan untuk mencabut pesan iklan kampanye ateisme. Di Inggris, kelompok pendukung ateisme tergabung dalam British Humanist Association (BHA) yang dipimpin guru besar Oxford University Richard Dawkins. Dalam beberapa tahun terakhir, kegiatan mereka telah memanfaatkan sedikitnya 1.000 bus untuk memasang iklan kampanye anti-Tuhan. Di antaranya bertuliskan: “Mungkin saja tidak ada Tuhan. Sekarang berhentilah khawatir dan nikmati hidup Anda.” Pesan lain bertuliskan: “Tuhan tidak ada dan tidak akan pernah ada.” Selain di bus-bus, iklan kampanye seperti itu juga dapat disaksikan di transportasi kota bawah tanah London.

Hebatnya, iklan yang ditempel di angkutan umum ini pada 2009 telah menghabiskan lebih dari £140 ribu (hampir Rp 200 miliar) yang berasal dari donasi masyarakat. BHA mengklaim kampanye lewat iklan merupakan jawaban atas iklan yang digelar kelompok Kristiani di Inggris. Sebab, kelompok Kristiani lebih dulu berkampanye lewat iklan di banyak badan bus di London dan jaringan internet. Mereka mengingatkan bahwa orang yang mengabaikan Tuhan akan masuk neraka. Tak hanya di Inggris, sejumlah negara lain pun juga diramaikan kampanye ateisme.

Di AS, kelompok yang tergabung dalam American Humanist Association (AHA) mengampanyekan ide ini melalui kampanye iklan liburan senilai US$ 40.000 sejak 2008. Kelompok ini berusaha mempropagandakan ide-ide humanisme tanpa harus memercayai adanya Tuhan ataupun adanya kehidupan setelah kematian. Di antaranya bertuliskan,  “Buat apa percaya pada Tuhan? Berbuat baik saja cukup.” Sama seperti di Inggris, mereka memasang iklan-iklan itu di kendaraan umum, baik di luar badan maupun di dalamnya. Setidaknya ada 200 bus Metro DC yang dipasangi iklan kampanye itu dan biasanya sengaja dipasang menjelang liburan Natal.

[caption id="" align="aligncenter" width="456" caption="Billboard kampanye kembali ke Tuhan. (tallskinnykiwi.typepad.com)"]

[/caption]

Iklan-iklan kampanye kaum ateis tentu saja menimbulkan keluhan publik AS. Ratusan keluhan telah diterima agen transit iklan-iklan tersebut. Hal ini menimbulkan perlawanan terhadap kampanye melalui iklan yang dilakukan kelompok religius. The Center for Family Development, sebuah organisasi Katolik di Bethesda, MD, telah membeli ruang beriklan di bus-bus Metro Washington DC. “Kami bertujuan menetralisasi iklan AHA dengan iklan yang positif dan tepat untuk mengidentifikasikan Tuhan sebagai pencipta kita yang sebenarnya dan penuh kasih,” kata Jo Ellen Murphey, seorang pendukung gerakan perlawanan.

Dengan menghimpun dana US$ 14.000, The Center for Family Development menjalankan kampanye bertajuk “I Believe Too” yang dipasang di sedikitnya 200 sisi bus dengan berbagai bentuk di bagian dalam maupun luar badan. Di antaranya bertuliskan, “Mengapa percaya? Karena Saya menciptakan kamu dan Saya cinta kamu -Tuhan.”

Perlawanan secara akademis terhadap pemikiran ateisme juga dilancarkan. Paul M Zulehner, dekan sekolah teologi Universitas Vienna tidak setuju jika dikatakan ateisme telah mewabah di Eropa. Dia menyatakan jumlah ateis di Eropa hanyalah kelompok yang sangat kecil. “Jumlah mereka tidak cukup untuk dijadikan penelitian sosiologis,” katanya.

Namun, dia mengingatkan bahwa penurunan ateisme di Eropa bukan berarti telah terjadi Kristenisasi. “Yang kami tinjau sebenarnya adalah upaya paganisasi,” ujarnya. Senada dengannya, Gerald McDermott, guru besar agama dan filsafat di Roanoke College, Salem, menyebut paganisme sebagai sumber rusaknya keimanan masyarakat AS. “Begitu banyaknya paganisme telah menciptakan spiritualitas palsu. Hal ini terbukti menjadi musuh yang lebih berbahaya untuk iman Kristiani dibandingkan ateisme,” paparnya. (Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun